Anies Baswedan dari sekedar dirinya terperosok ke dalam got dalam kunjungannya ke wilayah Tanah Merah Koja Jakarta Utara, seperti yang viral beberapa hari lalu.
Mungkin ada yang lebih pantas di sorot dari Gubernur DKI JakartaBukan pula selisih pendapat antara Anies dan Wakil Gubernurnya Ahmad Reza Patria terkait larangan beroperasi Hollywings yang telah berkali-kali melanggar protokol kesehatan saat Pemberlakuan Pembatasan Sosial Masyarakat (PPKM) berjenjang.
Namun, masalah sengkarut penyelenggaraan balapan mobil listrik Formula E. Karena saya kira masalah inilah yang akan menJadi batu sandungan bagi karir dan kehidupan politik Anies Baswedan ke depannya.
Walaupun terlihat disikapi dengan santai oleh Anies, tetapi ia terlihat panik juga saat Hak Interpelasi dilayangkan oleh 33 anggota DPRD DKI dari fraksi PDI-P dan PSI.
Sesaat setelah permintaan hak interpelasi tersebut, Anies dengan cepat mengumpulkan 7 fraksi lain di rumah dinasnya di Kuningan Jakarta Selatan untuk jamuan makan malam.
Tujuannya untuk mementahkan permintaan hak interpelasi tersebut. Salah satu hak parlemen ini bisa diajukan secara resmi sesuai Peraturan DPRD Provinsi DKI Jakarta No 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib DPRD Provinsi DKI Jakarta, dibutuhkan paling tidak 54 suara anggota dewan atau 50 persen plus 1 dari jumlah keseluruhan anggota DPRD DKI yang berjumlah 106 orang.
Rupanya lobby jamuan makan malam  Anies itu membuahkan hasil,  ke 7 fraksi tersebut sepakat untuk menolak hak interpelasi diwujudkan.
Padahal, hak interpelasi ini menurut salah satu anggota DPRD dari Fraksi PSI, Wicitra Sastroatmojo hanyalah hak bertanya dan mendapat jawaban, itu saja.
"Jadi di awal sebenarnya interplasi bukan hal yang luar biasa karena melekat pada fungsi kita dalam menjalankan tugas kedewanan. Karena kan sebenarnya interpelasi hanya hak untuk bertanya dan mendapatkan jawaban," katanya, seperti dilansir Detik.com. Sabtu (28/08/21).
Pertanyaannya kemudian, kenapa Anies menolak hak interpelasi itu?
Menurut PSI dan PDI-P, mereka mengajukan hak interpelasi lantaran Anies Baswedan dan Pemprov DKI Jakarta serta pihak Jakpro yang ditunjuk sebagai penyelenggara Formula e di Jakarta selalu tertutup terkait urusan ini, padahal dana  yang digunakan untuk membiayai balapan mobil listrik ini diambil dari APBD DKI, yang pengawasannya merupakan tugas dan kewenangan DPRD DKI.