Mereka yang merupakan mahasiswa tingkat akhir yang bermaksud menyelesaikan Kuliah Kerja Nyata(KKN) kemudian bertemu dengan sesosok pria paruh baya bernama Prabu  yang kemudian diketahui sebagai kenalan baik Ilham yang menjadi Kepala Desa di wilayah tersebut.
Desa ini berada jauh di tengah hutan di Selatan Jawa Timur.
Sampai di sini film ini masih oke, tetapi sayangnya setelah masuk ke "badan cerita" plotnya benar-benar acak kadut, loncat-loncat tak tentu arah seolah kita sedang menonton sebuah sketsa cerita yang tak berhubungan satu sama lain, ala sketsa humornya Komeng Uhuuui.
Temponya sangat lambat, sutradaranya seolah hanya ingin mengeksploitasi ketegangan dari setiap scene-nya yang menurut saya sangat menggangu.
Ketegangan itu pun seolah dilama-lamakan, awalnya sih oke tapi ketika setiap adegan tegang dibuat seperti itu jadinya yah annoying.
Suara latar berperan besar dalam membangun ketegangan itu, andai penonton tutup saja telinganya ya ga akan ada rasa tegang-tegangnya sama sekali.
Jika diperhatikan lebih seksama, banyak inkonsistensi saat membangun ketegangan tersebut. Pada saat adegan Widya akan mengambil air minum ke dapur, lantaran ingin membangun ketegangan jarak antara kamar dan dapur itu digambarkan begitu jauh.
Tapi dalam adegan lanjutannya saat Widya pingsan akibat melihat sosok ghaib yang menempel pada Nur.
Anton yang diminta kawan-kawannya untuk mengambil air minum, secepat kilat pergi dan balik lagi dari dapur ke kamar.
Padahal adegan sebelumnya menggambarkan jarak dapur dan kamar itu digambarkan sangat jauh dan butuh waktu lama untuk menempuhnya.
Inkonsistensi adegan yang dibuat hanya untuk memperoleh ketegangan tersebut terus terjadi sepanjang film, benar-benar ala sinetron yang akibatnya membuat film tersebut bergerak luar biasa lambat, seolah-olah hanya memperpanjang durasi.