Penerbitan SP3 oleh KPK ini dimungkinkan terjadi setelah revisi Undang-Undang KPK pada akhir 2019 lalu, mengacu pada Pasal 40 UU KPK hasil revisi.
Seperti diketahui Pasal 40 UU No.19/2019 tentang KPK memberikan kewenangan kepada lembaga antirasuah untuk menghentikan perkara yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam waktu 2 tahu
Sesuatu yang tidak dimungkinkan dalam UU KPK sebelum revisi, sehingga setiap perkara yang disidik KPK harus berakhir di pengadilan dan menghasilkan vonis.
Artinya sebelum KPK menetapkan seseorang sebagai tersangka para penyidik KPK harus sudah memiliki bukti-bukti yang kuat dan tak terbantahkan sehingga kemungkinan untuk SP3 menjadi tertutup.
Dalam membuat keputusan SP3 terhadap  perkara Sjamsul dan Itjih ini, Komisioner KPK  mengaku telah berkonsultasi terlebih dahulu dengan Dewan Pengawas KPK seperti yang disyaratkan dalam pasal 40 UU KPK hasil revisi.
Penerbitan SP3 oleh KPK terhadap Sjamsul dan Itjih Nursalim ini disayangkan oleh sejumlah pihak, mereka menuding ini merupakan salah satu bukti pelemahan KPK melalui revisi UU KPK.
Seperti yang diungkapkan oleh eks Komisioner KPK Busyro Muqodas yang menyebutkan bisa jadi SP3 ini akan menulari kasus lain yang kini tengah ditangani KPK.
"SP3 skandal ratusan triliun ini sangat rentan menjalar liar ke setiap kasus mega korupsi yang di belakangnya berperan elite politik dan bisnis papan atas yang berposisi sebagai kreditur politik dalam pemilu yang lalu. Sangat mungkin akan ditutup melalui SP3," ucap Busyro.
Ia sangat menyesalkan langkah pimpinan KPK saat ini yang disebutnya sebagai menyederhanakan masalah demi kepastian hukum.
Memang masalah kewenangan SP3 Â KPK ini menjadi salah satu titik krusial yang banyak dipertentangkan saat revisi dilakukan.
Satu sisi menyebutkan jika kewenangan SP3 diberikan berpotensi membuat KPK seperti macan ompong lantaran bisa jadi ada kongkalikong ditengah kasus yang sedang ditangani dan hal ini lah yang membedakan KPK dengan aparat hukum lain dalam menangani korupsi.