Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

AHY for Sale, Kapan Larisnya?

31 Oktober 2022   11:48 Diperbarui: 31 Oktober 2022   14:43 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebenarnya judul di atas sudah basi, karena seluruh Indonesia sudah tahu bahwa Agus Harimurty Yudhoyono alias AHY putra sulung Presiden Republik Indonesia nomor 6 Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY, sejak mundur dari militer pada 2016 dengan pangkat Mayor memang sudah "dijual" untuk kepentingan politik Partai Demokrat yang didirikan oleh Sang Peppo, SBY.

Sayangnya, hingga saat tulisan ini dibuat pada Pukul 07.08, Senin 31 Oktober 2022 di atas Kereta Rel Listrik Jabodetabek, belum ada satu pihak pun yang berminat untuk "membeli" AHY.

" Tim marketing"  telah disiapkan Demokrat, mereka persistence mempresentasikan "dagangannya" dengan berbagai cara.

Bahkan, bukan cuma tim marketing yang ditugaskan untuk menjual Sang Putra Mahkota, tetapi seluruh kader Partai Demokrat dari Sabang sampai Merauke, dari Pulau Mianggas hingga Pulau Rote, wajib ikut serta mempromosikan "dagangan" itu.

Lantaran "menjual AHY" untuk jabatan publik tertinggi atau paling tidak nomor dua tertinggi sudah menjadi semacam "way of life" Partai Demokrat saat ini.

Pertanyaannya, meski begitu masif di promosikan kok barang dagangannya belum laku-laku. Sempat laku sih tapi yang "membeli" keluarganya sendiri, saat AHY dengan pengalaman politiknya yang minim tetiba dinobatkan menjadi Ketua Umum Partai Demokrat.

Satu-satunya pengalaman dirinya bertarung untuk kepentingan politik elektabilitas adalah saat ia maju dalam Pilkada DKI 2017 berpasangan dengan Silvia Murni, sesaat setelah mundur dari dunia militer.

Seperti kita ketahui, perolehan suaranya jeblok, tak bisa melanjutkan ke putaran kedua. Selepas itu, saat Pilpres 2019, SBY mencoba "menjual" AHY kepada Prabowo agar diajak menjadi sekondannya sebagai Cawapres.

Kurang beruntung, Prabowo enggan "membeli" AHY padahal upaya maksimal sudah dilakukan SBY dan Demokrat.

Seperti kita saksikan, Prabowo lebih memilih Sandiaga Uno sebagai pasangannya dalam Pilpres 2019 lalu.

Ketika Pilpres 2019 usai dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan Pasangan Jokowi-Maaruf Amin sebagai pemenang, SBY dan Demokrat bergerak mendekati Jokowi, siapa tahu bisa "menjual" AHY untuk jabatan publik seperti Menteri.

Sempet santer pada masa itu, Partai Demokrat akan bergabung dengan Koalisi Jokowi jilid II dan AHY akan dijadikan Menteri dalam kabinetnya.

Ndilalahnya, tak kejadian juga, entah apa sebab pastinya,  mungkin karena hubungan SBY dan Demokrat dengan PDIP anggota koalisi sekaligus pengusung utama Jokowi kurang bagus menjadi salah satu musababnya.

Lantaran berbagai upaya untuk "menjual" AHY kandas, agar "barang" itu kelihatan bagus dan bisa terus diperhatikan dan di kurasi publik, "dibelilah" AHY oleh kalangan internal Demokrat, menjadi Ketua Umum Partai-nya.

Harapannya, dengan menjabat Ketua Umum Partai Demokrat bisa menjadi semacam etalase agar bargaining position lebih tinggi dan portofolio politik AHY pun menjadi tambah berwarna, serta satu hal lagi, namanya akan lebih sering disebut dan diperhatikan oleh media agar masyarakat tak lupa ada seseorang bernama, AHY.

Padahal untuk urusan Politik, sebenarnya Putra Kedua SBY yang bernama Eddy Bhaskoro Yudhoyono jauh lebih berpengalaman, sehingga lebih pantas menjadi ketua umum.

Tapi ya titah Peppo kan undeniable, "ceuk aing AHY, nya AHY" ya sudah jadi lah ia Ketua Umum Partai Demokrat.

Benar saja, nama AHY menjadi lebih moncer setelah menjadi Ketum Partai Demokrat paling tidak namanya sering disebut media.

Ia pun memiliki kekuasaan penuh untuk mengontrol Demokrat, sehingga memungkinkan dirinya bisa lebih menjual.

Ia masuk dalam radar lembaga survey sebagai salah satu bakal calon presiden dan calon wakil presiden potensial untuk Pemilu 2024 mendatang.

Sempat dihantam soal dualisme kepengurusan, saat beberapa kader senior dibantu oleh Moeldoko mencoba mengkudeta kepemimpinannya di Partai Demokrat.

Namun, ia berhasil mengatasi hal tersebut karena memang sangat jelas dengan fakta dan bukti yang ada Demokrat AHY lebih memiliki legalitas sehingga secara hukum formal mereka memenangkan gugatan hukum hingga kini sudah berkekuatan hukum tetap.

Tantangan selanjutnya, adalah "menjual" AHY untuk kepentingan Pilpres 2024. Demokrat seperti halnya semua partai lain mencoba menjajaki kemungkinan koalisi dan kolaborasi dengan partai lain agar bisa mengusung pasangan capres.

Andai Presidential Threshold (PT) 0 persen atau paling banyak 5 persen, mungkin AHY sudah secara resmi dijadikan capres oleh Demokrat. Tetapi karena PT 20 persen sesuai Undang-Undang nomor tahun 2017 tentang Pemilu yang menjadi dasar partai politik bisa mengajukan pasangan capres, mau tidak mau Demokrat kembali harus berjuang menjual AHY , lantaran perolehan suara Demokrat tak cukup untuk maju sendiri.

Jika kita cermati, konstelasi politik saat ini paling mungkin AHY bisa "dijual"kepada Partai Nasdem yang sudah mengusung capresnya, yakni Anies Baswedan.

Itupun untuk menjadi bakal calon RI 2, karena slot untuk RI 1 sudah pasti milik Anies Baswedan lantaran hasil survey nya sangat kinclong, berada di papan atas bersama Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.

Sementara AHY, hanya masuk level menengah bersama Ridwan Kamil dan Sandiaga Uno. Meskipun untuk survei bakal calon wakil presiden, AHY masuk jajaran papan atas juga bersaing dengan Sandiaga Uno dan Ridwan Kamil.

Pembicaraan intensif antar Nasdem,PKS, dan Demokrat kini sedang dilakukan, salah satu topiknya mencari pendamping Anies.

Di forum ini lah upaya Demokrat menjual AHY paling potensial berhasil, meskipun kenyataan di lapangan diskusinya sangat alot. Makanya hingga kini belum ada keputusan pasti bahkan untuk keputusan berkoalisi sekalipun.

Dalam konteks Pilpres 2024, PKS pun berusaha menjual kadernya sebagai bakal cawapresnya Anies. Di sisi lain, Anies pemilik hak prerogatif untuk menentukan siapa yang akan menjadi pendampingnya, masih terus menimbang-nimbang semua aspek calon pendampingnya.

Demokrat sendiri kelihatannya sangat all out dalam menjual AHY kali ini, salah satu kader Demokrat yang paling keras mempromosikan bos-nya adalah Ketua Bapilu Partai Demokrat, Andi Arief.

"Mas AHY punya elektabilitas. Kita bukan memaksakan Mas AHY, tapi karena AHY ada daya dorong untuk menang. Sejak 2018 elektabilitas cawapresnya sudah lumayan besar. Itu yang mempengaruhi,” kata Andi, seperti dilansir Tempo.co. Selasa (25/10/22) lalu.

Namun demikian, tak ada jaminan juga AHY akan benar-benar dipilih sebagai pendamping Anies. Meski kemungkinan itu ada.

Andai kemudian AHY tak ada yang "membeli" juga, mungkin sudah waktunya bagi Demokrat dan AHY untuk mengevaluasi segmen dan cara marketing mereka.

Mungkin dengan kualitas AHY yang masih belum terbukti kehandalannnya, segmen bidikannya janganlah langsung posisi "la cream de la cream" RI 1 dan RI 2.

Cobalah dari segmen lebih rendah, bisa menjadi calon gubernur atau calon legislatif untuk duduk sebagai anggota DPR-RI.

Selain nantinya bakal memiliki pengalaman lebih di dunia politik praktis, Curriculum Vitae nya pun bakal lebih keren tak hanya sebatas pensiunan Mayor Angkatan Darat.

Mungkin, dengan itu, dalam Pemilu 2029 mendatang daya jualnya lebih tinggi  sehingga peluangnya untuk menduduki jabatan RI 1 dan RI 2 lebih terbuka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun