Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Benarkah Pensiunan PNS Menjadi Beban Keuangan Negara?

28 Agustus 2022   08:10 Diperbarui: 28 Agustus 2022   08:45 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin pemilihan diksi "beban" yang digunakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati  beserta jajaran Kementerian Keuangan terkait pembayaran uang pensiun Pegawai Negeri Sipil (PNS) dirasa kurang enak didengar.

Meskipun, sebenarnya yang dimaksud SMI bukan pensiunan as a person yang menjadi "beban," tetapi skema pembayaran pensiunan PNS lah yang menjadi beban keuangan negara.

Namun, diksi pensiunan PNS  beban negara yang dipahami  as a person itu sudah terlanjur menjadi perbincangan di jagat Twitter alhasil keriuhan pun kemudian terjadi.

Jika benar SMI atau jajaran pejabat Kemenkeu menganggap pensiunan PNS sebagai beban negara, sungguh sangat sadis dan ironis, serupa peribahasa habis manis sepah dibuang.

Ketika di usia produktif dan mengabdi pada negara, mereka tentu saja sudah bekerja sebaik dan semaksimal mungkin dalam memberikan sumbangsihnya untuk negara dalam durasi yang cukup panjang.

Oleh sebab itu, meskipun masa bakti mereka telah selesai, saya rasa mereka masih memiliki nilai aset yang sangat patut untuk dihargai.

Mungkin ada baiknya Kemenkeu menghindari diksi "beban" apabila berkaitan dengan pensiunan.

Memang dalam bahasa akuntansi beban atau expenses  itu lazim digunakan untuk menerangkan jenis pengeluaran yang membantu proses perolehan barang atau jasa yang akan berpengaruh pada pendapatan di kemudian hari.

Dan sangat wajar bila digunakan untuk menerangkan pengeluaran dalam APBN. Tapi tak semua orang memahami "beban" dalam prespektif akuntansi.

Masyarakat mengenal beban, seperti yang diartikan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) beban adalah barang (yang berat) yang dibawa (dipikul atau dijunjung). Intinya beban berkonotasi kurang genah lah, karena seolah dianggap tak berguna.

Apalagi seperti yang saya tahu berkaca pada ibu saya yang kebetulan seorang pensiunan PNS, pada saat mereka aktif bekerja gaji mereka dipotong setiap bulannya untuk jaminan pensiun dan dikelola oleh perusahaan asuransi milik negara bernama TASPEN.

Jadi dalam sudut pandang PNS mereka mendapatkan pensiun selain sebagai bentuk penghargaan dan priviledge sebagai pegawai negara juga karena mengiur di setiap bulannya, lewat pemotongan gaji.

Makanya tak heran dan bisa dipahami, ketika Menkeu dan jajarannya menyebut pembayaran pensiunan menjadi beban negara, mereka meradang yang berujung kegaduhan di media sosial.

Padahal, Pemerintah dalam hal ini Kemenkeu menganggap yang menjadi beban bagi keuangan negara iti adalah skema pembayaran pensiunnya.

Makanya dalam beberapa tahun terakhir Kemenkeu berusaha merubah skema pembayaran dana pensiun bagi PNS yang selama ini  dianggap memberatkan APBN.

Besaran pembayaran pensiun PNS dalam kas keuangan negara mencapai Rp.2.800 triliun, angka yang luar biasa besar dan akan terus bertanbah seiring bertambahnya jumlah PNS yang akan masuk usia pensiun.

Jika skemanya tak diubah, kondisi APBN bakal menjadi berat.

Saat ini, skema pembayaran pensiun PNS, Polri dan TNI adalah Pay as You Go. Dengan perhitungan diambil sebesar 4,75 persen dari gaji pokok ditambah tunjangan suami/istri dan anak dan ditambah dari APBN yang dihimpun oleh Taspen.

Sedangkan untuk Polri dan TNI pengelola dana iurannya dilakukan oleh PT. ASABRI.

Rumus perhitungan dana pensiun PNS,Polri, dan TNI  seperti yang saya kutip dari Kemenkeu.go.id adalah 2,5 persen dikalikan masa kerja dikalikan lagi gaji pokok terakhir.

Nilai akhir dari perhitungan tadi kemudian ditambah tunjangan dan itu lah yang diterima pensiunan aparatur negara.

Nah skema ini lah yang dianggap menjadi beban Pemerintah. Oleh sebab SMI mengusulkan untuk mengubah skema Pay as You Go dengan skema fully funded.

Skema baru ini nantinya akan menggunakan perhitungan yang berbeda. Dana pensiun Aparatur Negara diambil dari persentase take home payment (THP) yang didalamnya termasuk gaji pokok + tunjangan suami/istri dan anak serta tunjangan kinerja serta tunjangan lainnya.

Persentase tersebut kemudian ditambah oleh Pemerintah sebagai pihak pemberi kerja. Dengan skema ini bukan hanya akan meringankan keuangan negara tetapi juga nantinya bakal menguntungkan PNS karena uang pensiun yang mereka terima akan lebih besar dibandingkan dengan skema saat ini.

Selain itu menurut sejumlah pengamat keuangan negara, skema yang saat ini berjalan tidak bisa berkelanjutan, pasalnya jika krisis  berat melanda hingga membuat negara mengalami kesulitan keuangan, bisa jadi uang yang seharusnya dibayarkan negara kepada para pensiunan tak ada.

Akibatnya akan sangat berat bagi para pensiunan dan bisa berdampak sosial politik bagi negara. 

Melalui skema fully funded dengan iuran yang reguler dibayarkan secara patungan oleh pekerja (PNS,Polri, dan TNI) dan pemberi kerja dalam hal ini pemerintah, maka akan terkumpul dana kelolaan dalam jumlah yang sangat besar.

Nah, dana kelolaan ini dapat diinvestasikan pada instrumen investasi yang sangat prudent, aman dengan imbal hasil bagus.

Hasil investasi dari pengelolaan dana pensiun ini bisa meringankan kewajiban pendanaan pensiun dari pemerintah.

Untuk itu makanya skema pembayaran pensiun sudah waktunya diubah, karena skema yang kini sedang berjalan menjadi beban bagi keuangan negara.

Sekali lagi yang menjadi beban itu skema pembayaran pensiunnya, bukan pensiunannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun