Kondisi ini menurut pihak BPK, tak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Begitu juga dengan PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah.
Lebih lanjut, BPK menilai aktivitas pendukung pelaksanaan penyelenggaraan formula e  berisiko tumpang tindih pada beberapa satuan tugas, meningkatnya risiko kegagalan penyelengaraan, serta perhitungan dampak ekonomi penyelenggaraan even ini yang tak masuk akal.
Temuan ini membuat BPK merekomendasikan agar Gubernur Anies memerintahkan kepada para stakeholder terkait penyelenggaraan balapan mobil listrik ini untuk menyusun ulang keterlibatan para pihak.
BPK pun, meminta pengembangan opsi untuk memperoleh pembiayaan secara mandiri tanpa APBD DKI, lantaran ada gap yang bisa jadi bakal menjadi masalah di kemudian hari.
Perencanaan pengelolaan pendapatan seperti yang ada dalam proposal penyelenggaraan balapan pun harus diperjelas.
Temuan dan rekomendasi BPK ini, jika tak ditindaklanjuti bakal menyeret Gubernur Anies dalam bahaya. Ia bisa saja diseret ke dalam kasus korupsi karena dianggap merugikan negara.
Karena jelas penyelenggaran balapan formula e ini, hampir seluruh pembiayaannya menggunakan APBD DKI. Jika kita mengacu kalender balapan yang sudah dirilis oleh FEO, artinya sudah pasti Jakarta tak akan menyelenggarakn kegiatan balapan tahun 2021.
Dengan asumsi pandemi Covid-19 sudah sepenuhnya bisa dikendalikan, tahun 2022 balapan itu harapannya bisa diselenggarakan.
Namun jangan salah konstelasi politik pada tahun 2022 akan lebih panas, mengingat Gubernur Anies sudah hampir habis masa jabatannya.
Jika mengacu pada Undang-Undang  nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, Pilkada DKI 2022  baru akan diselenggarakan berbarengan dengan Pemilu nasional 2024.
Maka jabatan Gubernur DKI akan dijabat oleh pelaksana sementara, bisa jadi penyelenggaraan formula e tak jadi diselenggarakan.