Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hari Lahir Pancasila dan Retorika Politik tentang Dasar Negara

1 Juni 2021   11:30 Diperbarui: 1 Juni 2021   12:07 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini 1 Juni, melalui Surat Keputusan Presiden nomor 24 tahun 2016 yang ditandatangani oleh Presiden Jokowi ditetapkan sebagai Hari Kelahiran Pancasila, dan mulai tahun 2017 setiap 1 Juni ditetapkan hari libur nasional.

Menurut sejumlah sumber referensi yang saya dapatkan pemerintah Soeharto di jaman Orde Baru melarang peringatan  Hari Kelahiran Pancasila  tanggal 1 Juni sebagai upaya menghapus warisan Soekarno.

Rezim Orde Baru memperingati hari Pancasila dengan sebutan Kesaktian Pancasila setiap tanggal 1 Oktober saja merujuk peran Soeharto pada saat terjadi Gerakan 30S.

Terakhir sebelum tahun 2016, Hari Kelahiran Pancasila 1 Juni, diperingati pada tahun 1968.

Terlepas dari kontroversi sejarahnya, yang lebih penting adalah esensi Pancasila yang secara aplikatif dituangkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Tanah Air Indonesia kita tercinta ini.

Belakangan Pancasila, sepertinya tak lagi menjadi pondasi dan pilar ideologi bangsa Indonesia, begitu banyak ideologi baru yang menginflitrasi rakyat Indonesia.

Dalam perjalanan sejarah Bangsa Indonesia, Pancasila sebagai sebuah pondasi memang mengalami pasang surut. Mungkin saat ini fungsi Pancasila sebagai dasar negara terlihat tengah menyurut dalam pemahaman dan pelaksanaannya.

Setelah runtuhnya Orde Baru, Pancasila seolah-olah tenggelam dalam pusaran sejarah yang tidak lagi relevan dengan kehidupan pasca reformasi.

Bahkan banyak kalangan menyatakan bahwa sebagian masyarakat Indonesia hampir melupakan jati dirinya, yang sejatinya adalah Pancasila.

Pancasila nampak semakin terpinggirkan dari denyut nadi kehidupan bangsa Indonesia yang diwarnai hiruk-pikuknya demokrasi dan kebebasan berpolitik.

Pancasila sebagai dasar negara kini nyaris kehilangan fungsi praksisnya, seolah hanya tinggal kedudukan formalnya.

Euphoria reformasi dan trauma masyarakat terhadap penyalahgunaan kekuasaan di masa lalu cukup membekas dan melunturkan arti penting Pancasila sebagai norma dasar yang menjadi payung kehidupan berbangsa yang menaungi seluruh warga yang beragam suku bangsa, adat istiadat, budaya, bahasa dan agama.

Padahal sesungguhnya, Pancasila bukanlah milik sebuah era atau ornamen kekuasaan pada masa tertentu, melainkan dasar negara yang menjadi penyangga bangunan arsitektural yang bernama Indonesia.

Memang Indonesia telah berhasil merealisasikan berbagai agenda reformasi, yang menghasilkan kemajuan di bidang demokrasi, rakyat telah menikmati kebebasannya.

Namun, perkembangan demokrasi ini ditambah dengan makin meluasnya penggunaan internet dan media sosial, membuahkan problema dilematik, yaitu kebebasan yang tanpa batas yang salah satunya melahirkan paham radikalisme.

Kehidupan berbangsa dan bernegara semakin terkesan menjauhkan Indonesia dari orientasi filosofi Pancasila.

Kehidupan berbangsa semakin kehilangan dasar dan arah tujuannya. Ketidakpastian di bidang hukum dan lemahnya moral penegak hukum, sistem politik yang semakin jauh dari etika politik yang bermartabat dan menguatnya budaya korupsi. 

Bahkan hingga titik tertentu Pancasila seolah menjadi penyekat persatuan antar anak bangsa. Sejumlah pihak mencoba membenturkan nasionalisme Pancasila dengan agama.

Padahal kita tahu Pancasila ada untuk mempersatukan begitu banyak perbedaan termasuk agama di dalamnya.

Betul, Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia tetapi bukan berarti mayoritas boleh merasa memiliki keistimewaan dalam berbangsa dan bernegara.

Belakangan sejumlah pihak yang gemar memainkan politik identitas keagamaan berupaya keras agar "Islam" mendapat keistimewaan tertentu, padahal sejatinya yang terlihat seperti "Islam" itu semata-mata hanya untuk kepentingan politik kelompok mereka sendiri.

Intinya pihak-pihak tersebut gemar menjual politik identitas keagamaan, bukan demi Islam-nya tetapi demi kepentingan politik mereka sendiri.

Selain itu dalam kehidupan sosial  sejumlah kejadian pergolakan fisik, pembunuhan, pembakaran, dan tindakan anarkisme sejenisnya, kini masih menjadi pemandangan umum.

Perikemanusiaan semakin hambar, kejam dan kasar, budaya dan spiritual terasa  gersang dan semakin miskin.

Fenomena seperti ini apabila tidak diantisipasi dengan penguatan kerangka dasar kehidupan berbangsa dan bernegara, dapat menimbulkan bahaya disintegrasi bangsa Indonesia.

Itulah mengapa, Pancasila sebagai pondasi dan pilar-pilar berbangsa dan bernegara, begitu penting dan pada esensinya menyangkut keberadaan NKRI.

Sebagai sebuah bangsa kita perlu sadar bahwa Pancasila ibarat dua sisi dari mata uang yang sama, masing-masing menempati kedudukannya sendiri tetapi keduanya satu di dalam fungsi ketatanegaraan, yaitu sebagai landasan ideologi dan juga dasar negara.

Lalu, mungkin ada pertanyaan yang muncul dari benak sejumlah pihak tentang "Mengapa harus Pancasila?".  

Kita harus sadar bahwa Pancasila, bahkan sebelum disahkan pun, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, sudah ada dalam adat istiadat dan kebudayaan bangsa Indonesia, tentang gotong-royong, musyawarah, persatuan dalam keberagaman, kemanusiaan, spiritualitas, dan juga keadilan. 

Maka dari itu, Pancasila merupakan perwujudan nyata dari nilai-nilai yang dimiliki, yang seharusnya diyakini kebenarannya oleh masyarakat dan dihayati tanpa rasa terpaksa, sepanjang masa hidupnya.

Pancasila sudah seharusnya menjadi titik akhir ideologi bangsa Indonesia yang sudah sepatutnya, ditanamkan dan dihayati secara nyata di setiap benak anak bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun