Ia berkisah bahwa dirinya harus bersembunyi di lereng Gunung Sewu hingga 2 tahun lebih, setelah berhasil lolos dari sergapan petrus di sekitar wilayah jalan Kawi Kota Semarang pada Juli 1983.
Bathi baru berani turun gunung setelah petrus mereda pada tahun 1985. Padahal saat itu istrinya tengah hamil tua dan mereka harus hidup terpisah selama 2 tahun dan tak bisa menyaksikab kelahiran anaknya karena petrus ini.
Petrus ini awalnya menurut berita di koran-koran yang yang terbit saat itu sebenarnya semacam extended version dari sebuah operasi pemberantasan kejahatan yang diinisiasi Kodam Jaya pada Januari 1983 yang disebut "Operasi Clurit".
Tadinya ini hanya untuk menangkap dan menginvetarisir nama-nama preman-preman jalanan yang sering mengganggu keamanan masyarakat.
Namun, karena eskalasi kejahatan terus meningkat hingga kemudian terjadi pembunuhan terhadap Letkol Steven Adam, operasi clurit bermetamorfosis menjadi petrus.
Meskipun demikian aksi penembakan misterius tersebut tak semua diamini oleh petinggi Indonesia saat itu.
Adam Malik yang saat itu menjadi Wakil Presiden RI menyatakan ketidaksetujuannya seperti dilansir oleh koran Terbit edisi 25 Juli 1983.
"Jangan karena mereka penjahat berkerah dekil langsung besoknya dieksekusi mati, apakah dengan itu syarat sebagai negara hukum sudah terpenuhi. Ini melanggar hukum, dan jika terus dilakukan bertentangan dengan hukum dan bisa membawa negara pada kehancuran" ujarnya.
Persoalan petrus yang tadinya berlangsung secara senyap, lambat laun seiring waktu mulai menguar ke ruang publik hingga akhirnya menjadi atensi mayarakat internasional.
Pihak amnesti internasional sempat berkirim surat kepada pemerintah, untuk menyatakan keberatannya atas perilaku kejam yang dilakukan atas restu dari pemerintah tersebut.
Namun hal itu dianggap sepi dan tak digubris oleh pemerintahan Soeharto, meskipun kemudian tekanan masyarakat internasional terus terjadi hingga akhirnya pemerintah Orba menghentikan sama sekali operasi petrus pada 1985.