Mengutip BBC.Com, akar dari pornografi itu sebenarnya adalah seni. Sejak awal keberadaan seni, seks dan segala hal yang berhubungan dengannya seperti alat kelamin pria dan wanita selalu menjadi subjeknya.
Hal tersebut terlihat dari temuan para ahli arkeologi yang mendapati gambar-gambar pantat, payudara, vagina, atau pun penis yang dilukis oleh para pelukis pra sejarah di gua-gua.
Kemudian, seiring perkembangan jaman, di awal abad ke-20 munculah pornografi dalam bentuk yang bisa lebih menstimulasi penikmatnya, yakni dengan gambar bergerak, mengutip Kompas.Com, film porno pertama kali dibuat pada tahun 1908 di Perancis dengan judul "Bedtime for The Bird"
Setelah itu film porno mulai banyak diproduksi, dan puncaknya pada dekade 1970 hingga 1990-an.
Belakangan, keberadaan teknologi digital dan internet menjadi surga baru bagi praktisi di bidang pornografi, penyebarannya begitu masif, hampir setiap orang bisa mengakses konten-konten pornografi dengan sangat mudah.
Selain itu pornografi saat ini telah menjadi sebuah industri yang turnover-nya berjumlah raksasa.
Bayangkan, diluar segala pernak-perniknya, menurut laporan yang dilansir  situs Business Insider, industri film porno saja secara global pada tahun 2019 menghasilkan perputaran uang sebesar US$ 100 milyar atau sekitar Rp.1.500 triliun, sama dengan setengah anggaran dan belanja Indonesia.
Pornhub yang merupakan situs porno nomor satu dunia, pada tahun yang sama dikunjungi oleh 42 milyar pengguna. Artinya ada sekitar 115 juta kunjungan per hari dari seluruh pengguna internet di dunia.
Belum lagi jika kita berbicara situs porno lain yang memiliki model bisnis baru seperti Onlyfans misalnya.
Tak pelak lagi  pornografi adalah sebuah industri yang sangat besar, dan dianggap sebagai bisnis legal di sejumlah negara. Diantaranya Amerika Serikat, Jepang, Hungaria, Republik Ceko dan di beberapa negara lainnya.
Makanya tak heran, jika kasus kecanduan seperti yang dialami oleh Billie Eilish terjadi pula pada jutaan bahkan milyaran manusia di dunia ini.