Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Apa Bedanya, Klaim Kalung Kementan dengan Klaim Hadi Pranoto, Mereka Sama-Sama Menjual Harapan, Salah?

4 Agustus 2020   12:06 Diperbarui: 4 Agustus 2020   23:29 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Covid-19 sepertinya membuat manusia benar-benar seperti frustasi. Karena Covid-19 perekonomian menjadi berantakan. Karena Covid-19 kehidupan sosial menjadi ter-distraksi sedemikian rupa. Karena Covid-19 pendidikan anak-anak kita terlantar.

Segala upaya dilakukan oleh seluruh manusia  agar virus corona ini segera enyah dari muka bumi ini. Segala upaya telah dilakukan agar manusia tak harus lagi terancam dengan keberadaan virus menyebalkan ini.

Namun semua upaya itu sepertinya tak menghasilkan apapun secara optimal. Satu-satunya cara untuk mengenyahkan virus, ya keberadaan vaksin.

Vaksin masih butuh waktu paling cepat 8 bulan ke depan untuk dapat dipergunakan secara masal oleh masyarakat luas. 

Saat ini yang dapat diperbuat manusia adalah mencoba mengurangi menghambat penyebarannya dengan cara mempraktikan protokol kesehatan ketat.

Namun ekses dari praktik protokol kesehatan  seperti menggunakan masker, rajin mencuci tangan, serta menjaga jarak ini mengakibatkan kehidupan lazim manusia tak lagi relevan untuk disebut lazim.

Akibatnya ya itu tadi, seluruk aspek kehidupan manusia mulai dari ekonomi, sosial, pendidikan, budaya menjadi berantakan.

Mau melanggar takut karena risikonya kehilangan nyawa, tak melanggar juga manusia seperti tak memiliki "kehidupan".

Manusia menjadi frustasi, satu-satunya cara agar tetap bertahan ya kita berusaha membangun harapan bahwa dalam kegelapan, di ujung sana masih terlihat kerlipan cahaya 

Dalam situasi seperti ini, maka tak heranlah berbagai isu tentang obat dan penanganan alternatif yang bisa menghindarkan manusia terpapar  serta memiliki kemampuan menyembuhkan penyakit yang ditimbulkan virus corona bermunculan meski tanpa dasar yang valid, dan banyak sekali manusia mempercayainya tanpa ditelisik lebih jauh validitasnya.

Mengapa demikian, karena pada dasarnya manusia dianugerahi oleh sesuatu yang unik yakni "HARAPAN atau HOPE" untuk mencapai tujuannya.

Dalam konteks Pandemi Covid-19, tujuan hidup manusia adalah terbebas dari virus tersebut dan bisa berkehidupan seperti sebelum Covid-19 mencengkram dunia.

Makanya manusia terus menerus membangun harapan walaupun terkadang harapan tersebut tampak menjadi sebuah kebodohan karena dalam mengaplikasikannya diluar nalar normal dan terasa jauh dari keilmuan masalah terkait.

Menurut Profesor Psikologi Klinis University of Kansas Amerika Serikat,  Charles R Snyder dalam bukunya The Psychology of Hope,

Harapan didefinisikan sebagai sebuah proses dari pemikiran untuk mencapai satu tujuan dengan motivasi untuk mencapai tujuan tersebut (agency) dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut (pathways).

Harapan itu tidak bisa disebut sebagai emosi, harapan merupakan sebuah sistem yang dinamis yang muncul saat manusia berusaha meraih tujuannya.

Harapan itu, harus memiliki kehendak dan strategi dari indidividu atau kelompok untuk mencapai sebuah goal.

Tanpa itu, harapan tak bisa disebut harapan itu hanya angan-angan atau mimpi di siang bolong.

Apakah kemudian dalam konteks Covid-19, yang dikaitkan dengan isu yang kini sedang ramai diperbincangkan tentang Obat yang di klaim oleh seorang bernama Hadi Pranoto dapat menyembuhkan Covid-19 adalah bagian dari harapan?

Ya itu merupakan bagian dari harapan karena ketiga unsur harapan sudah terpenuhi, terlepas dari motivasi atau ampuh tidaknya obat yang  oleh Hadi Pranoto disebut sebagai Antibodi Covid-19.

Tak ada bedanya dengan klaim yang dilakukan oleh pihak Kementerian Pertanian saat Menterinya Syahrul Yasin Limpo menyebutkan bahwa kalung eucalyptus bisa mencegah orang terpapar virus corona beberapa waktu lalu.

Atau Klaim dari Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bahwa suhu tropis  dapat menghambat penyebaran virus corona di awal virus ini menyebar di Indonesia.

Itu semua hanya harapan saja, terlepas benar atau tidaknya harapan tersebut. Menjadi aneh ketika klaim Hadi Pranoto terkait obatnya yang disebarluaskan lewat channel Youtube Dunia Manji milik musisi Anji, dilaporkan ke polisi.

Seperti yang dilakukan oleh Ketua Umum Cyber Indonesia, Muannas Aladid yang melaporkan Hadi Pranoto dan Anji ke pihak kepolisian.

"Semuanya (dilaporkan) termasuk Anji channel Youtubenya yang menyebarkan Pasal 28 ayat 1 ITE. Kalau Hadi Pranoto berita bohongnya Pasal 14 dan 15 Undang-Undang Tahun 1946," kata Muannas. Senin (03/08/20). Seperti dilansir CNNIndonesia.com.

Jika logika hukumnya seperti itu seharusnya Syahril Yasin Limpo dan Luhut Binsar Panjaitan pun harus dilaporkan karena pernyataannya juga bisa dikategorikan menyebarkan berita bohong.

Apakah kalung eucalyptus bikinan Kementan itu valid secara ilmiah bisa mencegah terpapar virus corona. Apakah sebelum disebarluaskan informasinya klaim tersebut sudah didasari oleh penelitian mendalam yang menyatakan validitasnya?

Demikian juga ucapan Luhut, kalo benar ucapannya tersebut, seharusnya Brazil sebagai salah satu negara beriklim tropis tak akan menjadi peringkat kedua kasus positif Corona terbanyak di dunia dengan lebih 2,5 juta kasus.

Atau Indonesia dengan iklim tropisnya tak akan perlu repot mengurus corona dengan penambahan kasus baru yang kian meningkat dari hari ke hari.

Semuanya itu hanya lah sebuah harapan, terlepas dari validitasnya karena faktanya kita memang tak memiliki pengetahuan yang cukup tentang Covid-19.

Jika itu merupakan opini bantahlah dengan opini yang berbeda dengan menunjukan fakta-fakta kesalahan opini sebelumnya, bukan main lapor-lapor ke polisi saja.

Lantas apakah yang dilakukan oleh Hadi Pranoto itu benar, ya tak begitu juga. Seharusnya kita berhati-hati dalam berucap apalagi mengenai sesuatu yang kita belum tahu kebenarannya secara pasti.

Apalagi faktanya Hadi Pranoto mengaku-ngaku sebagai Ahli Mikrobiologi bahkan Profesor yang tentu saja dengan mudah bisa ditelusuri jejak ilmiahnya berupa jurnal-jurnal atau stasi yang telah ia terbitkan selama ini.

Beda cerita mungkin jika ia hanya mengaku sebagai ahli pengobatan herbal. 

Memberi harapan yang memantik optimisme itu memang perlu, tapi landasannya harus benar-benar kuat dan faktual.

Karena optimisme berlebihan terhadap pandemi ini jika tidak disikapi dengan bijaksana bakal berujung pada pengabaian dalam mentaati protokol kesehatan yang memang sudah terbukti secara valid  dapat menahan laju pertumbuhan penyebaran virus.

Kemudian pihak-pihak yang merasa dirinya mampu membuat sesuatu untuk mencegah atau mengobati dengan menggunakan cara pengobatan alternatif seperti herbal misalnya tak perlu juga menyebarluaskan kepada publik sebelum melewati prosedur pengujian yang telah ditetapkan.

Kita sebagai masyarakat kebanyakan memang membutuhkan harapan sebagai energi booster agar kita bisa melewati masa kegelapan ini.

Pastikan apakah harapan yang dijajakan itu palsu atau nyata, atau optimisme yang dikobarkan tersebut berlebihan.

Harapan memang harus ada, optimisme harus tetap terjaga, namun ingat kita tetap harus memelihara skeptisme ketika memperoleh informasi apapun terkait Covid-19.

Sebenarnya simpel saja sih untuk mengukur harapan itu palsu atau nyata, jika itu too good to be true, 99 persen itu cuma PHP.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun