Transplantasi atau pemindahan sebagian atau seluruh organ dari satu tubuh ke tubuh lain atau dari satu bagian ke bagian pada tubuh yang sama, mungkin merupakan salah satu tindakan medis yang paling rumit, baik secara teknis pelaksanaannya maupun prosedur yang mengiringinya.
Saya pernah mengalami sendiri betapa panjang dan complicated-serta mahalnya rangkaian proses sebelum,, saat pelaksanaan, dan sesudah tindakan medis bernama transplantasi tersebut.
Beberapa tahun lalu, saya sempat mengurus prosedur transplantasi ginjal ayah mertua saya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo(RSCM) Kencana, Jakarta.
Awal Keputusan Melakukan Transplantasi
Beliau yang saat itu berusia 65 tahun terpaksa harus menjalani prosedur transplantasi ginjal setelah selama beberapa tahun mengalami gagal ginjal, mengutip keterangan dokter yang menangani mertua saya saat itu, kedua ginjalnya sudah mengkerut dan fungsinya tinggal 15 persen.
Merujuk keterangan dokter tersebut, gagal ginjal yang dialami mertua saya, akibat penyakit darah tinggi yang lebih dari 20 tahun diidapnya.
Ia pun memaparkan bahwa mayoritas gagal ginjal yang terjadi di Indonesia berawal dari penyakit hulunya, yakni darah tinggi atau hipertensi dan diabetes atau biasa disebut kencing manis.
Sebelum memutuskan untuk melakukan transplantasi, hidup mertua saya karena gagal ginjalnya, harus ditopang oleh prosedur medis hemodialisis atau cuci darah 3 kali setiap minggu.Â
Proses cuci darah ini untuk menggantikan salah satu fungsi ginjal yang menurut berbagai literatur kesehatan untuk membersihkan darah dari senyawa beracun pada tubuh sebelum akhirnya dialirkan kembali ke seluruh tubuh, semacam filter bagi tubuh.
Apabila ginjal gagal berfungsi lagi, maka tubuh akan keracunan dan dampaknya akan sangat fatal.Â
Dari yang saya saksikan, symptom awal gagal ginjal kasat mata yang paling sering terjadi di mertua saya adalah sesak nafas hebat sehingga pernafasannya harus dibantu oksigen.Â
Selain itu menurut pengakuan mertua saya, sebagian badannya terutama punggung, terasa gatal. Meskipun katanya tak jelas juga rasa gatal itu datangnya dari mana dan letaknya seperti di bawah kulit.
Proses hemodialisis itu dirasakan oleh mertua saya sangat "menyiksa" apalagi ada protokol tertentu yang  harus dipenuhi agar cuci darah bisa dilakukan, misalnya standar kadar hemoglobin yang ada dalam tubuh pasien.
Long story short, lantaran beliau sudah mengeluh dan merasa tak kuat lagi menjalani prosedur hemodialisis, kami sekeluarga berdiskusi bagaimana caranya agar cuci darah tak lagi dilakukan tapi mertua saya bisa sehat kembali.
Satu-satunya cara untuk mengatasinya ya, transplantasi ginjal.Â
Dan saya ditugasi untuk mencari tahu know how-nya transplantasi ginjal dan bagaimana prosedurnya, serta di rumah sakit mana tindakan medis itu bisa dilakukan.
Dari berbagai informasi yang saya kumpulkan, transplantasi ginjal terhadap beliau bisa dilakukan di RSCM Kencana mengenai prosedur dan biaya yang harus dikeluarkan nantinya akan ditanyakan langsung saat prosedur tahap awal dimulai.
Sampai di sini kita semua belum bicara masalah pendonor, ginjal siapa yang akan ditransplantasikan
Sebelum Transplantasi
Langkah pertama yang dilakukan saat itu, untuk melaksanakan prosedur transplantasi saya bersama mertua dan beberapa keluarga lainnya, menemui Profesor Endang spesialis bedah urologi, ahli cangkok ginjal terbaik di Indonesia yang berpraktik di RSCM Kencana.
Setelah diperiksa secara komprehensif, kondisi ayah mertua saya dinyatakan memungkinkan untuk dilakukan tindakan transplantasi ginjal.
Prof. Endang pun saat itu memaparkan prosedur panjang yang harus dilalui oleh Mertua saya dan calon pendonor sebelum transplantasi bisa dilaksanakan .
Selepas mendengar keterangan dari Dokter tersebut, langkah pertama yang kami lakukan adalah mencari pihak yang bersedia mendonorkan ginjalnya untuk kepentigan transplantasi itu.
Lumayan sulit juga sih sebenarnya mencari pendonor, apalagi dengan kualifikasi tertentu seperti yang telah ditetapkan, salah satu yang utama ialah golongan dan resus darah, antara pendonor dan penerima harus sama atau compatible.
Oleh sebab itu, dokter menyarankan pendonor itu lebih baik datang dari keluarga terdekat, bersyukurnya ada dua keponakan langsung mertua saya yang bersedia menjadi pendonor.
Prosedur yang dilalui untuk menjadi pendonor tak gampang juga ternyata. Sebelum dinyatakan oke, yang pertama dilakukan adalah memenuhi prosedur compliance, etik, dan administrasi yang ditetapkan oleh RSCM merujuk pada aturan yang ada.
Dari pengalaman saya mendampingi calon pendonor saat itu, langkah pertamanya adalah calon pendonor harus mengisi formulir bermaterai yang menyatakan bahwa keputusannya menjadi pendonor ginjal dilakukan secara sadar tanpa paksaan siapapun serta dipastikan tak ada transaksi jual beli di dalamnya.
Setelah itu pihak RSCM melakukan verifikasi, seminggu kemudian pendonor dipanggil kembali untuk melakukan interviu dengan komisi etik di RSCM, lumayan lama juga proses wawancaranya hampir 3 jam gitulah.
Meski kemudian disetujui tapi pihak komisi etik RSCM menekankan, jika dalam perjalanan ke depan ternyata ditemukan ada proses jual-beli organ, maka prosedur transplantasi itu akan dihentikan seketika, dan kedua belah pihak berpotensi berhadapan dengan hukum.
Setelah dinyatakan clear secara hukum dan administrasi, barulah masuk pada proses pengujian dan pemeriksaan medis bagi pendonor.
Dari yang saya saksikan, ada 3 langkah awal prosedur medis untuk memastikan bahwa ginjal pendonor compatible dengan calon penerimanya atau resepien.Â
Pertama, memastikan bahwa golongan darah keduanya sama atau compatible.Â
Kedua, uji kesamaan tipe jaringan yang kemudian saya ketahui pemeriksaan ini disebut human leukocyte antigen (HLA) atau biasa disebut tes HLA, untuk mengetahui marker antigen antar pendonor dan resepien, semakin tinggi kesamaan marker antigen-nya semakin baik.
Ketiga, tes uji silang atau crossmatch antibodi antara pendonor dan resepien. Hal itu dilakukan seperti yang dikatakan dokter untuk memastikan tubuh resepien dapat menerima ginjal dari pendonor dengan baik.Â
Apabila, hasil uji silang positif berarti resepien memiliki antibodi terhadap pendonor, artinya ginjalnya tak dapat diterima, sebaliknya jika hasil uji silang negatif artinya tubuh resepien dapat menerima organ baru yang tadinya milik pendonor.
Untuk menjalani prosedur awal ini, seperti pengalaman saya bisa berlangsung selama 1 bulan, karena hanya bisa dilakukan setiap minggu untuk satu tindakan.Â
Dan dalam kasus ayah mertua saya, kami melakukannya dua putaran, calon pendonor pertama di ujungnya tak cocok karena hasil uji silangnya positif.Â
Setelah bagian awal dari prosedur transplantasi ini kelar, bukan berarti eksekusi transplantasi bisa langsung dilakukan, pendonor dan resepien harus melakukan berbagai proses pemeriksaan dan tindakan medis lanjutan agar memastikan transplantasi bisa berhasil.
Kedua belah pihak, harus diperiksa kesehatan jantungnya dengan melakukan tindakan medis EKG, pemeriksaan paru-paru dan berbagai uji labaoratorium untuk memastikan tak ada sumber infeksi ditubuhnya, bahkan hingga psikotest.
Seluruh tindakan medis tersebut dikoordinasikan oleh seorang dokter yang ditunjuk oleh Prof Endang dan bertindak seperti liasion officer untuk pasien transplantasi.
Jika ditemukan masalah medis dalam pemeriksaan lanjutan tersebut dan kondisinya masih bisa diperbaiki maka harus dilakukan koreksi sampai dinyatakan oke, oleh dokter yang memeriksanya, apabila tak bisa lagi diperbaiki ya transplantasi itu harus dibatalkan.
Dalam konteks ayah mertua saya, di jantung tak bermasalah, paru-paru pun aman, hasil psikotest pun oke, tapi ada masalah di sumber infeksi dalam tubuhnya, yakni ada sedikit luka di lambungnya sesuai hasil endoskopi dan giginya banyak yang bolong-bolong.
Dan kondisi itu harus diobati terlebih dahulu, hingga lambungnya tak ada luka lagi dan ada beberapa giginya yang bolong harus dicabut.Â
Tindakan medis itu harus dilakukan karena kedepannya, beberapa hari sebelum dan beberapa bulan sesudah operasi transplantasi dilakukan, daya tahan tubuh si resepien bakal sengaja diturunkan oleh obat penekan imun.
Sehingga, kalau tak dihilangkan dari awal sumber infeksinya, ada potensi bakteri atau virus masuk dari situ yang akhirnya menyerang organ baru yang ada ditubuhnya.
Untuk pendonor prosedur pemeriksaan seperti itu juga dilakukan, tapi tak seketat seperti untuk resepien.
Seluruh proses pra transplantasi tersebut dalam kasus mertua saya memakan waktu kurang lebih 6 bulan dari awal hingga masuk ke tahap pelaksanaan transplantasi, panjang, melelahkan, kita bisa seharian berada di rumah sakit untuk berbagai pemeriksaan dan tindakan medis itu dan berulang-ulang.Â
Terkadang kita harus pindah-pindah rumah sakit lantaran ada alat-alat dan prosedur medis yang tak ada di RSCM Kencana. misalnya untuk uji silang kita harus ke RS PGI Cikini atau saat CT Scan jaringan darah ginjal harus ke RS Abdi Waluyo.
Jangan tanya lah masalah biayanya, belum sampai pada tahap operasinya saja sudah banyak menguras dompet kita.
Pelaksanaan Transplantasi
Pasca seluruh pemeriksaan selesai dan dinyatakan oke, jadwal operasi transplantasi pun ditetapkan. Resepien harus sudah masuk RSCM, 5 hari sebelum hari H, sedangkan pendonor 3 hari sebelum tanggal operasi dilaksanakan.
Di masa itu, sebagian pemeriksaan pra transplantasi yang tadi diceritakan di atas, diulang kembali untuk kedua pihak kecuali psikotest dan menghilangkan infeksi.
Nah, tata laksana operasi mulai dilakukan 18 jam sebelum eksekusi transplantasi berlangsung, dengan mencukur habis rambut-rambut yang ada di tubuh bagian bawah. Kemudian mandi menggunakan cairan khusus anti septik.
Bagi kami itu benar-benar saat-saat yang menegangkan, semua keluarga sulit tidur. Pukul 8.00 operasi transplantasi itu akan dilaksanakan, jam 7.15 pendonor dibawa ke ruang operasi, setengah jam kemudian barulah ayah di bawa ke ruang operasi.
Operasi itu berlangsung sekitar 6,5 jam, Operasi selesai dilakukan pukul 14.30. Kemudian pada pukul 17.00 pendonor di bawa kembali ke ruang perawatan. Sedangkan resepien di masukan ke ICCU karena pasca operasi mengurus ayah yang merupakan resepien jauh lebih rumit di banding pendonor.
Karena di tubuh resepien sekarang ada benda baru dan harus dipastikan bisa diterima oleh tubuh, dan kedepannya butuh perlakuan khusus dalam jangka waktu tertentu.
Setelah Transplantasi
Karena daya tahan tubuh resepien sedang dalam kondisi di turunkan oleh obat-obat yang sengaja diberikan agar organ baru lebih cepat beradaptasi dengan tubuh resepien.
Selain itu, menurut keterangan dokter yang merawat saat itu ada beberapa kemungkinan komplikasi pasca transplantasi ginjal antara lain, infeksi, penolakan tubuh terhadap ginjal baru, dan penggumpalan darah.
Salah satu cara untuk menghindari infeksi, mertua saya selama satu bulan penuh harus berada di tempat yang sangat bersih dan dipastikan ia dan seluruh orang yang ada disekitarnya harus memakai masker di manapun berada, ayah waktu itu menyewa apartemen di sekitar RSCM. Karena selama satu bulan itu harus kontrol setiap minggu, dan perjalanan jauh tak diperkenankan karena kondisi pasca operasi tak memungkinkan itu.
Setelah satu bulan, tiga bulan berikutnya 2 minggu sekali kontrol, tiga bulan berikutnya sampai dengan satu tahun, kontrol harus dilakukan setiap bulan.
Keberhasilan transplantasi ginjal ditentukan pada perawatan keluarga terhadap si pasien,kebersihan dan makanan pasien harus benar-benar dijaga. Jangan terlalu sering berhubungan atau menerima tamu terlebih dulu.
Jadi treatment-nya itu seperti saat pandemi Covid-19, jaga jarak, menggunakan masker, hindari keramaian, dan makan makanan sehat yang menyehatkan.
Karena dengan kondisi imun turun, kuman/virus akan cepat masuk ke dalam tubuh, dan biasanya langsung akan menyerang organ tubuh yang belum sepenuhnya menyatu dalam tubuh, akhirnya infeksi terjadi di ginjal yang baru terpasang, dan gagal ginjal sangat berpotensi terjadi lagi.
Bagi pendonor sih tak terlalu rumit, setelah luka operasinya sembuh ia bisa segera pulang dan kembali beraktivitas normal. Karena pada dasarnya manusia bisa hidup dengan satu ginjal kok.
Terkait pendonor, sepertinya untuk menjadi pendonor sekarang ini ada perubahan yang cukup signifikan dibandingkan saat saya mengurusi proses transplantasi ayah mertua saya saat itu, mungkin sekitar tahun 2016 akhir lah.Â
Mengutip situs Alomedika, saat ini calon pendonor harus terlebih dahulu terregistrasi di Komite Transplantasi Nasional (KTN) yang berada di Jakarta atau perwakilan KTN yang ada di setiap provinsi. Berbeda dengan saat itu yang tak harus terregistrasi.
Untuk menjadi calon pendonor di KTN pun persyaratannya lumayan panjang.Â
Perubahan ini tentu saja sangat positif untuk menghindari transaksi jual beli organ atau kejahatan penjualan organ manusia yang kini mulai marak terdengar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H