Para santri  menghalang-halangi upaya paksa polisi, hingga pemeriksaan tak pernah terjadi. Bahkan kini tersangka menggugat praperadilan proses hukum kepolisian yang dilakukan terhadapnya.
Jika dicermati, kasus-kasus kekerasan seksual di Indonesia sebagain besar terjadi di lembaga pendidikan dan keagamaan.
Menurut sejumlah pakar kriminologi, hal itu bisa terjadi karena kesempatan berbuat di lingkungan tersebut memiliki peluang yang besar.
Struktur sosial yang kuat menjadi salah satu dasar kondisi seperti itu bisa terjadi.
Struktur sosial di sini berkaitan dengan budaya patron, orang-orang yang dianggap dihormati membuat orang disekitarnya menjadi sungkan sehingga kemauannya sulit ditolak.
Dengan demikian, struktur sosial di lembaga pendidikan dan keagamaan memungkinkan murid dan penganutnya yang posisinya berada "dibawahnya" menjadi tak memiliki kekuatan untuk menolak keinginannya.
Selain itu, ada stigma karena mereka pendidik atau ulama adalah seorang tokoh yang patut dupercayai, jadi ketika ada isu negatif terhadapnya, terutama untuk kasus-kasus kekerasaan seksual jarang yang mempercayainya.
Apalagi korbannya kebanyakan anak-anak dan anak menjelang dewasa alias remaja. Siapa yang akan lebih dipercayai, pastilah sang tokoh itu.
Fenomena ini berkaitan dengan relasi kuasa yang timpang. Â Posisi pelaku powerfull sementara korban posisinya powerless.
Oleh sebab itu, salah satu hal yang paling penting untuk menghindari peristiwa kekerasan seksual, anak-anak dan remaja mendapat pemahaman yang cukup terkait edukasi seks dengan bahasa yang mudah dipahami dan dapat diterima dengan baik oleh dirinya.
Selain tentu saja peran pemerintah dan parlemen sangat dibutuhkan untuk membuat regulasi terkait perlindungan terhadap kekerasan seksual.