Sontak netizen yang budiman, menanggapi cuitan Febri ini, salah satunya adalah pemilik akun @hegar_wibawa.
"Ketua: akil mochtar. Orangnya visioner, koruptor potong tangan.
Wakil: Gayus, juliari, dan setnov. Best support.
Humas: joko candra. Relasinya bagus, dekat dgn aparat dan petinggi.
Bendahara: edy p. Ringan tangan, aturan yg dibuatnya akan benar2 bermanfaat bagi anggota n crew."Â
Dari semua cuitan yang ada nama Setnov terus dibicarakan sebagai "kandidat kuat" penyuluh anti korupsi.
Sebenarnya dengan cuitan -cuitannya tersebut netizen tengah "menertawakan" KPK.Â
Hal ini paling tidak menggambarkan betapa carut marutnya elan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Bayangkan, terlepas dari kontroversi aliansi politiknya para pegawai KPK yang terbukti memiliki integritas tinggi  dan kinerja yang moncer seperti Novel Baswedan harus tersingkir dari KPK atas nama Test Wawasan Kebangsaan yang kontroversial itu.
Sementara para koruptor yang sudah jelas-jelas merugikan  rakyat direkrut oleh KPK sebagai bagian dari tim pencegahan korupsi, sebuah ironi pahit yang coba dipertontonkan di negeri kita tercinta ini.
Mungkin logika yang digunakan KPK dalam merekrut penyuluh anti korupsi dari para pelaku korupsi ini, pemain tahu persis apa yang terjadi dilapangan sehingga mereka bisa melakukan penyuluhan untuk mencegah korupsi secara efektif lantaran berbekal pengalaman pribadi.
Analoginya mungkin seperti, pelatih sepakbola top dunia banyak sekali yang berasal dari mantan pemain. Penasihat ekonomi  yang memiliki wawasan dan analisa yang tajam salah satunya berasal dari praktisi ekonomi, atau penyuluh pertanian berasal dari para petani yang sukses.
Upaya KPK untuk menjadikan para mantan koruptor menjadi penyuluh anti-korupsi saja sebenarnya tidak cukup, mungkin ada baiknya mereka dijadikan penyidik atau paling tidak menjadi konsultan "korupsi".
Kebayangkan Setnov memberikan arahan pada penyidik KPK bagaimana rangkaian sebuah kasus korupsi bisa terjadi, berdasarkan pengalamannya menggangsir uang negara.