Minyak goreng kini menjadi produk pangan yang paling banyak dibicarakan di Indonesia, tata niaganya membuat pening seluruh rakyat Indonesia.
Mulai dari presiden, menteri hingga emak-emak dibuat pusing oleh "sang minyak goreng" ini. Sebenarnya sejak kapan sih manusia di Indonesia atau di dunia ini menggunakan minyak goreng untuk mengolah makanan.
Minyak goreng menurut sejumlah sumber referensi yang saya dapatkan, pertama kali dipergunakan pada masa Tiongkok Kuno.
Bukan berasal dari nabati seperti minyak goreng yang kita kenal sekarang  awalnya minyak goreng berasal dari lemak daging yang mereka masak sebelumnya.
Bahan dasar lemak dagingnya berbeda pada setiap musimnya. Pada musim semi, mereka akan menggunakan minyak goreng dari lemak sapi untuk menggoreng daging domba dan  babi.
Pada musim panas, mereka akan menggunakan minyak goreng yang berasal dari lemak daging domba untuk memasak ayam dan ikan kering.
Sedangkan pada musim gugur mereka akan menggunakan lemak dari daging babi untuk memasak daging sapi dan rusa.
Di musim dingin kembali mereka akan menggunakan lemak dari daging domba untuk memasak ikan segar dan daging bebek atau angsa.
Minyak goreng berbahan dasar nabati, pertama digunakan pada masa Dinasti San Guo, bukan dari keluarga Coco Nucifera atau kelapa-kelapan seperti yang banyak digunakan hari ini.
Minyak goreng nabati yang pertama digunakan di dunia justru berasal dari biji wijen. Minyak wijen yang beraroma khas hingga saat ini masih dipergunakan terutama untuk memasak makanan khas China.
Seiring berjalannya waktu, penemuan bahan dasar minyak goreng nabati  terus berkembang yang memunculkan variasi baru.
Mulai dari  yang berbahan dasar kedelai, kacang hijau, kacang tanah, kacang hitam, bji kapas, zaitun, adas, hingga kenari.
Minyak goreng nabati berbahan dasar kelapa sawit justru di temukan di Eropa, meskipun awalnya bukan untuk kebutuhan rumah tangga melainkan industri.
Mereka membudidayakan tanaman kelapa sawit di daerah jajahannya di Benua Afrika. Kelapa sawit atau Elais Guineensis merupakan tumbuhan beriklim tropis yang mengandung minyak nabati paling serbaguna di dunia.
Menurut situs Sciencedirect.com dalam tulisannya bertajuk "A Brief History of Palm Oil" Awalnya kelapa sawit tumbuh liar di sepanjang Pantai Barat Benua Afrika, dan merupakan tanaman tropis endemi di Benua Hitam tersebut
Kelapa sawit pertana kali dikenal lebih dari 5.000 tahun lalu. Mulai di konsumsi sebagai bahan makanan oleh masyarakat Mesir, dan menjadi salah satu komoditas alam yang pertama diperdagangkan.
Di pasar internasional minyak kelapa sawit mulai diperdagangkan pada masa setelah revolusi industri terjadi di Inggris pada tahun 1.500-an.
Saat itu kelapa sawit dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan lilin, sabun, hingga minyak pelumas.
Karena multi guna kebutuhan kelapa sawit meningkat tajam, makanya para pengusaha Eropa kemudian membawa bibit kelapa sawit ke Asia Tenggara dan Amerika Selatan yang memiliki iklim tropis.
Perkebunan kelapa sawit skala komersial pertama di Malaysia diketahui terjadi pada tahun 1917 di wilayah Selangor.
Di Indonesia tanaman kelapa sawit mulai dikenal dan ditanam sekitar tahun 1848 dan berkembang menjadi sebuah perkebunan komersial pada tahun 1911 di Pulo Asahan Bagian Utara Sumatera.
Tujuan awal dari pengembangan perkebunan sawit di Indonesia adalah untuk menghasilkan minyak sawit yang kemudian diekspor untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri Eropa di masa Revolusi Industri.
Saat itu kelapa sawit di indonesia tak digunakan sebagai bahan baku minyak goreng, seluruh hasil olahan kelapa sawit untuk kebutuhan industri.
Minyak goreng di Indonesia hingga akhir 1980-an berbahan baku minyak kelapa, yang berasal dari daging kelapa tua yang dikeringkan atau biasa disebut kopra.
Minyak goreng berbahan baku kopra dianggap kurang efesien dan tidak ekonomis. Harga jual kelapa mentah relatif tinggi sehingga lebih menguntungkan menjual kelapa mentah dibandingkan mengolah dan menjual minyak goreng  kelapa.
Sebenarnya, teknologi pemisahan minyak sawit yang menghasilkan liquid fraction atau olein dan solid fraction atau stearine sudah diterapkan di industri sawit Indonesia pada tahun 1974.
Olein  berbentuk cair yang dihasilkan dari perasan buah sawit inilah yang menjadi bahan baku minyak goreng.
Ada beberapa keunggulan minyak goreng berbahan baku sawit dibandingkan dengan minyak goreng berbahan baku kopra.
Minyak sawit memiliki stabilitas pada suhu tinggi selama penggorengan. Sedangkan minyak kelapa tidak dapat dipakai dalam suhu tinggi, jika suhunya melebihi 185 derajat maka minyak kelapa itu akan menyala.
Selain itu minyak sawit tak berbau dan tak memiliki rasa alias tawar sehingga ketika digunakan untuk menumis, menggoreng dan menggoreng dengan suhu tinggi tak mengurangi rasa masakannya.
Sementara minyak kelapa memiliki bau dan rasa, apalagi jika minyak kelapa tersebut sudah tersimpan lama, biasanya baunya lebih menyengat dan mengandung endapan berwarna putih.
Apalagi kemudian, sejalan dengan perkembangan teknologi pengolahannya minyak sawit bisa terlihat lebih jernih kuning keemasan.
Makanya tak heran jika saat ini hampir seluruh bahan baku minyak goreng itu berbahan dasar olein salah satu turunan dari pengolahan kelapa sawit.
Menurut sumber referensi yang saya dapatkan, saat ini 3 miliar orang di 150 negara menggunakan  produk yang berbahan baku minyak sawit.
Secara global setiap manusia mengkonsumsi rata-rata 8kg minyak sawit pertahun dalam bentuk beragam.
Tak heran jika Kementerian Pertanian Amerika Serikat memproyeksikan bahwa total permintaan Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah secara global pada tahun 2022 ini mencapai 50,6 juta ton.
Dari konsumsi sebesar itu, 85 persen minyak sawitnya berasal dari Malaysia dan Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) sepanjang tahun 2021 ekspor kelapa sawit Indonesia sebesar 26,9 juta ton, memenuhi lebih dari setengah pasar sawit global.
Makanya Indonesia menjadi penghasil sawit terbesar di dunia. Tapi  ironisnya masyarakatnya sendiri harus mengalami kekurangan minyak sawit dan membayar mahal untuk mendapatkan komoditas tersebut.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI