Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

ASN, Pegawai BUMN, Direktur Bank, Bahkan Artis dan Penulis Sekalipun Adalah Buruh, Selamat Hari Buruh Kawan-Kawan

1 Mei 2023   10:30 Diperbarui: 1 Mei 2023   13:38 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk memperingati Hari Buruh Internasional atau International Labour Day hari ini atau biasanya disebut May Day, rencananya 50.000 ribu orang dari berbagai organisasi burung akan berunjuk rasa diberbagai kota di seluruh penjuru Tanah Air, di Jakarta demo akan dilakukan dua titik yakni di depan Istana Kepresidenan dan Komplek Istora Senayan.

Salah satu tuntutan yang paling kencang yang akan disuarakan para buruh adalah pencabutan  Undang-Undang Omnibus Law Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

Selain itu, menurut Ketua Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KSPI) yang juga merupakan Ketua Umum Partai Buruh, Said Iqbal, aksi demo hari ini juga akan menuntut 6 hal lain, yakni pencabutan Parliamentary Threshold 4 persen dan juga ambang batas pemilihan presiden 20 persen.

Kemudian, mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) serta menolak RUU Kesehatan.

Kelima, menyuarakan reforma agraria dan menguatkan ketahanan pangan. Keenam, menegaskan bahwa buruh akan mendukung calon presiden yang pro buruh dan kelas pekerja.

Dan terakhir, terkait tuntutan tradisional para buruh yang dalam bahasa KSPI diakronimkan menjadi HOSTUM, hapus outsourcing dan tolak upah murah.

Demo buruh seperti yang dilakukan hari ini, bukan lah barang baru, bahkan mungkin buruh merupakan salah satu pihak yang paling sering menyampaikan aspirasinya melalui aksi demonstarsi atau unjuk rasa.

Oleh sebab itu, acapkali diantara kita terutama yang aktivitas hariannnya berada di sekitar lokasi demo dilaksanakan misuh-misuh lantaran demo buruh tersebut mengganggu aktvitas sehari-hari terutama aktivitas kerja.

Kita tahu juga, demo para buruh itu hampir selalu dilakukan di spot-spot strategis, tempat semua orang berkegiatan ekonomi. 

Di Jakarta misalnya kalau tidak di sekitar Istana Negara dan Patung Kuda di Medan Merdeka Barat, Gedung MPR/DPR di Jalan Gatot Subroto atau di Bundaran HI perbatasan Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan Thamrin, tempat para pekerja kantoran dan pegawai BUMN dan Aparat Sipil Negara (ASN) bekerja.

Mereka kesal karena jalanan jadi macet parah, makanya para ASN dan karyawan kantoran lah yang kerap kesal dan marah dengan aksi buruh.

 "apalagi sih mereka demokan buruh itu,  ganggu orang kerja saja"

Para ASN dan karyawan kantoran seolah tidak sadar bahwa sebenarnya mereka juga adalah bagian dari "buruh."

Nah, sejatinya apa dan siapa sih yang masuk ke dalam klasifikasi buruh ini?

Penyebutan buruh itu merupakan gambaran dari sebuah kondisi objektif, artinya status sosial sebagai buruh tidak ditentukan berdasarkan apakah orang tersebut merasakan atau tidak, maupun sadar atau tidak.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Buruh adalah 

"/bu*ruh/ n orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah; pekerja.

Jika mengacu pada hal tersebut, artinya siapapun yang bekerja pada pihak lain dan oleh karenanya kemudian mendapatkan upah, adalah buruh, terlepas apapun pekerjaannya itu.

Dengan demikian, ASN, pegawai BUMN, karyawan bank, atau karyawan swasta kantoran yang wangi dan parlente, apapun jabatannya, juga diklasifikasikan sebagai buruh, lantaran mereka memiliki "tuan" yang mempekerjakan mereka, dan setiap bulannya mendapatkan upah atas kerja-kerja mereka.

Jadi, buruh itu bukan sebatas kuli atau para pekerja di sektor manufaktur saja yang belakangan sepertinya dianggap paling pantas menyandang status "BURUH"

Secara lebih jelas untuk menerangkan istilah buruh, dapat merujuk pada definisi yang tertuang dalam ketentuan tentang ketenagakerjaan.

Di Indonesia, aturan yang berlaku adalah Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Juncto Undang-Undang Nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

Dalam Pasal 1 ayat (3) UU Ketenagakerjaan buruh didefinisikan sebagai "setiap orang yang bekerja dengan menerima upah, atau imbalan dalam bentuk lain"

Jadi semakin terang, bahkan Direktur Utama Bank swasta atau BUMN sekalipun jika mengacu ayat tersebut statusnya adalah "Buruh" sama halnya dengan pekerja garment di perusahaan tekstil di Cikarang sana.

Definisi buruh sedemikian luas, karena dalam setiap UU yang ada tak pernah diatur mengenai perbedaan soal status. Saat ada sebuah hubungan dan perjanjian kerja, maka pihak yang menerima upah, gaji, atau salary, baik harian maupun bulanan, ya disebut buruh.

Bahkan tak ada aturan spesifik yang menjelaskan harus ada tempat kerja tertentu yang membuat seseorang bisa disebut buruh. 

Seperti yang tertulis dalam ayat lain di pasal yang sama UU Ketenagakerjaan, yaitu Pasal 1 ayat (15) dijelaskan bahwa perjanjian kerja harus memenuhi unsur adanya pekerjaan, upah, dan perintah.

Tak ada satu pun kata yang menunjukan "tempat" dalam ayat tersebut.Artinya  bekerja dimanapun dengan menggunakan media apapun, bahkan hanya dengan sekedar pesan WA sekalipun asal memenuhi unsur adanya pekerjaan, perintah,dan diberikan upah setelahnya, berdasarkan UU tersebut ya di sebut buruh.

Pun demikian, seandainya assignment pekerjaan yang diberikan pemberi kerja itu bersifat jangka pendek atau temporer, sepanjang ada unsur pekerjaan, perintah, dan upah maka statusnya ya buruh juga.

Jenis pekerjaan seperti ini biasanya disebut freelance, dan pelakunya disebut sebagai freelancer, jenis pekerjaan yang seperti ini biasanya ada dibidang-bidang teknologi, seni, dan budaya.

Oleh sebab itu sangat bisa apabila seorang programer, artis film, penyanyi, pelukis hingga penulis dikategorikan sebagai buruh.

Jadi, sepanjang  kita bekerja pada pihak lain dan mendapatkan upah atau imbalan dalam bentuk lain, ya buruh. Buruh tak terbatas pada sematan untuk para kuli kasar atau pekerja pabrik atau mereka yang bekerja di sektor-sektor manufaktur.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun