Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tanpa Konteks, Makna "Apalah Arti Sebuah Nama" Shakespeare, Disalahpahami

17 November 2023   11:29 Diperbarui: 17 November 2023   18:03 1591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam sebuah artikel yang saya tulis dua hari lalu bertajuk "Apa Arti Sebuah Nomor Urut," di paragraf akhir sebelum kalimat penutup saya menyitir ungkapan kondang milik pujangga legendaris asal Inggris William Shakespeare

"What's in a name? That's which we call rose by any other name would smell as sweet"

 "Apalah arti sebuah nama? Toh dinamakan apapun, harumnya mawar tetap akan wangi tercium."

Salah satu kalimat paling populer di dunia yang dicuplik dari teks drama masterpiece Shakespeare, berjudul "Romeo and Juliet" ini, oleh sebagian besar orang termasuk saya, ternyata dimaknai secara salah selama ini, karena kita hanya melihat teks, seraya mengabaikan konteks utuh dari seluruh rangkaian kalimat di mana kalimat"apalah arti sebuah nama" itu dirangkaikan.

Selama ini kita mengartikan kalimat "apalah arti sebuah nama" hanya sebatas teks, Shakespeare dianggap menisbikan makna sebuah nama, atau nama itu menjadi tidak penting di matanya.

Padahal, menurut berbagai sumber bacaan yang saya dapatkan, salah satu kalimat yang paling banyak digunakan di dunia tersebut, merupakan ucapan dari Juliet sebagai pernyataan cintanya kepada seseorang yang menyandang nama Montague, tapi bukan terhadap nama Montague. Bagi Juliet,  Montague hanya lah sebuah nama. Seperti hal dirinya menyandang nama Cupulet.

Sekarang mari kita lihat kalimat "Apalah arti sebuah nama" secara utuh, yang terdapat di Babak Kedua bagian dua dari drama Romeo & Juliet.

Dialognya kurang lebih seperti ini :

Juliet : 

"Hanya namamu yang menjadi musuhku. Namun, kau tetap dirimu sendiri di mataku, bukan Montague.

"Apa itu Montague?"

"Dia bukan tangan, bukan lengan, bukan kaki, bukan wajah, atau apapun dari tubuh seseorang, jadi lah nama yang lain!"

"Apalah arti sebuah nama?"

"Harumnya mawar tetaplah harum mawar, andaipun mawar berganti dengan nama lain. Dia tetap bernilai sendiri, sempurna, dan harum tanpa harus bernama mawar"

"Romeo, Please tanggalkanlah namamu, untuk mengganti nama yang bukan dirimu itu, ambilah diriku seutuhnya"

Begitulah kira-kira teks lengkap yang berkelindan utuh dalam konteksnya, dari kalimat "What's in a name"

Kisah tragedi percintaan antara dua insan manusia bernama Romeo dan Juliet, saling mencinta begitu dalam, tetapi cinta mereka mustahil diejawahtahkan menjadi kesatuan cinta yang paripurna, musababnya kedua sejoli itu berakar dari dua suku yang bermusuhan, Romeo menyandang nama suku Montague, sedangkan Juliet berasal dari suku Cupulet.

Romeo dan Juliet, sadar betul bahwa sebesar apapun cinta mereka, sekeras apapun elan mereka dalam menyatukan cintanya, selamanya cinta mereka tak pernah akan memperoleh restu, lantaran seseorang dengan nama Romeo tadi, tak akan bisa diterima oleh suku di mana Juliet berasal.

Dalam situasi, yang sungguh mengenaskan dan memicu rasa frustasi serta menimbulkan keputusasaan, terbersit pikiran dari benak Juliet seraya membayangkan " bagaimana kalau Romeo tidak bernama Romeo" 

Dan Juliet bersenandika, "Apalah arti sebuah nama"

Namun bagi Juliet, intinya bukan penting atau tidak pentingnya sebuah nama, tapi tentang penerimaan sebuah identitas. Romeo memanggul identitas suku Montague, lawan politik suku Cupulet tempat di mana Juliet berasal.

Fakta dan kenyataan yang tak dapat diubah siapapun dan hingga kapan pun, kecuali yang diubah adalah mindset dan konstelasi politik para aktornya, sesuatu yang mustahil terjadi dalam kisan romantis tersebut.

Di sinilah konteksnya, jadi ketika Shakespeare menulis drama tragedi Romeo & Juliet, tak memaksudkan nama itu sesuatu yang tidak penting, dalam kapasitasnya sebagai seorang sastrawan, "kata" saja sangat penting, apalagi sebuah "nama"

Shakespeare pasti terganggu kalau misalnya, salah satu karyanya berjudul "Hamlet" diganti "Hamdun."

Teks memang penting, tetapi konteks jauh lebih penting. Ketika teks tercipta, bukan berarti kehadirannya tanpa sebab, tapi dikondisikan oleh konteks.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun