Apakah kemudian langkah Anies ini mem-PSBB-kan kembali DKI Jakarta akan berhasil menekan penyebaran Covid 19?
Harus diingat inti dari PSBB ini masyarakat diminta untuk tetap dirumah, hanya keluar rumah untuk kebutuhan mendesak dan jika itu harus dilakukan maka gunakanlah masker, jaga jarak, dan rajin-rajinlah mencuci tangan.
Jika kita berkaca pada PSBB transisi kemarin, orang biasanya keluar rumah untuk kebutuhan kerja, belanja, rekreasi, dan bersosialisasi. Semakin banyak orang yang keluar rumah, maka semakin tinggi pula kasus Covid 19.
Itu artinya banyak sekali orang yang keluar rumah dengan mengabaikan protokol kesehatan. Jika mereka mematuhi mungkin kejadian akan berbeda.
Menurut penelitian secara sederhana yang dilakukan oleh mantan Menteri Keuangan di era Susilo Bambang Yudhoyono, DR. Chatib Basri yang ia rilis lewat akun Twitternya @chatibbasri.
Ada beberapa penjelasan terkait peningkatan kasus positif Covid-19 melalui pendekatan Psikologi dan ekonomi.
Dari segi ekonomi menurut penelitiannya, perhitungan kuantitatif menunjukan, semakin buruk situasi ekonomi, semakin banyak pula orang keluar rumah. Artinya keputusan orang untuk tinggal dirumah ditentukan oleh faktor ekonomi.
Orang hanya bisa tinggal di rumah jika mereka memiliki tabungan atau bisa juga karena mendapatkan bantuan sosial, jika tidak mereka akan cenderung memilih untuk keluar rumah.
Karena itulah, Chatib Basri meyakini bahwa PSBB ini bias memilih kelompok menengah ke atas, jika bansos tak diberikan pemerintah. Bantuan Langsung Tunai menjadi krusial agar orang mau tinggal dirumah.
Faktor kedua adalah masalah pikologi, mengacu pada teori behavior economics yang memungkinkan orang menjadi memiliki Cognitive bias dalam menyikapi PSBB ini.
Ada yang disebut dengan optimism bias, kondisi ini memungkinkan orang menjadi overestimate terhadap kemampuan dirinya menghindari Covid 19.