Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Cuti Hamil 6 Bulan dalam RUU KIA, Dampaknya Tak Sesederhana Membalikan Telapak Tangan

23 Juni 2022   12:24 Diperbarui: 23 Juni 2022   12:45 769
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenapa demikian, karena ketika salah satu pekerja cuti hamil apalagi dalam jangka waktu 6 bulan, beban kerja yang biasanya ia tanggung akan di handover kepada rekan kerjanya.

Saya pernah merasakan hal ini harus menanggung beban kerja rekan yang sedang cuti hamil, intensitas pekerjaan menjadi berlipat-lipat

Menjalaninya selama dua bulan saja sudah bikin semaput, pontang-panting enggak keruan, jam kerja menjadi panjang, kerjaan menjadi overload, akhirnya hasil kerjanya tak optimal, ujungnya saya lagi yang disalahin.

Dan ironisnya, tanpa insentif tambahan apapun.

Apalagi jika kemudian cutinya diperpanjang hingga 6 bulan, bakal seperti apa jadinya. Belum lagi jika rekan kerjanya tersebut perempuan juga yang memiliki anak balita yang masih butuh perhatian, biasanya pulang jam 17.00 karena harus menanggung pekerjaan rekan kerjanya yang sedang cuti hamil jadi pulang jam 20.00 misalnya.

Dengan kondisi tersebut berarti ia harus kehilangan quality time bersama anaknya seperti ia lakukan selama ini.

Nah, dengan pemotongan upah atau tanpa digaji, perusahaan tempat ia bekerja kan bisa mengalokasikannya untuk insentif kepada rekan kerja yang menanggung beban kerjanya selama cuti atau bisa digunakan perusahaan untuk merekrut pekerja temporer pengganti dirinya.

Jika solusi ini dianggap kurang propered dan urusan extended cuti hamil menjadi 6 bulan ini dianggap penting oleh masyarakat serta negara, kenapa tak menggunakan sistem burden sharing, negara dan pemberi kerja berbagai beban. Katakanlah pemberi kerja menanggung 60 persen sementara negara 40 persen atau bisa saja fifty-fifty. 

Atau jika burden sharing ini dianggap tak berkeadilan karena negara ikut menanggung tapi yang ditanggung hanya pekerja formal, sementara para pekerja sektor informal tidak.

Mungkin ada baiknya cuti yang dibayar atau  paid leave dan parental leave ini dilakukan dengan melibatkan BPJS  Ketenagakerjaan. Bikin aturan baru terkait program paid leave dan parental leave.

Siapkan sumber pendanaannya apakah ditanggung sepenuhnya oleh pemberi kerja, atau ada subsidi dari negara dengan begitu aspek asuransi sosial dan pembagian risikonya menjadi jelas, sehingga tak ada yang dirugikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun