Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kasus Kekerasan Seksual: Berpihak Pada Korban Hingga Dibuktikan Sebaliknya, Fair?

5 Februari 2022   13:30 Diperbarui: 5 Februari 2022   17:22 760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekali lagi saya menulis artikel tentang kekerasan seksual pada perempuan, berarti sudah 3 hari berturut-turut saya menulis tentang isu yang belakangan memang tambah panas diperbincangkan di ruang publik

Namun, tak seperti dua artikel sebelumnya yang bisa disimak disini dan disini, sekali ini saya akan mencoba menulis kekerasan seksual dalam prespektif berbeda, di sisi pria yang di duga melakukan kekerasan seksual terhadap perempuan.

Saya sepakat dengan ungkapan banyak aktivitis perempuan dan berbagai jurnal hukum tentang penanganan kasus kekerasan seksual bahwa yang harus dipihaki dalam setiap kasus kekerasan seksual terjadi adalah korban sampai bisa dibuktikan sebaliknya.

Tentu saja, ungkapan yang menjadi semacam kalimat sakti dalam penanganan awal kasus-kasus kekerasan seksual tersebut didasari oleh kajian dan studi mendalam terhadap banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi tak tertangani secara tuntas dalam hukum positf.

Menurut data Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap (Komnas) Perempuan sepanjang tahun 2021 tercatat 4.500 kekerasan seksual perempuan terjadi, naik dua kali lipat dibanding tahun 2020.

Dari angka itu, hanya 10 persennya yang tuntas ditangani secara hukum, sisanya diselesaikan dengan cara kekeluargaan, membayar sejumlah uang, atau menguap begitu saja.

Problematika rumitnya pembuktiaan awal kasus kekerasan seksual, beban pembuktiaan seolah harus ditanggung oleh korban.

Karena pada saat melaporkan kasus kekerasan seksual, polisi kerap kali meminta bukti kuat bahwa kasus kekerasan seksual benar-benar terjadi.

Mungkin, seperti dalam kasus-kasus yang terindikasi berkaitan dengan tindak pidana biasa, polisi akan mengacu pada Pasal 184 KUHAP, alat-alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

Nah, sebuah kasus pidana bisa ditindak lanjuti menjadi sebuah penyelidikan, penangkapan, hingga penahanan menurut Pasal 17 KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-IX/2014 harus berdasarkan dua alat bukti yang sah.

Berarti, keterangan pelapor saja tidak cukup untuk melanjutkan laporan itu ke tingkat penyelidikan apalagi hingga penahanan lantaran harus ada bukti lain, salah satunya ya keterangan saksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun