Kalau saat berfoto ekspresinya menggunakan satu jari, dengan keberadaan nomor urut capres, maka orang akan mengasosiasikan si empunya foto itu sebagai pendukung paslon pemilik nomor urut 1 which is Anies-Cak Imin.
Atau saat berfoto memainkan dua jari, dan ini paling banyak digunakan, karena dua jari bisa berarti lambang victory atau simbol jari "sarang haeyo" yang belakangan hype di semua kalangan, maka akan diasosiasikan sebagai pendukung Prabowo-Gibran.
Pun demikian saat kita berfoto dengan tiga jari, yang paling sering digunakan menjadi simbol "metal" maka orang tanpa ba bi bu akan menganggap orang-orang yang berada di foto itu, sebagai pendukung Ganjar-Mahfud.
Pengasosiasian seperti ini memang terjadi jika berkaca pada pengalaman pilpres di masa-masa sebelumnya, dan tentu saja akan menyulitkan para pihak yang seharusnya terlihat netral tadi.
Kita kerap lupa atau mungkin tak menyadari, secara insting saja saat berfoto kita menggunakan simbol jari, tanpa pretensi apapun, apalagi urusan dukung mendukung capres.
Terlebih lagi dalam situasi dan kondisi politik seperti saat ini di mana isu netralitas aparatus negara begitu mengemuka.
Nanti akan banyak muncul di media sosial, instansi pemerintah A mendukung capres tertentu hanya karena berfoto beramai-ramai selepas rapat kerja sambil menunjukkan jari dengan jumlah tertentu.
Padahal mereka sebenarnya tak ada intensi apapun, apalagi urusan dukung mendukung capres saat melakukan itu, ya just happen saja.
Sekarang mungkin akan lebih aman saat berfoto kalau tidak melambaikan tangan dengan memperlihatkan ke-lima jari tangan atau mengepal menyembunyikan jari, itu saja.
Akh... seharusnya pilpres ini kan bagian dari pesta demokrasi 5 tahunan, yang namanya pesta, lazimnya diisi dengan keriangan dan gembira, bukan menyulitkan.