Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Petrus Kisah Kelam Orba, dan Hubungannya dengan Tato serta Pembunuhan Letkol Steven Adam

11 Maret 2021   10:38 Diperbarui: 13 Maret 2021   06:11 2604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada masa Orde Baru, stigma tak mengenakan disandangkan pada mereka  yang memiliki tato ditubuhnya. Bukan cuma stigma, lebih jauh dari itu, bertato bisa jadi harus bersiap kehilangan nyawa akibat ditembak oleh para penembak misterius yang mengincar para preman yang dianggap meresahkan masyarakat.

Ya, saat itu di awal 1980-an kejahatan memang tengah merajalela dimana-mana, preman seolah menginvasi kehidupan masyarakat.

Pemerintah Orba saat itu kemudian mengambil langkah cukup ekstrem yang mungkin tak terbayangkan sebelumnya.

Mereka menggunakan tangan-tangan penembak misterius alias Petrus untuk membunuh dengan cara menembak mati orang-orang yang dianggap atau dicurigai sebagai pengacau keamanan tanpa melalui prosedur hukum yang seharusnya.

Pengacau keamanan yang oleh pemerintah saat itu kemudian disebut sebagai preman rata-rata memiliki tato ditubuhnya.

Masyarakat mengetahui hal tersebut lantaran mayat-mayat mereka yang dianggap preman bertebaran di sembarang tempat seperti sampah dan itu terjadi nyaris setiap hari mulai pertengahan 1983 hingga 1985.

Hampir semua mayat yang dicurigai preman memiliki rajahan atau tato ditubuhnya.  Menurut buku yang bertajuk 'Menguak Luka Masyarakat: Beberapa Aspek Seni Rupa Indonesia Sejak Tahun 1966,' yang ditulis oleh Brita L Miklouhu-Makial tercatat 10.000 orang yang dicurigai preman tewas mengenaskan dalam rangkaian kejadian yang terjadi selama 2 tahun.

Akhir 1970an hingga awal 1980an memang kriminalitas merajalela di Indonesia, preman seolah menjadi penguasa informal di kehidupan masyarakat Indonesia saat itu.

Konon katanya terjadinya petrus itu dipicu oleh terbunuhnya seorang perwira menengah Angkatan Udara Letnan Kolonel TNI  Steven Adam di Bogor pada 29 Mei 1983 yang kemudian diketahui dibunuh oleh kelompok preman yang diketuai oleh Johnny Sembiring atas alasan sebuah kasus yang hingga kini sebenarnya masih misterius.

Dan eksekutor yang melakukan pembunuhan tersebut memiliki tato ditubuhnya. Steven Adam ini merupakan seorang perwira muda yang memiliki karir cemerlang dan dianggap sebagai anak emas dari Panglima ABRI saat itu Jenderal TNI L.B. Moerdani.

Letkol Steven Adam ini menurut beberapa sumber sebelum dibunuh merupakan salah satu calon atase militer yang segera akan ditempatkan di salah satu negara utama dunia.

Demi mendengar dan menyaksikan kejadian yang menimpa "anak emasnya" tersebut, Jenderal Moerdani yang saat itu juga merangkap sebagai Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib), kemudian murka se murka-murkanya terhadap para preman-preman bertato tersebut.

Kemudian ia merancang sebuah operasi yang lantas dikenal masyarakat sebagai "petrus" bersama level atas pemangku keamanan di Indonesia.

Ia bersama petinggi-petinggi keamanan menyampaikan konsep petrus ini kepada penguasa orba Presiden Soeharto. 

Soeharto lantas merestui kebijakan petrus ini seperti yang ia sampaikan dalam otobigrafinya 'Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya'.

Ia beralasan bahwa petrus sebagai upaya mencegah kejahatan seefektif mungkin dengan harapan menimbulkan efek jera.

"Dengan sendirinya kita harus mengadakan treatment, tindakan yang tegas. Tindakan tegas bagaimana? Ya, harus dengan kekerasan. Tetapi kekerasan itu bukan lantas dengan tembakan, dor! dor! begitu saja. Bukan! Tetapi yang melawan, ya, mau tidak mau harus ditembak. Karena melawan, maka mereka ditembak," kata Soeharto, dalam otobiografinya tersebut.

Pada kenyataannya, seperti yang diberitakan berbagai media massa saat itu, mereka disebutkan tak pernah melawan atau tertangkap sedang melakukan kejahatan, hanya karena bertato saja sudah cukup bagi mereka yang dianggap penjahat dihabisi oleh petrus.

Mayat mereka bisa ditemukan dimana saja diberbagai kota di Indonesia dengan kondisi peluru menembus dada atau kepalanya, tangan terikat atau dimasukan ke dalam karung, digeletakan begitu saja diemperan toko atau di tempat pembuangan sampah sekitar pasar, bantaran kali, hingga semak-semak.

Bagi mereka yang sudah hidup dan cukup besar untuk mengingat mungkin pernah mendengar atau bahkan menyaksikan kejadian tersebut.

Dan bisa merasakan  bahwa tindakan yang dilakukan petrus terlepas dari segala kontroversinya memang sangat efektif menurunkan tingkat kriminalitas di Indonesia.

Masyarakat umum menjadi merasa hidup lebih aman dan tenang saat itu. Saya yang waktu itu masih berusia balita, banyak mendengar cerita ini dari orang tua saya dengan berbagai teori konspirasi yang menghiasi cerita tentang petrus ini.

Soeharto sendiri mengakui, bahwa mayat yang dibunuh petrus sengaja digeletakan dimana-mana, agar memberi shock therapy.

"Biar mereka terguncang, dan orang banyak bisa mengerti bahwa terhadap perbuatan jahat masih ada yang bisa bertindak dan mengatasinya" ujar Soeharto.

Hal senada diungkapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Intelejen Negara (BAKIN) saat itu,  Mayjen TNI Yoga Soegomo. 

Ia menyatakan tak perlu lah siapapun mempersoalkan para penjahat yang mati misterius, toh ini demi kepentingan masyarakat yang lebih besar.

Sebuah ungkapan yang sangat pragmatis, dari seorang pejabat intelejen yang saat itu sangat ditakuti. Jika sudah melibatkan BAKIN dijamin siapapun yang berhadapan dengan mereka akan menjadi gemetar, saking sakti-nya.

Ada sinyalemen yang beredar dimasyarakat saat itu, bahwa salah satu operator petrus ini adalah dari kalangan intelejen Indonesia.

Mereka biasanya menggunakan mobil Toyota Land Cruiser 80an yang saat itu dikenal dengan nama Hardtop saat mobilisasi operasi petrus ini.

Ingat betul saya saat itu ketika seorang paman saya bercerita, bahwa mereka yang merasa dirinya preman atau memiliki tato akan blingsatan untuk bersembunyi jika melihat mobil jenis ini.

Selain itu, mereka yang bertato ramai-ramai menghilangkan rajahan ditubuhnya dengan berbagai cara termasuk dengan menyetrika bagian tubuhnya yang bertato tersebut.

Mereka yang merasa dirinya preman atau pelaku kriminal melarikan diri , hidup nomaden dan bersembunyi hingga tinggal di atas gunung untuk menghindari moncong senjata petrus.

Kondisi ini dialami oleh salah seorang "penyintas" petrus, Bathi Mulyono seperti yang ia sampaikan dalam sebuah kesempatan.

Ia berkisah bahwa dirinya harus bersembunyi di lereng Gunung Sewu hingga 2 tahun lebih, setelah berhasil lolos dari sergapan petrus di sekitar wilayah jalan Kawi Kota Semarang pada Juli 1983.

Bathi baru berani turun gunung setelah petrus mereda pada tahun 1985. Padahal saat itu istrinya tengah hamil tua dan mereka harus hidup terpisah selama 2 tahun dan tak bisa menyaksikab kelahiran anaknya karena petrus ini.

Petrus ini awalnya menurut berita di koran-koran yang yang terbit saat itu sebenarnya semacam extended version dari sebuah operasi pemberantasan kejahatan yang diinisiasi Kodam Jaya pada Januari 1983 yang disebut "Operasi Clurit".

Tadinya ini hanya untuk menangkap dan menginvetarisir nama-nama preman-preman jalanan yang sering mengganggu keamanan masyarakat.

Namun, karena eskalasi kejahatan terus meningkat hingga kemudian terjadi pembunuhan terhadap Letkol Steven Adam, operasi clurit bermetamorfosis menjadi petrus.

Meskipun demikian aksi penembakan misterius tersebut tak semua diamini oleh petinggi Indonesia saat itu.

Adam Malik yang saat itu menjadi Wakil Presiden RI menyatakan ketidaksetujuannya seperti dilansir oleh koran Terbit edisi 25 Juli 1983.

"Jangan karena mereka penjahat berkerah dekil langsung besoknya dieksekusi mati, apakah dengan itu syarat sebagai negara hukum sudah terpenuhi. Ini melanggar hukum, dan jika terus dilakukan bertentangan dengan hukum dan bisa membawa negara pada kehancuran" ujarnya.

Persoalan petrus yang tadinya berlangsung secara senyap, lambat laun seiring waktu mulai menguar ke ruang publik hingga akhirnya menjadi atensi mayarakat internasional.

Pihak amnesti internasional sempat berkirim surat kepada pemerintah, untuk menyatakan keberatannya atas perilaku kejam yang dilakukan atas restu dari pemerintah tersebut.

Namun hal itu dianggap sepi dan tak digubris oleh pemerintahan Soeharto, meskipun kemudian tekanan masyarakat internasional terus terjadi hingga akhirnya pemerintah Orba menghentikan sama sekali operasi petrus pada 1985.

Selepas orde baru tumbang pada 1998, upaya mengungkap dan menindaklanjuti kasus petrus yang kemudian dikategorikan dalam kejahatan terhadap Hak Azasi Manusia.

Terakhir kasus ini berusaha diangkat kembali pada akhir 2020 lalu, saat pemerintahan Jokowi periode ke-2 berkeinginan menyelesaikan kasus-kasus HAM masa lalu yang salah satunya terkait kasus petrus ini.

Namun menurut Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD ada kesulitan tersendiri dalam mengungkap kasus petrus, terutama masalah teknis pengungkapannya.

"Misalnya kalau diminta visum atas korban tahun 84? siapa yang mau visum? Petrus itu. Kan itu sudah tidak ada bukti, saksi-saksi, pelaku. Seperti itu yang akan diselesaikan," ujar Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, seperti dilansir CNNIndonesia.Com, Rabu (11/12/19).

Yah, memang tak mudah mengungkap kasus-kasus yang dianggap sebuah kejahatan masa lalu apalagi dinisiasi oleh negara.

Bukan hanya petrus ada banyak kasus penegakan hukum yang hingga saat ini tak jelas termasuk didalamnya peristiwa pasca G30S, dan berbagai kejahatan lain yang terjadi pada masa Orba yang dikenal sangat represif tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun