Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Sepandai-pandainya Djoko Tjandra Buron, Akhirnya Tertangkap Juga

31 Juli 2020   07:26 Diperbarui: 31 Juli 2020   07:36 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pelarian buronan kelas kakap Djoko Tjandra akhirnya mencapai finish setelah hari Kamis (30/07/20) sore, dirinya berhasil ditangkap oleh Bareskrim Mabes Polri.

Tim yang dipimpin langsung oleh Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri, Komjen Listyo Sigit Prabowo, dengan bantuan dari Kedutaan Indonesia di Malaysia dan tentu saja Pemerintah Malaysia pun membantu penangkapan pemilik Grup usaha Mulia ini.

Penangkapan buronan legendaris yang telah buron selama 11 tahun, diawali setelah Kapolri Jendral Idham Azis membentuk Tim khusus untuk menangkap dan memulangkan sosok yang akrab disebut Djoker ini.

Kemudian tim ini mulai menjalin kerjasama dengan Kepolisian Diraja Malaysia, setelah mengetahui keberadaan Djoker di Malaysia.

Keberadaan lokasi Djoko akhirnya diketahui Kamis (29/07/20) siang, dan tim mulai bergerak melakukan penangkapan.

"Tadi sore kami dari Bareskrim, Kadiv Propam, berangkat untuk pengambilan. Alhamdulillah, Bareskrim dengan Kepolisian Diraja Malaysia, saat ini narapidana Djoko Tjandra sudah berhasil kami amankan," kata Komjen Listyo di Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta, Jumat (30/07/20). Seperti dilansir Kompas.com.

Djoko mendarat di Jakarta pada pukul 22.40 dan langsung di bawa ke Bareskrim Polri untuk diperuksa kesehatannya terlebih dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan

Cerita panjang pelarian Djoko bermula saat ia di dakwa telah melakukan kejahatan korupsi yang telah merugikan negara sebesar Rp. 940 miliar.

Djoko melalui perusahaan yang dibentuknya bersama Mantan Ketua DPR-RI Setya Novanto membentuk perusahaan PT. Era Giat Prima(EGP) untuk mendapatkan hak tagih atau Cessie Bank Bali.

Dengan lobi-lobi dan koneksi yang dimilikinya akhirnya piutang Bank Bali bisa dicairkan EGP. Namun dalam pencairannya tersebut ditenggarai merugikan negara.

Kemudian kasus ini berlanjut  menjadi kasus hukum, selain Djoko ada beberapa terdakwa lain dalam kasus ini yakni Gubernur Bank Indonesia saat itu Syahril Syabirin, dan Wakil Ketua BPPN Pande Lubis.

Nah, Djoko Tjandra ini lepas, hakim pengadilan Jaksel membebaskan Djoko karena dianggap tak bukti bersalah. Tak puas Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan banding hingga Mahkamah Agung pada tahun 2008 memutuskan Djoko Soegiarto Tjandra bersalah dan dihukum 2 tahun penjara serta denda sebesar Rp.15 miliar dan harus membayar uang pengganti Rp. 546 miliar.

Dilalahnya rupanya kabar ini bocor, sehari sebelum eksekusi dilakukan Djoko lewat Halim berhasil kabur ke Port Moresby, Papua New Guinea (PNG)dengan menggunakan pesawat carteran.

Selama 11 tahun lebih Djoko berpindah-pindah  ke beberapa negara, setelah sebelumnya dikabarkan ia sudah memiliki Paspor PNG.

Namun Djoko lebih sering berada di Negeri Jiran Malaysia. Saat Najib Razak menjadi Perdana Menteri Malaysia, ia beberapa kali disebutkan bertemu dengan Najib karena urusan aktivitas bisnis Djoko.

Pemerintah Indonesia seperti sudah nyaris menyerah dalam memburu Djoko.  Bahkan disinyalir Djoko sering keluar masuk Indonesia dengan menggunakan Paspor atas nama lain.

Peran istrinya , Anna Boentaran dalam pelarian Djoko ini disebutkan oleh beberapa pihak cukup krusial. Ia banyak mengatur langkah untuk melakukan lobi-lobi kepada para pejabat hukum di Indonesia agar Djoko bisa lepas dari jerat hukum.

Salah satunya dalam upaya pencabutan nama Djoko Tjandra dalam Red Notice Interpol. Atas dasar surat dari Anna, melalui surat bernomor B/186/V/2020/NCB-DIV HI tertanggal 5 Mei 2020 Djoko disebutkan sudah tak lagi masuk dalam daftar red notice sejak 2014.

Bau lancung tercium disini seharusnya sepanjang buron itu belum tertangkap atau meninggal red notice itu semestinya terus berlaku.

Dalam pelariannya Djoko memang masih mampu lobi sana sini karena banyak bantuan dari banyak pihak. Kekuatan uangnya yang tak berseri membuaatnya bisa bergerak leluasa.

Mulia Grup dan banyak lagi usahanya yang lain masih tetap beroperasi secara normal, makanya Djoko tak pernah kehabisan sumber pendanaan.

Jika saja Djoko kemarin tak berupaya kembali masuk ke Indonesia yang berlanjut menjadi kehebohan mungkin Djoko Soegiaharto Tjandra Alias Joko Chen tak akan pernah tertangkap.

Menurut Kuasa Hukumnya Anita Kolopaking, seperti yang saya kutip dari acara Mata Najwa ia pulang ke Indonesia dalam upaya mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA agar Djoko bisa hidup tenang tak ada kasus hukum yang menghantuinya.

Dalam kesempatan tersebut Anita menyebutkan bahwa Djoko sudah nyaman tinggal di Malaysia dan tak beminat kembali tinggal di Indonesia.

Selain itu Anita pun menyebutkan, bahwa keterlibatan berbagai pihak seperti Lurah Grogol, 3 Jenderal Polisi hanya memberi bantuan saja tanpa ada iming-iming uang.

Rasanya bebek bengek pun akan tertawa sambil guling-guling mendengar ungkapan Sang Pengacara yang akhirnya Kamis kemarin ditetapkan sebagai tersangka ini.

Mana mungkin Lurah Grogol berniat tulus membantu Djoko dalam menerbitkan E-KTP dalam waktu yang sangat singkat, dengan pelayanan luar biasa.

Mana mungkin Brigadir Jenderal  Prasetyo Utomo yang kini sudah menjadi tersangka, berminat membantu Djoko dengan menerbitkan surat jalan asli tapi palsu, serta menyertainya dalam perjalanan dari Jakarta ke Pontianak hanya untuk bersenang-senang? Ada gratifikasi disini, ada uang yang bermain disini dan jumlahnya hampir bisa dapat dipastikan tidak sedikit.

Jenderal mana yang mau mempertaruhkan jabatan dan karirnya hanya untuk membantu buron tanpa ada keuntungan untuk dirinya sendiri.

Tak hanya satu Jenderal yang terlibat, dua Jenderal lain Kepala Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan Sekretaris NCB interpol Polri Brigjen Slamet Wibowo juga disebutkan terlibat dan kini telah dicopot dari jabatannya oleh Kapolri Jendral Idham Azis.

Terakhir pihak Kejaksaan pun telah membebas tugaskan Jaksa Pinangki Sirna Malasari karena dianggap membantu pelarian Djoko Tjandra.

Orkestrasi pelarian ini tak mungkin tanpa dirigen, ini lah  yang harus dicari tahu dan di selidiki Bareskrim setelah Djoko tertangkap.

Bukan tidak mungkin terdapat pihak lain yang terlibat selain mereka itu. Ungkap tuntas semuanya dan kita masyarakat harus mengawasinya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun