Polemik terkait pelaksanaan balapan mobil listrik formula E di Jakarta sepertinya akan terus bergulir, setelah pihak Formula E Operations (FEO) selaku promotor dan pemegang lisensi ABB FIA Formula E Championship merilis kalender balapan untuk tahun 2021.
Indonesia yang digadang-gadang bakal menjadi salah satu penyelenggara balapan mobil listrik ternyata tak masuk dalam daftar negara yang akan menyelenggarakan balapan formula e tahun ini.
Meskipun, tak masuknya Jakarta sebagai kota penyelenggara balapan sejalan dengan kebijakan Gubernur Anies Baswedan yang menunda penyelenggaran balapan mobil listrik untuk tahun 2021 ini, dengan alasan kondisi Jakarta yang belum kondusif akibat pandemi Covid-19.
Permasalahannya yang kemudian menjadi polemik adalah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah menghamburkan uang sebesar Rp. 1,1 triliun untuk penyelenggaran balapan mobil listrik ini, dengan menggunakan dana dari APBD DKI. sejak tahun 2019 lalu.
Rinciannya, pada APBD 2019, Pemprov DKI membayar commitment fee sebesar Rp360 miliar untuk pelaksanaan Formula E tahun 2020. Sisanya, sebesar Rp200 miliar untuk pelaksanaan Formula E tahun 2021 melalui APBD 2020.
Commitment fee ini dikeluarkan untuk memastikan Jakarta menjadi penyelenggara balapan formula e. Tetapi karena pandemi Covid-19 penyelenggaraan balapan tersebut tak dapat dilaksanakan.
Anggaran sebesar lebih dari Rp. 1,1 triliun ini kemudian terkonfirmasi setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit yang hasilnya menunjukan ada dana dalam APDB Pemprov DKI yang digunakan secara kurang propered oleh Gubernur Anies Baswedan.
Karena penyelenggaraannya ditunda seharusnya beberapa komponen biaya yang sudah diserahkan kepada FEO, bisa ditarik kembali seperti misalnya commitmen fee dan bank garansi.
Bank Garansi yang besarnya 22 juta Poundsterling atau setara Rp.423 milyar memang kemudian bisa ditarik kembali oleh Jakpro,BUMD yang ditunjuk Pemprov DKI untuk pembangunan infrastruktur Formula E.
Sayangnya, pembayaran fee atas penyelenggaraan tahap pertama musim penyelenggaraan 2020-2021 yang telah dibayarkan senilai Rp200,31 miliar, tidak dapat ditarik.
"Namun atas fee tahap 1 musim penyelenggaraan 2020/2021 yang telah dibayarkan kepada pihak FEO senilai GBP11.000.000,00 tidak dapat ditarik kembali. Pihak FEO menyatakan fee itu sebagai jaminan keuangan atas potensi kewajiban-kewajiban PT Jakpro sesuai perjanjian sebelumnya," kata Kepala Perwakilan BPK Perwakilan DKI Jakarta Pemut Aryo Wibowo, seperti dilansir Bisnis.com, Kamis (18/03/21).
Kondisi ini menurut pihak BPK, tak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Begitu juga dengan PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah.
Lebih lanjut, BPK menilai aktivitas pendukung pelaksanaan penyelenggaraan formula e  berisiko tumpang tindih pada beberapa satuan tugas, meningkatnya risiko kegagalan penyelengaraan, serta perhitungan dampak ekonomi penyelenggaraan even ini yang tak masuk akal.
Temuan ini membuat BPK merekomendasikan agar Gubernur Anies memerintahkan kepada para stakeholder terkait penyelenggaraan balapan mobil listrik ini untuk menyusun ulang keterlibatan para pihak.
BPK pun, meminta pengembangan opsi untuk memperoleh pembiayaan secara mandiri tanpa APBD DKI, lantaran ada gap yang bisa jadi bakal menjadi masalah di kemudian hari.
Perencanaan pengelolaan pendapatan seperti yang ada dalam proposal penyelenggaraan balapan pun harus diperjelas.
Temuan dan rekomendasi BPK ini, jika tak ditindaklanjuti bakal menyeret Gubernur Anies dalam bahaya. Ia bisa saja diseret ke dalam kasus korupsi karena dianggap merugikan negara.
Karena jelas penyelenggaran balapan formula e ini, hampir seluruh pembiayaannya menggunakan APBD DKI. Jika kita mengacu kalender balapan yang sudah dirilis oleh FEO, artinya sudah pasti Jakarta tak akan menyelenggarakn kegiatan balapan tahun 2021.
Dengan asumsi pandemi Covid-19 sudah sepenuhnya bisa dikendalikan, tahun 2022 balapan itu harapannya bisa diselenggarakan.
Namun jangan salah konstelasi politik pada tahun 2022 akan lebih panas, mengingat Gubernur Anies sudah hampir habis masa jabatannya.
Jika mengacu pada Undang-Undang  nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, Pilkada DKI 2022  baru akan diselenggarakan berbarengan dengan Pemilu nasional 2024.
Maka jabatan Gubernur DKI akan dijabat oleh pelaksana sementara, bisa jadi penyelenggaraan formula e tak jadi diselenggarakan.
Belum lagi tekanan dari DPRD DKI, yang kelihatannya tak terlalu "happy" dengan penyelenggaraan formula e ini.
Di luar itu, unsur politik juga akan sangat besar, mengingat Anies Baswedan dianggap sebagai calon potensial dalam pemilihan presiden 2024.
Bisa jadi urusan penyelenggaraan formula e ini yang sangat potensial merugikan negara, menyeret Anies berurusan secara hukum atas tuduhan korupsi, bisa oleh KPK, Kejaksaan Agung bahkan oleh Polisi.
Posisi Anies dalam masalah formula e ini agak berat, karena sepertinya jika pun ia membatalkan penyelenggaraan event tersebut, kemungkinan besar commitment fee yang sudah dibayarkan akan hangus.
Jika itu terjadi kerugian negara menjadi sebuah keniscayaan, artinya hampir dapat dipastikan Anies bakal menjadi pesakitan atas kasus korupsi.
Makanya kemudian pilihannya, Anies bakal mengeluarkan segala daya dan upaya untuk menyelenggarakan formula e. Meskipun potensi kegagalan penyelenggaraan sangat besar.Â
Saya pikir dengan melihat perkembangannya yang tak terlalu kondusif, penyelenggaraan formula e sangat berpotensi menyeret Anies dalam masalah yang bisa jadi membuat karir politiknya terhenti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H