Sempet santer pada masa itu, Partai Demokrat akan bergabung dengan Koalisi Jokowi jilid II dan AHY akan dijadikan Menteri dalam kabinetnya.
Ndilalahnya, tak kejadian juga, entah apa sebab pastinya, Â mungkin karena hubungan SBY dan Demokrat dengan PDIP anggota koalisi sekaligus pengusung utama Jokowi kurang bagus menjadi salah satu musababnya.
Lantaran berbagai upaya untuk "menjual" AHY kandas, agar "barang" itu kelihatan bagus dan bisa terus diperhatikan dan di kurasi publik, "dibelilah" AHY oleh kalangan internal Demokrat, menjadi Ketua Umum Partai-nya.
Harapannya, dengan menjabat Ketua Umum Partai Demokrat bisa menjadi semacam etalase agar bargaining position lebih tinggi dan portofolio politik AHY pun menjadi tambah berwarna, serta satu hal lagi, namanya akan lebih sering disebut dan diperhatikan oleh media agar masyarakat tak lupa ada seseorang bernama, AHY.
Padahal untuk urusan Politik, sebenarnya Putra Kedua SBY yang bernama Eddy Bhaskoro Yudhoyono jauh lebih berpengalaman, sehingga lebih pantas menjadi ketua umum.
Tapi ya titah Peppo kan undeniable, "ceuk aing AHY, nya AHY" ya sudah jadi lah ia Ketua Umum Partai Demokrat.
Benar saja, nama AHY menjadi lebih moncer setelah menjadi Ketum Partai Demokrat paling tidak namanya sering disebut media.
Ia pun memiliki kekuasaan penuh untuk mengontrol Demokrat, sehingga memungkinkan dirinya bisa lebih menjual.
Ia masuk dalam radar lembaga survey sebagai salah satu bakal calon presiden dan calon wakil presiden potensial untuk Pemilu 2024 mendatang.
Sempat dihantam soal dualisme kepengurusan, saat beberapa kader senior dibantu oleh Moeldoko mencoba mengkudeta kepemimpinannya di Partai Demokrat.
Namun, ia berhasil mengatasi hal tersebut karena memang sangat jelas dengan fakta dan bukti yang ada Demokrat AHY lebih memiliki legalitas sehingga secara hukum formal mereka memenangkan gugatan hukum hingga kini sudah berkekuatan hukum tetap.