Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Tragedi Lapas Tangerang, Over Kapasitas, dan Perlunya Perubahan Paradigma Pemidanaan di Indonesia

9 September 2021   12:23 Diperbarui: 10 September 2021   07:16 1029
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Blok C2 pascakebakaran di Lapas Dewasa Kelas 1 Tangerang, Tangerang, Banten, Rabu (8/9/2021). (ANTARA FOTO/HANDOUT/STR via kompas.com)

Ke depan pemerintah harus segera  memikirkan dan merumuskan alternatif hukuman menjadi tidak "penjara sentrik" salah dikit ditangkap terus dipenjara, agar overcrowding tak terus terjadi di Lapas kita.

Harus diingat, seperti yang dijelaskan oleh kriminolog University of Wisconsin Richard Quinney dalam Jurnal-nya "Crime Control in Capitalist Society: A Critical Philosophy of Legal Order" bahwa tindakan kejahatan tidak dapat dilihat murni semata-mata pelanggaran pidana lantaran faktanya ada juga yang dilakukan hanya untuk bertahan hidup.

Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Bapak Ilmu  kriminologi asal Belanda  Willem Adriaan Bonger  dalam disertasi yang kemudian dibukukan dengan judul "Criminality and Economic Condition".

Ia menjelaskan bahwa banyak sekali kejahatan terjadi dan terpaksa harus dilakukan oleh seseorang lantaran  orang tersebut tidak beruntung secara ekonomi.

Nah, terhadap orang-orang yang melakukan kejahatan seperti itu kedua kriminolog dunia itu berpendapat bahwa  hukuman penjara bukanlah putusan yang tepat.

Pun demikian pendapat yang diungkapkan oleh pakar hukum senior Indonesia yang juga mantan Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi Profesor Jimly Ashiddiqi seperti dilansir Kompas.com.

Tak semua tindak pidana harus berakhir dengan penghukuman di penjara. Ia berpandangan sudah waktunya pendekatan peradilan di Indonesia diimbangi dengan pendekatan etika dan publik sehingga tak semuanya berujung di penjara

Lembaga Hukum Institute for Criminal and Justice (ICJR) memberi pernyataan senada, melalui penelitinya Maidina Rachmawati seperti dilansir CNNIndonesia menyatakan bahwa overcrowding Lapas di Indonesia disebabkan oleh sistem peradilan pidana di Indonesia terlalu terpaku pada hukuman pemenjaraan sebagai hukuman utama.

Padahal ada banyak alternatif hukuman lain yang bisa diputuskan hakim dalam mengadili perkara pidana.

"Pidana penjara 52 kali lebih sering digunakan oleh jaksa dan hakim dari pada bentuk pidana lain," katanya.

Apalagi ternyata yang menjadi pesakitan di semua Lapas itu 50 persennya adalah kasus penyalahgunaan narkoba, yang sebagian besar diantaranya adalah pengguna seperti yang diungkapkan Yasonna Laoly dalam berbagai kesempatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun