Cornering dalam bahasa sederhananya adalah menggoreng harga saham sesuai keinginan para pelakunya agar mendapatkan untung.
Sedangkan insider trading, adalah informasi orang dalam yang menyebabkan informasi yang diterima investor tidak simetris.
Tujuan dari manajemen  dan pemilik lama Lippo melakukan praktik tersebut agar bisa menguasai kembali saham mayoritas di Lippo Bank.
Saat itu, banyak yang menduga skenario yang mereka inginkan adalah  dengan mengakali rencana right issue atau Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD)  yang saat itu rencananya akan dilaksanakan.
Lewat cara itu, Pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas Lippo mau tidak mau harus mengeluarkan banyak uang untuk mengeksekusi HMETD tadi, karena jika tidak persentase kepemilikan saham pemerintah di Lippo Bank bakal terdilusi.
Intinya, pemilik lama berkeinginan rekapitalisasi kembali dilakukan oleh pemerintah terhadap bank itu.
Hal ini lah kemudian dibongkar oleh Lin Che Wei, sehingga kemudian skandal ini menguar ke publik dan otoritas Bursa Saham Indonesia melakukan investigasi mendalam terhadap kasus tersebut.
Merujuk pada hasil investigasi Bapepam, ada sejumlah fakta yang menunjukan bahwa manajemen Lippo Bank memang secara sengaja memberikan imformasi yang menyesatkan pada laporan keuangan per 30 September 2002.
Lewat hasil pemeriksaan mendalam, Bapepam menemukan bahwa laporan keuangan yang dirilis Lippo di media nasional tidak diaudit, meskipun angka-angkanya sama seperti yang tercantum dalam laporan auditor independen.
Padahal pihak Lippo mengaku bahwa laporan keuangan tersebut telah diaudit. Dengan begitu, jelas dan terang bahwa pihak Lippo telah memberikan informasi yang tidak benar dan menyesatkan.
Cukup rumit sebenarnya kasus Lippogate ini karena melibatkan financial enginering yang lumayan sophisticated.