Apalagi kemudian di tengah proses penyelidikan Jaksa Pinangki dan kemungkinan dilakukan penyelidikan oleh pihak Kepolisian.
Tiba-tiba terbit aturan baru Kejagung  pada  tanggal 6 Agustus 2020 yang ditandatangani oleh Jaksa Agung St Burhanuddin.
Peraturan baru tersebut ialah Pedoman nomor 7 tahun 2020 yang salah satu pasalnya, seperti yang dilansir Kompas.com adalah mengatur bahwa pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan Jaksa yang terlibat tindak pidana dapat dilakukan hanya atas izin Jaksa Agung.
Artinya siapapun jaksanya jika terlibat sebuah kasus pidana tak boleh diperiksa atau diselidiki oleh siapapun termasuk Kepolisian dan KPK kecuali ada izin tertulis dari Jaksa Agung.
Ini luar biasa sekali, seolah jaksa itu memiliki kekebalan hukum. Karena pastinya akan ada proses administrasi dan birokrasi untuk mendapatkan izin dari Jaksa Agung.
Bisa saja ditengah mendapatkan izin tersebut yang bersangkutan bisa saja menghilangkan berbagai barang bukti yang ada.
Nah, Pedoman ini menjadi ramai dan menjadi polemik banyak pihak beranggapan bahwa terbitnya aturan baru  Kejagung tersebut ada hubungannya  dengan kasus yang menimpa Jaksa Pinangki.
Walaupun, kemudian pihak Kejagung melalui Kepala Pusat Penerangan Kejagung, Hari Setiyono membantah bahwa aturan baru tersebut ada kaitanya dengan kasus apapun.
"Tidak ada (kaitan dengan kasus tertentu), karena bikin pedoman itu kajiannya cukup lama," ucap Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono melalui aplikasi pesan singkat, Selasa (11/08/20).
Meskipun ada bantahan, polemik itu terus bergulir apalagi laju penyelidikan jaksa Pinangki sangat lambat dan terkesan sangat tertutup.
Dan pihak Kejagung sepertinya menutup pintu bagi pemeriksaan Jaksa Pinangki oleh institusi lain seperti Kepolisian misalnya.
Ketika kemungkinan pemeriksaan Jaksa Pinangki oleh Kepolisian ditanyakan oleh salah satu Jurnalis Kompas.TV Aiman Witjaksono dalam acara "Aiman".