Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menakar Efektifitas dan Pola Komunikasi Anies Baswedan dalam PSSB DKI Jilid 2

14 September 2020   11:09 Diperbarui: 14 September 2020   11:54 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anies Baswedan Gubernur DKI Jakarta kembali menjadi sorotan publik setelah langkahnya memutuskan kembali berlakunya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk ke 2 kalinya di wilayah Jakarta.

PSBB yang tadinya dsebut Anies sebagai " menarik rem darurat" dalam Konferensi Pers pada 9 September 2020, yang kemudian mendapat reaksi beragam sehingga membuat masyarakat dan elite pemerintahan terbelah ke dalam pro dan kontra.

Pernyataan rem darurat dan PSBB total langsung disambut secara negatif oleh para pelaku ekonomi. Indeks Harga Saham Gabungan terjun bebas hingga 5 persen pada pembukaan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia ke esokan harinya, sehingga perdagangan sempat dihentikan selama 30 menit oleh otoritas bursa.

Selain itu kapitalisasi pasar saham hari itu harus rela tergerus sentimen negatif karena Konpers Anies tersebut, tak kurang dari Rp.300 triliun menguap hari itu.

Tak pelak kemudian hal ini direspon  dengan kekecewaan oleh Menteri Koordinator Bidang perekonomian Airlangga Hartarto, yang menganggap Anies overdosis dalam menangani Covid-19.

Tak ketinggalan Mahfud MD Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) yang menyatakan bahwa "rem mendadak" ala Anies itu merupakan bentuk tata kata yang kurang genah sehingga menimbulkan kepanikan.

Koordinasi dengan wilayah penyangga pun tampak kedodoran, mereka baru berkoordinasi setelah keputusan PSBB  diumumkan ke publik.

Akibatnya Keputusan Anies itu terkesan mentah, walau kemudian segera diperbaiki dengan melakukan koordinasi dengan para stakeholders secara intensif tapi kegaduhan di masyarakat telah terjadi.

Bayangan masyarakat terhadap kata Rem mendadak dan PSBB ketat/total ini, mengacu pada PSBB pertama pada April hingga Juni 2020 lalu.

Semua kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya serta keagamaan menjadi lumpuh saat itu. Yah tak bisa disalahkan ketika masyarakat menjadi begaduh.

Kemudian karena urusan politik yang terselip didalamnya seolah menghadap-hadapkan Anies Baswedan sebagai personifikasi kubu oposisi dengan Pemerintah Pusat sebagai penguasa.

Kemudian ditambah pula, dengan menstigma protagonis bagi yang berpihak pada Kesehatan, dan Antagonis bagi yang berpihak pada ekonomi.

Padahal keduanya merupakan kesatuan erat yang tak dapat dipisahkan seperti keping mata uang. Kesehatan adalah hal utama, tanpanya mana bisa ekonomi berjalan.

Tapi jangan lupa tanpa ekonomi yang berjalan kesehatan pun akan tak terurus. Keduanya harus saling bergandengan agar mampun menebas rantai penyebaran virus corona seri terbaru ini.

Anies Baswedan kemudian mengumumkan kepastian pemberlakuan PSBB pada Minggu (13/09/20) dengan kalimat yang berbeda, mungkin setelah digebuk sana sini akhirnya tata kata yang keluar tak bombastis seperti sebelumnya.

Intinya PSBB yang  Senin hari ini (14/09/20) mulai berjalan itu adalah PSBB yang diperketat dibanding PSBB transisi yang sebelumnya diberlakukan.

Namun, lebih longgar dibanding PSBB pertama 3 bulan lalu, misalnya, mall masih boleh beroperasi dengan tingkat okupansi pengunjung maksimal 50 persen dengan protokol kesehatan yang sangat ketat.

Perkantoran boleh beroperasi namun hanya 25 persen karyawan yang bekerja dari kantor sesuai aturan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan RB.

Jadi tak ada yang spesial juga sebenarnya dari kebijakan PSBB Anies Baswedan kali ini. Lantas kenapa jadi gaduh sekali?

Apakah kebijakan Anies ini salah? Ya enggak lah. Menururt pandangan saya apa yang dilakukan Anies itu sudah tepat, penambahan kasus positif baru Covid 19 di Jakarta memang sudah sangat mengkhawatirkan sehingga bisa membuat sistem kesehatan kolaps jika dibiarkan.

Mungkin yang harus diperbaiki adalah cara Anies Baswedan berkomunikasi, kemudian hilangkan ego sektoral, dan jangan lupa politisasi kebijakan inilah yang menjadi sumber kegaduhan.

Andai Anies tak dalam posisi dihadap-hadapkan dengan pemerintah pusat mungkin tak akan segaduh ini.

Apakah kemudian langkah Anies ini mem-PSBB-kan kembali DKI Jakarta akan berhasil menekan penyebaran Covid 19?

Harus diingat inti dari PSBB ini masyarakat diminta untuk tetap dirumah, hanya keluar rumah untuk kebutuhan mendesak dan jika itu harus dilakukan maka gunakanlah masker, jaga jarak, dan rajin-rajinlah mencuci tangan.

Jika kita berkaca pada PSBB transisi kemarin, orang biasanya keluar rumah untuk kebutuhan kerja, belanja, rekreasi, dan bersosialisasi. Semakin banyak orang yang keluar rumah, maka semakin tinggi pula kasus Covid 19.

Itu artinya banyak sekali orang yang keluar rumah dengan mengabaikan protokol kesehatan. Jika mereka mematuhi mungkin kejadian akan berbeda.

Menurut penelitian secara sederhana yang dilakukan oleh mantan Menteri Keuangan di era Susilo Bambang Yudhoyono, DR. Chatib Basri yang ia rilis lewat akun Twitternya @chatibbasri.

Ada beberapa penjelasan terkait peningkatan kasus positif Covid-19 melalui pendekatan Psikologi dan ekonomi.

Dari segi ekonomi menurut penelitiannya, perhitungan kuantitatif menunjukan, semakin buruk situasi ekonomi, semakin banyak pula orang keluar rumah. Artinya keputusan orang untuk tinggal dirumah ditentukan oleh faktor ekonomi.

Twitter.com/@chatibbasri
Twitter.com/@chatibbasri

Orang hanya bisa tinggal di rumah jika mereka memiliki tabungan atau bisa juga karena mendapatkan bantuan sosial, jika tidak mereka akan cenderung memilih untuk keluar rumah.

Karena itulah, Chatib Basri meyakini bahwa PSBB ini bias memilih kelompok menengah ke atas, jika bansos tak diberikan pemerintah. Bantuan Langsung Tunai menjadi krusial agar orang mau tinggal dirumah.

Faktor kedua adalah masalah pikologi, mengacu pada teori behavior economics yang memungkinkan orang menjadi memiliki Cognitive bias dalam menyikapi PSBB ini.

Ada yang disebut dengan optimism bias, kondisi ini memungkinkan orang menjadi overestimate terhadap kemampuan dirinya menghindari Covid 19.

Mereka berpikir saya hati-hati kok, seluruh protokol kesehatan saya taati. Selain itu orang cenderung melihat peer group nya yang aman tak terinfeksi, apalagi saya lebih hati-hati dari mereka.

Kemudian jika dikaitkan dengan economy impact dan ini yang kemungkinannya lebih nyata. Orang akan berpikir "saya dirumah tidak bisa kerja" jika keluar sebenarnya saya bisa saja terkena virus atau bisa juga tak terkena virus.

Ini seperti yang dijelaskan dalam prospect theory, makanya kemudian mereka memutuskan untuk keluar rumah untuk bekerja.

Selain kedua faktor tersebut ada faktor lain yang juga tak kalah berpengaruh, yakni masalah habit atau kebiasaan. Tak dapat dipungkiri manusia adalah mahluk sosial, kasus terpapar baru yang kemudian menambah jumlah kematian mungkin akan membuat orang takut dalam beberapa hari, namun lepas itu yah kembali lagi ke habit lamanya untuk bersosialisasi.

Jadi pada dasarnya menurut Chatib, dalam menangani pandemi Covid 19 pendekatannya harus secara menyeluruh dari segi kesehatan, ekonomi, sosiologi, dan psikologi.

Jadi setiap kebijakan yang lahir dari para pemangku kepentingan bisa berhasil jika mempertimbangkan faktor-faktor tersebut.

Pertanyaannya kemudian, apakah Anies Baswesdan dalam mengambil keputusan memperketat kembali PSBB kali ini sudah mempertimbangkan hal tersebut?

Wallahu A'lam Bish-shawabi, kita tak pernah tahu apa yang terjadi di belakang layar saat keputusan itu diproses untuk kemudian ditetapkan.

Yang tampak ke permukaan hanya koordinasi dan cara komunikasinya yang kurang asyik saja. Mungkin kita lihat saja hasilnya nanti setelah 2 minggu pelaksanaan PSBB ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun