Dalam perjalanan waktu, mengingat pengalaman dan kompetensinya PT.PPA fungsinya diperluas setelah terbitnya Peraturan Pemerintah nomor 61 tahun 2008. Mereka tak hanya mengelola aset-aset eks BPPN tetapi ditambah dengan restrukturisasi dan revitalisasi BUMNÂ
Ke depan PT.PPA akan bertransformasi menjadi National Asset Management Company (Namco) yang fokusnya tetap pada penyehatan perusahaan BUMN yang sakit, tetapi ditambah dengan pengelolaan non-performing loan (NPL) atau kredit macet perbankan dan special situations fund.
Tugas PPA ini cukup berat, lantaran rata-rata perusahaan BUMN yang di-titip kelola-kan kepada mereka sudah sekarat, bahkan banyak diantaranya yang sudah tinggal menunggu mati saja, karena aktivitas perusahaan BUMN tersebut sudah mati suri.
Seperti misalnya PT. Kertas Leces, tak hanya dililit hutang yang tak terselesaikan, BUMN ini pun telah diputus pailit oleh Pengadilan Niaga Surabaya pada 25 September 2018 lalu.
Usai putusan pailit, Leces kini tengah menyelesaikan urusan dengan para kreditur dengan cara menjual aset perusahaan yang masih ada.
Urusan ini sampai kini masih belum rampung, masih dalam tahap kurasi sesuai perintah pengadilan. Agak berat dan tricky lantaran aset yang dimiliknya setelah dihitung hanya Rp.1 triliun, setengah dari kewajiban yang harus diselesaikan oleh mereka.
Kemudian ada PT. Merpati Nasional Airlines, maskapai pelat merah yang didirikan pada tahun 1962 ini dikenal dengan penerbangan perintisnya terutama di wilayah timur Indonesia.
Pada masa jayanya di era akhir 70an hingga 90an, hampur seluruh rute penerbangan domestik diterbangi oleh mereka bahkan hingga pelosok-pelosok negeri.
Namun karena perusahaan dikelola serampangan dan kurangnya pengawasan ditambah utangnya yang terus menggunung kondisi Merpati kian terpuruk hingga akhirnya pada bulan Februari 2014 pemerintah memutuskan menghentikan seluruh opersionalnya.
Menurut data PT.PPA, aset yang dimiliki MNA hanya sebesar Rp. 1,2 triliun sementara kewajiban yang harus ditanggung sebesar Rp. 10,72 triliun dan ekuitas yang dimiliknya minus Rp.9,51 triliun.
MNA sempat digugat pailit oleh para krediturnya di Pengadilan Niaga Surabaya, namun kemudian tim pengacara dan manajemen MNA berhasil meyakinkan Hakim Pengadilan Niaga lewat proposal perdamaian yang mereka ajukan.