Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dinasti Politik, Memanfaatkan Momentum atau Aji Mumpung?

21 Juli 2020   12:43 Diperbarui: 21 Juli 2020   13:06 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika berbicara Dinasti Politik, yang terlintas di bayangan saya atau mungkin beberapa orang dari kita ialah Keluarga Besar Tubagus Chasan Sochib yang merupakan ayahanda dari Ratu Atut Chosiyah menguasai Provinsi Banten.

Ratu Atut Chosiyah seperti "Godmothet"dalam kancah politik dinasti di Banten. Setelah ia dipaksa melepas jabatan Gubernur Banten karena kasus korupsi alat kesehatan.

Anak sulungnya  Andika  Hazrumy kini menjadi Wakil Gubernur Banten berpasangan dengan Wahidin Halim ssbagai Gubernur Banten periode 2017-2022.

Anak keduanya Andara Aprilia kini menjadi anggota DPD mewakili Provinsi Banten. Sebelumnya adik iparnya Airin Rahmi Diani,  Istri dari adiknya Tubagus Chaeri Wardana  alias Wawan menjadi Walikota Tanggerang Selatan selama 2 periode.

Kemudian adik tirinya, Haerul Jaman menjabat Walikota Serang selama 2 Periode, ia kini menduduki jabatan ssbagai anggota DPR-RI dari Fraksi Golkar Dapil Banten.

Secara keseluruhan Keluarga Besar Ratu Atut menggunakan Golkar sebagai kendaraan politiknya. Sebelum meninggal suami dari Ratu Atut Hikmat Tomet menjadi anggota DPR-RI juga dari Fraksi Partai Golkar.

Lantas Adik kandung Ratu Atut, Ratu Tatu Chasanah juga menduduki jabatan Walikota Serang menggantikan adik tirinya Haerul Jaman, dan kini akan maju kembali dalam Pilkada serentak 2020.

Gurita Politik dinasti keluarga besar Ratu Atut ini merupakan contoh paling nyata dari laku politik dinasti yang paling sempurna.

Mereka terus menerus memegang jabatan publik hampir tak terputus turun temurun. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? 

Menurut Sejarawan dari Univesitas Indonesia, Bonnie Tryana langgengnya dinasti  Atut dalam politik kekuasaan, karena  di Banten tergolong pemilih tradisional.

"Masyarakat di kita masih separuh feodal. Sehingga di banyak daerah, hubungan antara warga dengan pemimpin itu masih patrimonial," ujarnya . Seperti dilansir Kumparan.Com

Selain itu, ada faktor tingkat pendidikan masyarakat Bantem  yang rendah sehingga sangat mudah menjaga kelangsungan dinasti politik.

Jika kita amati seluruh dinasti politik Ratu Atut di Banten itu tak berdasarkan pada penunjukan atau titah secara terbuka dari "kepala sukunya"

Mereka semua terpilih setelah  mengikuti proses politik berdemokrasi seperti kebanyakan orang.  Dan faktanya memang demikian, artinya mereka tak melanggar aturan apapun.

Lantas apa bedanya  dengan langkah Gibran Rakabuming Raka maju menjadi Cawalkot Solo dalam Pilkada 2020? Engga ada, sama saja.

Gibran maju berjuang untuk mendapatkan endorsement dari Partai-partai politik terutama dari PDIP untuk maju menjadi Cawalkot Solo.

Jadi jika majunya Gibran sebagai Cawalkot tidak dianggap sebagai upaya Keluarga Besar Jokowi membangun trah politik, seperti yang Jokowi ungkapkan dalam sebuah wawancara dengan Salah satu media asing.

"Dinasti politik, itu jika saya menunjuk anak saya menjadi menteri, kalau ada keluarga  misalnya anak yang ikut berpartisipasi dalam Pilkada di Daerah, rakyat yang menentuk bukan Jokowi," Ujar Jokowi seperti di lansir BBC.com

Jika demikian, Keluarga Ratu Atut pun tak bisa disebut sebagai dinasti politik, karena mereka melewati proses yang sama dengan Gibran.

Artinya seluruh  pihak yang disebut melakukan "dinasti politik" di Indonesia itu tak pernah ada karena mereka melewati proses yang sama  dengan Gibran dalam meraih jabatan politiknya.

Terlepas dari itu semua  apa sih sebenarnya dinasti politik itu.? Tak ada definisi yang benar-benar baku terkait hal ini namun pada dasarnya Dinasti Politik ialah.

Merupakan kekuatan politik yang melibatkan suatu kelompok yang memiliki kekerabatan yang mendominasi kekuasaan di suatu wilayah atau negara

Menurut Dosen Fisip jurusan Ilmu Politik  Univesitas Gajah Mada  Yogyakarya, A.G.M Dwipayana . Seperti dikutip dari situs Mahkamah Konstitus, MKRI.com 

Tren politik kekerabatan itu sebagai gejala neopatrimonialistik.  Benihnya sudah lama berakar secara tradisional. Yakni berupa sistem patrimonial, yang mengutamakan regenerasi politik berdasarkan ikatan genealogis, ketimbang merit system, dalam menimbang prestasi. 

Menurutnya, kini disebut neopatrimonial, karena ada unsur patrimonial lama, tapi dengan strategi baru. "Dulu pewarisan ditunjuk langsung, sekarang lewat jalur politik prosedural."

Anak atau keluarga para elite masuk institusi yang disiapkan, yaitu partai politik. Oleh karena itu, patrimonialistik ini terselubung oleh jalur prosedural.

Dalam konteks politik kontemporer, menurut Profesor Ilmu Sosial dan Politik University of Florida Amerika Serikat, Norman. M Wilensky dan Alferd. B Clubok ada beberapa bentuk dinasti politik.

Pertama, bentuk dengan cara mendorong keluarga lama untuk terus memegang kekuasaan dengan cara demokratis.

Kedua, bentuk yang disesuaikan dengan etika demokrasi modern dengan cara mempersiapkan keluarga dalam sistem dan rekrutmen politik secara dini. Kemunculan anggota keluarga dalam kancah politik seolah bukan karena faktor kekeluargaan melainkan karena proses demokrasi politik yang wajar saja.

Ketiga, bentuk yang banyak terjadi dalam kondisi kekuasaan politik otoriterianisme. Seperti terlihat menggunakan sistem demokrasi modern namun menggunakan tekanan terhadap masyarakat agar memilih petahana.

Bentuk dinasti politik pertama dan kedua lah yang banyak terjadi di Indonesia. Semuanya terlihat demokratis namun sesungguhnya faktor kekeluargaan lah yang mendominasi.

Namun bukan berarti dinasti politik itu serta merta menjadi sesuatu yang tidak baik. Namun akan membuat demikrasi yang diicita-citakan untuk menunjukan kesetaraan menjadi kehilangan maknanya.

Karena pemiliki dinasti politik sudah memiliki keumggulan yang tak dipunyai oleh kontestan lain, seperti sumber daya, jaringan elit politik , dan memiliki kekuasaan untuk menggiring pemilih.

Apakah para pelaku politik dinasti ini benar-benar hanya memanfaatkan momentum untuk terpilih karena dukungan keluarganya yang saat itu berkuasa, atau aji mumpung saja siapa tahu dengan pengaruh dan nama keluargnya ia bakal melenggang mudah merengkuh kekuasaan?

Ya itu argueable sih memang, silahkan memiliki pendapat masing-masing, namun jangan hanya karena pihak yang kita dukung terindikasi melakukannya kita membenarkan dinasti politik.

Bagi saya alangkah lebih baiknya jika kita berdemokrasi dengan level of the playing field.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun