Karena itulah pemerintah Austria berencana memensiunkan 15 pesawat Typhoon Trance 1 pada tahun 2020 ini, karena dianggap menghabiskan anggaran negara.
Menurut estimasi Pemerintah Austria biaya operasional Typhoon selama 30 tahun ke depan akan mencapai angka 4 miliar Euro hingga 5,1 miliar Euro.
Jika pesawat ini diganti dengan jenis lain maka pemerintah Austria berpotensi menghemat hingga 100 juta hingga 2 miliar Euro.
Selain masalah teknis dan anggaran, ada masalah lain, yakni masalah hukum yang kini tengah  dalam penyelidikan terkait sinyalemen gratifikasi yang dilakukan oleh pihak Airbus kepada pejabat Austria dalam pembelian 15 pesawat tersebut.
Menurut  seorang Kolumnis  dari Austria Stefan Gadi seperti dilansir CNBCIndonesia minat Prabowo terhadap 15 pesawat apkiran Austria ini untuk beberapa alasan tidak relistis.
Karena pihak Airbus ia yakini tak akan menyetujui penjualan pesawat Typhoon ini, selain itu biaya upgrade yang nanti akan dikeluakan pemerntah Indonesia akan sangat besar, terlalu mahal buat Indonesia.
Memang belum ada angka yang pasti terkait pembelian 15 pesawat Typhoon ini. Pihak Kementerian Pertahanan sendiri belum memberikan konfirmasi resmi terkait hal ini.Â
Namun jika memang benar, minat  Prabowo  terhadap pesawat ini rasanya harus dievaluasi kembali. Mungkin akan lebih realistis jika membeli lebih banyak lagi pesawat tempur buatan Rusia Sukhoi yang kini memang sudah dimiliki Indonesia.
Dengan jenis yang sama maka akan ada skala ekonomi yang bakal dapat ditekan dalam pemeliharaan dan operasionalnya menjadi lebih murah.
Pesawat tempur Eurofigther Typhoon ini secara teknis memang pesawat yang cukup keren, tak kalah dengan pesawat tempur buatan Rusia atau  Amerika Serikat.
Harga baru pesawat ini seperti dilansir oleh aircraftcompare berkisar antara US$ 50 juta hingga US$ 70 juta per unit khusus untuk pasar Eropa.