Malah yang tidak seharusnya mendapatkan subsidi, di konfirmasi. Hal-hal seperti ini biasa terjadi seperti pada saat pemberian bantuan sosial.
Hal-hal seperti inilah yang harus sejak awal diantispisasi oleh Pertamina, agar tak berdampak buruk dan menjadi beban tambahan bagi Pemerintah.
Saya paham semua keribetan tentang aturan baru pembelian Pertalite dan Solar tersebut agar subsidi BBM yang diberikan Pemerintah tepat sasaran.
Kita tahu juga, anggaran Pemerintah untuk subsidi energi termasuk di dalamnya BBM,terus mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Seiring melonjaknya harga energi dunia akibat konflik Rusia dengan Ukraina yang entah kapan akan berakhir.
Dan harus dingat juga anggaran belanja dalam APBN tersebut ada batasnya. Karena ada Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mengatur hal tersebut
Jika anggaran belanja itu dilepaskan begitu saja, sangat mungkin target untuk mengembalikan defisit APBN ke angka di bawah 3 persen sesuai Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN 2020 Â pada tahun 2023 nanti tak akan tercapai.Â
Sebagai tambahan informasi, sebelumnya,karena pandemi belum menunjukkan tanda-tanda terkendali, pemerintah kemudian melakukan perubahan. Pada April 2020, melalui Perpres 54/2020 tadi, target pendapatan negara turun menjadi Rp1.760,8 triliun.
Adapun anggaran belanja bertambah menjadi Rp2.613,8triliun. Dengan demikian, defisit anggaran melebar menjadi 5,07 persen dari PDB.
Konsekuensi dari melebarnya defisit APBN itu adalah pemerintah harus menambah utang negara, baik melalui surat berharga maupun pinjaman bilateral atau multilateral, untuk menambal gap antara pendapatan dan belanja negara.
Padahal kita tahu juga, perkara utang negara ini kerap dijadikan gorengan politik oleh sejumlah pihak, padahal apabila kita tidak berhutang maka akan ada kebutuhan masyarakat yang tak terbiayai dan itu juga akan menimbulkan masalah lain.
Nah, jika kemudian subsidi BBM itu dibiarkan tak terkendali, maka gap APBN tadi tak akan memendek bahkan mungkin terus melebar.