Ini kan paradoks, bahkan cenderung diametral. Di satu sisi menjanjikan harga jual tinggi, di sisi yamg lain mereka juga menjanjikan harga beli rendah, di mana ketemunya?
Bagaimana caranya, membuat komoditas pertanian itu berharga jual tinggi tapi bisa dibeli masyarakat dengan harga murah. SUBSIDI?
Dan kebanyakan dari janji-janji kampanye para capres itu, selalu berada di sisi belanja atau pengeluaran... spending.... spending.... dan spending, mereka menjanjika n gratis ini itu.
Mari kita menukik pada janji-janji para capres yang akan berkontestasi dalam Pemilihan Presiden 2024, yang seluruhnya berbicara masalah pengeluaran.
Pasangan Capres no urut 3, Ganjar-Mahfud menjanjikan, jika mereka memenangkan Pilpres maka gaji guru akan dinaikan menjadi Rp 30 juta setiap bulannya.
Menurut data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset , dan Teknologi( Kemendibud-Ristek) jumlah guru PNS di Indonesia saat ini adalah sebanyak 1,3 juta guru.
Dengan gaji Rp.30 juta per bulan, berarti Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara(APBN) harus menyediakan dana  per tahun sebesar Rp.30 juta x 1,3 juta x12 = 468 triliun hanya untuk gaji guru, duitnya dari mana, APBN Indonesia 2023 saja sebesar Rp.3.061 triliun untuk seluruh kebutuhan pengelolaan dan pembangunan negeri ini.
Belum lagi jika dilihat dari keadilan, tenaga kesehatan apa kabarnya? Mereka juga merasa profesi mereka penting, mana bisa guru mendidik kalau kesehatannya tidak terjaga.
Kemudian mereka meminta besaran gaji yang serupa, apa ga jebol dan berantakan tuh keuangan negara.
Begini loh, satu kebijakan itu akan berkaitan dengan kebijakan yang lainnya, interdependensi, makanya dibutuhkan helicopter view untuk membuat sebuah kebijakan itu harus diperhitungkan secara komprehensif  bukan hanya asal janji-janji tapi tak rasional dan bisa dilakukan.
Pasangan calon no 2, Prabowo-Gibran terus menggebu menjanjikan makan siang dan susu gratis bagi seluruh pelajar Indonesia, balita, dan ibu hamil.