Anies Baswedan Gubernur DKI Jakarta kembali menjadi sorotan publik setelah langkahnya memutuskan kembali berlakunya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk ke 2 kalinya di wilayah Jakarta.
PSBB yang tadinya dsebut Anies sebagai " menarik rem darurat" dalam Konferensi Pers pada 9 September 2020, yang kemudian mendapat reaksi beragam sehingga membuat masyarakat dan elite pemerintahan terbelah ke dalam pro dan kontra.
Pernyataan rem darurat dan PSBB total langsung disambut secara negatif oleh para pelaku ekonomi. Indeks Harga Saham Gabungan terjun bebas hingga 5 persen pada pembukaan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia ke esokan harinya, sehingga perdagangan sempat dihentikan selama 30 menit oleh otoritas bursa.
Selain itu kapitalisasi pasar saham hari itu harus rela tergerus sentimen negatif karena Konpers Anies tersebut, tak kurang dari Rp.300 triliun menguap hari itu.
Tak pelak kemudian hal ini direspon  dengan kekecewaan oleh Menteri Koordinator Bidang perekonomian Airlangga Hartarto, yang menganggap Anies overdosis dalam menangani Covid-19.
Tak ketinggalan Mahfud MD Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) yang menyatakan bahwa "rem mendadak" ala Anies itu merupakan bentuk tata kata yang kurang genah sehingga menimbulkan kepanikan.
Koordinasi dengan wilayah penyangga pun tampak kedodoran, mereka baru berkoordinasi setelah keputusan PSBB Â diumumkan ke publik.
Akibatnya Keputusan Anies itu terkesan mentah, walau kemudian segera diperbaiki dengan melakukan koordinasi dengan para stakeholders secara intensif tapi kegaduhan di masyarakat telah terjadi.
Bayangan masyarakat terhadap kata Rem mendadak dan PSBB ketat/total ini, mengacu pada PSBB pertama pada April hingga Juni 2020 lalu.
Semua kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya serta keagamaan menjadi lumpuh saat itu. Yah tak bisa disalahkan ketika masyarakat menjadi begaduh.
Kemudian karena urusan politik yang terselip didalamnya seolah menghadap-hadapkan Anies Baswedan sebagai personifikasi kubu oposisi dengan Pemerintah Pusat sebagai penguasa.