Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Benarkah Islamofobia Terjadi di Indonesia yang Mayoritas Penduduknya Beragama Islam?

18 Juli 2022   07:02 Diperbarui: 18 Juli 2022   07:09 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Normalnya, Islamofobia muncul dan terjadi di negara-negara yang mayoritas penduduknya non muslim seperti di Eropa dan Amerika Serikat.

Namun, belakangan istilah kontroversial yang merujuk pada prasangka, diskriminasi, ketakutan dan kebencian terhadap Islam dan para penganutnya itu dimunculkan oleh sejumlah pihak di Indonesia.

Negara yang 85 persen penduduknya memeluk agama Islam, memiliki pemimpin yang juga Muslim bahkan Wakil Presidennya adalah seorang ulama.

Setiap penduduk muslim di Indonesia hingga hari ini masih bebas menjalankan Rukun Islam dan Rukun Iman yang di yakini dalam Islam sebebas-bebasnya.

Lebih dari itu, negara pun memfasilitasi kegiatan peribadatan secara all out. Untuk urusan  rumah ibadah, Mesjid bisa didirikan dimana pun tanpa hambatan apapun.

Penggunaan pengeras suara, untuk mengumandangkan panggilan kewajiban Shalat lima waktu bersahutan di tiap Mesjid tanpa ada yang memprotes.

Majelis taklim bertebaran dimana-mana, kegiatan agama seperti peringatan Idul Fitri, Idul Adha, Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di peringati dan difasilitasi oleh Pemerintah

Bahkan untuk keperluan Ibadah haji, Pemerintah benar-benar mengurus semua itu dengan seksama, mungkin hanya di Indonesia manajemen Ibadah berhajinya begitu tertata.

Lebih lanjut lagi, Undang-Undang tentang pernikahan di Indonesia merujuk sepenuhnya pada aturan yang berlaku dalam agama Islam.

Sertifikasi makanan yang halal di konsumsi oleh seorang Muslim, juga menjadi semacam kewajiban.

Intinya, Islam di Indonesia merupakan agama yang memperoleh perlakuan first class. Jauh dari prasangka, diskriminasi,ketakutan,  dan kebencian, terhadap Islam seperti ciri terjadinya Islamofobia

Menjadi aneh ketika belakangan ada sejumlah pihak mengklaim bahwa di Indonesia telah terjadi Islamofobia, dasar pemikirannya dari mana.

Coba silahkan renungkan dan rasakan, apakah kalian yang Muslim atau Muslimah mendapat perlakuan buruk ketika menggunakan simbol-simbol.yang menunjukan ke-Islam-an kalian, seperti mengenakan hijab ditempat kerja atau sekolah?

Bahkan menurut penglihatan saya, saat ini lebih banyak wanita dewasa Muslim yang mengenakan hijab dibandingkan yang tidak mengenakannya.

Apakah saat kalian mengenakan hijab di semati cap buruk oleh pemerintah atau siapapun?

Apakah ketika kalian berniat untuk melaksanakan Shalat 5 waktu di tengah aktivitas harian ada larangan?

Tidak kan?

Bahkan difasilitasi, setiap Kantor Pemerintahan dan lembaga Negara serta seluruh perusahaan swasta minimal selalu memiliki satu Mesjid atau Mushalla untuk melaksanakan Shalat, bahkan diantaranya  ada yang Mesjidnya sangat besar dan mentereng.

Dengan fakta-fakta diatas, apakah memang telah terjadi Islamofobia di Indonesia di negeri yang memiliki penduduk muslim paling banyak di dunia.

Seolah-olah telah terjadi deretan tindakan yang menunjukan bahwa telah terjadi Islamofobia di Indonesia.

Sehingga isu Islamofobia digoreng sedemikian rupa oleh para pihak yang sebenarnya kebanyakan di inisiasi oleh mereka yang gemar menggunakan agama untuk kepentingan politiknya.

Menurut Karen Amstrong dalam bukunya berjudul "Islamofobia," istilah Islamofobia diperkenalkan pertama kali sebagai sebuah konsep dalam sebuah laporan bertajuk "Runnymede Trust Report" yang dirilis tahun 1991.

Dalam laporan tersebut Islamofobia didefinisikan sebagai permusuhan tidak berdasar terhadap umat Islam dan dengan demikian menimbulkan kebencian atau ketakutan terhadap sebagian besar atau semua Umat Islam.

Istilah ini diciptakan dalam konteks umat Islam di Inggris atau Eropa pada umumnya dan dirumuskan berdasarkan kerangka berpikir Xenophobia yang diperluas.

Xenophobia sendiri memiliki arti ketakutan dan kebencian terhadap orang asing.

Sikap Islamofobia menurut laporan tersebut lahir karena serangkain pandangan mereka yang salah tentang Islam.

Mereka berpandangan bahwa Islam adalah agama monolitik yang tunggal dan kaku tanpa variasi dan tak mampu beradaptasi dengan realitas-realitas baru.

Selain itu, mereka beranggapan bahwa Islam tidak memiliki nilai-nilai yang sama dengan yang diajarkan agama-agama besar lainnya.

Dalam pandangan Barat Islam merupakan agama inferior yang biadab,kuno, dan tidak rasional. Serta menganggap Islam merupakan agama kekerasan yang mendukung terorisme dan mereka juga melihat Islam  sebagai ideologi politik yang buas.

Untuk menjelaskan pandangan tadi, sedikit banyak harus memahami bahwa budaya negara-negara Barat sangat kental dengan nilai-nilai agama Kristen.

Hal tersebut, menurut Peneliti Ilmu Sosial Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ibnu Nadzir, sedikit banyak memengaruhi persepsi masyarakat di Negara Barat terhadap Islam dan penganutnya.

Pandangan mereka ini sebetulnya sama sekali tidak benar, karena pada dasarnya Islam menurut sejumlah litelatur yang saya baca adalah agama yang sangat adapatif terhadap perkembangan zaman dan sangat humanis.

Namun, pandangan yang tak benar ini kemudian seolah terkonfirmasi  dengan kejadian 9/11 tahun 2001 , saat mereka yang kebetulan beragama Islam melakukan aksi terorisme menghancurkan gedung WTC.

Oleh sebab itu kemudian istilah Islamofobia menjadi lebih terkenal dan dipraktikan secara lebih luas setelah kejadian tersebut. 

Apalagi kemudian, anggapan itu diikuti fakta hadirnya organisasi-organisasi teroris yang menggunakan identitas agama Islam seperti Al Qaeda dan ISIS misalnya.

Akibatnya seperti penelitian yang dilakukan oleh Hans Dekker dan Jolanda van Der Noll pada tahun 2007 di Belanda yang diberi judul "Islamofobia and It's Origin: A Study Among Dutch Youth"

Islamofobia dimanifestasikan oleh masyarakat Belanda dengan sikap negatif yang berbeda-beda mulai dari keengganan memiliki tetangga Muslim, tidak memercayai temannya yang beragana Islam, hingga sama sekali tak maau berteman dengan mereka yang Muslim.

Lantas bagaimana caranya agar Islamofobia ini bisa dihilangkan atau paling tidak bisa dikurangi intensitasnya.

Ya, Umat Muslim harus menyuarakan dan mempraktikan keteladan Islam yang berkeadaban mulia dan benar-benar menjadi Rahmatan lil Alamin, menjadi rahmat bagi sekalian alam sebagaimana masa kerisalahan Nabi Besar Muhammad SAW.

Umat Islam melalui para pendakwah,  Ulama  dan para tokohnya agar makin bijak menarasikan pesan-pesan Islami agar tidak menjurus atau membawa-bawa muatan keagamaan yang cenderung ekstrem radikal yang membenarkan tudingan pihak lain dalam bias radikalisme dan Islamofobia.

Buktikan bahwa Kaum Muslim, baik secara pribadi maupun kelompok adalah membawa kebaikan dalam segala aspek kehidupan untuk membangun peradaban mulia di muka bumi ini.

Dan mari kita renungkan bersama apakah fenomena Islamofobia itu juga terjadi di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam?

Atau fenomena itu hanya difabrikasi agar kelihatan ada hanya untuk melancarkan kepentingan politik identititas semata

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun