Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Skuad Iran Enggan Menyanyikan Lagu Kebangsaan Negaranya Saat Melawan Inggris, Apa Alasannya?

22 November 2022   06:40 Diperbarui: 22 November 2022   07:44 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada hal yang menarik dari pertandingan perdana Grup B Piala Dunia Qatar 2022 dimana hasil akhirnya Inggris berhasil membantai Iran dengan skor 6-2.

Dalam pertandingan yang berlangsung di Stadion International Khalifa, Senin (21/11/22) malam waktu Indonesia, para pemain Iran terlihat ttak menyanyikan lagu kebangsaan mereka sebelum pertandingan dimulai.

Seperti diketahui, dalam setiap pertandingan resmi antar negara termasuk dl dalamnya Piala Dunia, sebelum laga di mulai biasanya akan diperdengarkan lagu kebangsaan kedua negara yang akan bertanding.

Lazimnya ketika instrumental lagu kebangsaan dimainkan para pemain negara yang bersangkutan dengan penuh khidmat dan semangat akan menyanyikan lyrik lagu kebangsaannya,tapi tidak dengan para pemain Iran.

Sejumlah media international, diantaranya media Inggris The Guardian menyebutkan tindakan para pemain Iran tersebut untuk menegaskan bahwa mereka ingin "menjaga jarak" dengan Pemerintahnya, sekaligus merupakan bentuk protes mereka terhadap tindakan Pemerintah Iran yang semena-mena terhadap para demonstran yang menyerukan hak-hak perempuan  terkait masalah penggunaan hijab.

Tak hanya para pemain, lebih ekstrem lagi para supporter Iran yang berada di tribun,  berteriak secara bersamaan "huuuu" seolah mencemooh lagu kebangsaannya sendiri.

Di antara para penonton ada pula yang membawa poster bertuliskan " Women, Life  and Freedom." 

Diamnya para pemain Iran saat lagu kebangsaan mereka dikumandangan disebutkan The Guardian mendapatkan sorotan secara terbuka dari media reformis Iran yang berseberangan dengan Pemerintah.

Protes terhadap Pemerintah Iran, tak hanya dilakukan oleh timnas Sepakbola Iran tetapi juga disuarakan oleh atlet di berbagai cabang olahraga lain seperti Gulat, Panahan, dan Panjat Tebing saat mereka berlaga di event internasional.

Lebih jauh lagi, sebagian atlet perempuan Iran menolak mengenakan hijab saat bertanding, padahal bagi atlet perempuan Iran mengenakan hijab diwajibkan oleh Pemerintahnya.

Nah, terkait kewajiban mengenakan hijab bagi  perempuan inilah, yang menjadikan situasi politik dan keamanan Iran tak stabil dalam dua bulan terakhir.

Kondisi panas di Iran ini, bermula saat seorang perempuan muda berusia 22 tahun bernama Mahsa Amini yang ditahan oleh Polisi Iran karena lalai mengenakan Hijab di tempat umum tewas secara mengenaskan setelah 3 hari koma akibat disiksa oleh aparat keamanan setempat.

Tewasnya Amini memicu protes keras dari masyarakat Iran terutama kaum perempuan, mereka melakukan demonstrasi di beberapa kota besar di Iran.

Dalam protesnya ada sejumlah kelompok perempuan yang secara provokatif membuka hijabnya di muka umum.

Tak hanya di Iran, demonstrasi yang merupakan bentuk dukungan pada nasib perempuan Iran tersebut berlangsung juga di beberapa kota besar dunia seperti Athena, Berlin, Istanbul, Brusel, Madrid, London, New York hingga Melbourne.

Kasus Amini sendiri berangkat dari aturan ketat kewajiban berhijab bagi perempuan di Iran yang sudah diberlakukan sejak revolusi Iran 1979.

Aturan ini memberlakukan hukuman berat kepada perempuan yang tidak menutup aurat mereka sesuai Hukum  Syariah Islam di ruang publik dan di dunia maya.

Pemaksaan mengenakan hijab oleh Pemerintah Iran dianggap sebagai sesuatu yang membuat nasib perempuan Iran tertekan.

Demonstrasi yang dipicu oleh tewasnya Mahsa Amini ini telah berlangsung selama lebih dari dua bulan.

Korban tewas akibat aksi kekerasan aparat keamanan dalam menghadapi demonstrasi yang kemudian berubah menjadi bentrokan itu menurut organisasi hak azasi manusia internasional sudah mencapai 450 orang yang sebagian besar korbannya adalah  perempuan, serta 55 orang aparat keamanan dikabarkan juga tewas akibat bentrokan yang terjadi.

Menyikapi situasi tersebut, Pemerintah Iran alih-alih bersikap akomodatif terhadap massa demonstran dan kelompok reformis, malah bersikap lebih keras lagi.

Siapapun yang kedapatan secara langsung maupun tidak langsung mendukung gerakan demonstrasi ini hukuman berat menanti. Aparat keamanan sibuk menangkapi siapapun yang melakukannya.

Akhir pekan lalu, aparat keamanan Iran menangkap setelah memeriksa dua aktor terkemuka Iran Hengameh Ghaziani dan Katayoun Riahi yang menyatakan simpatinya dan menyuarakan solidaritas terhadap gerakan protes dan melepas jilbab di muka umum.

Selain dua aktor tersebut, meski belum ditangkap Ali Kharimi mantan pelatih Timnas Iran juga dikabarkan tengah dalam pengawasan ketat setelah menyatakan dukungannya kepada demonstran dan menyerukan agar rakyat Iran ikut turn ke jalan untuk melakukan protes.

Besar kemungkinan, skuad Iran yang berlaga melawan Inggris dalam pertandingan malam tadi akan merasakan dampaknya saat mereka kembali ke Iran.

Namun demikian, Pelatih Iran Carlos Queieoz asal Portugal mengatakan para pemainnya bebas melakukan protes.

Kapten Timnas Iran Ehsan Hajsafi dalam ssbuah wawancara sebelum pertandingan tersebut mengatakan bahwa dirinya berdiri di samoing korban tewas akibat kekerasan aparat kemanan Iran saat demosntrasi seraya mengungkap rasa duka citanya yang mendalam.

Sepakbola karena magnitude nya besar lantaran memiliki penggemar yang sangat banyak dan fanatik kerap dijadikan alat politik kelompok tertentu.

Bukan kali ini saja sepakbola dijadikan alat komunikasi politik dan medium dalam menyampaikan ekspresi atau jargon politik tertentu.

Termasuk di dalamnya saat FIFA menyerukan inklusivitas kelompok LGBTQ, yang manifestasikan dengan  ban kapten berwarna pelanginya. Kita tahu warna pelangi diidentikan dengan LGBTQ. 

Selain itu isu rasisme atau dukungan terhadap isu pemanasan global kerap dikomunikasikan sscara politik lewat olahraga yang digemari oleh lebih 3 milyar manusia di kolong langit ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun