Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Dua Polisi Pelaku Kejahatan terhadap Novel Baswedan Divonis 2 Tahun dan 1 Tahun 6 Bulan, Adilkah Putusan Ini?

16 Juli 2020   21:25 Diperbarui: 16 Juli 2020   21:41 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Harapan keadilan akan datang dalam kasus penyiraman air keras atau dalam versi Jaksa disebut air aki terhadap  penyidik Komisi Pemberantasan  Korupsi (KPK)  Novel Baswedan lewat keputusan Majelis Hakim yang menyidangkan kasusnya sepertinya hanya menggantang asap

Dalam Sidang lanjutan yang dilaksanakan sejak siang hari pukul 13.00 hingga malam sekitar pukul 21.00 Kamis 16 Juli 2020  di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan agenda pembacaan vonis oleh Majelis Hakim, yang dipimpin oleh Hakim Djuyamto dengan 2 Hakim anggota Taufan Mandala dan Agus Darwanta.

Dalam sidang yang dilakukan secara virtual, kedua terdakwa berada di Mako Brimob Kelapa Dua Depok, Persidangan ini di siarkan secara langsung oleh beberapa stasiun televisi berita nasional.

Majelis Hakim menjatuhkan vonis berupa hukuman penjara selama 2 tahun kepada terdakwa I Brigadir Polisi Rahmat Kadir Mahulette.

"Secara sah dan meyakinkan terdakwa Rahmat Kadir Mahulette telah melakukan perbuatan melanggar hukum untuk itu dijatuhi hukuman 2 tahun penjara," putus Ketua Majelis Hakim Djuyanto. Seperti yang saya saksikan dalam siaran langsung di  CNNIndonesia  TV 

Sementara Rony Bugis sebagai terdakwa II yang turut serta membantu Rahmat Kadir Mahulette untuk melakukan kejahatan ia dihukum 1 tahun 6 bulan lebih rendah 6 bulan di banding Rahmat Kadir.

Kedua terdakwa dianggap telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan kejahatan dengan melanggar Pasal 353 ayat 2 (a) Kitab Hukum Acara Pidana (KUHP) dengan hukuman maksimal 7 tahun penjara. Pasal ini merupakan dakwaan subsider

Setelah dakwaan primernya Pasal 355 ayat 1 KUHP tentang penganiayaan berat yang direncanakan dengan hukuman maksimal 12 tahun penjara, tak didakwakan oleh JPU karena dianggap tak cukup bukti.

Atas keputusan tersebut kedua terdakwa menyatakan menerima putusan Majelis hakim tersebut. Sementara JPU menyatakan pikir-pikir.

Dalam amar putusan setebal 213 halaman yang dibacakan oleh Majelis Hakim secara bergantian oleh ketiga hakim selama lebih dari 8 jam dengan 2 kali break Shalat Ashar dan Maghrib itu. 

Hakim membacakan kembali fakta-fakta persidangan berupa bukti dan kesaksian baik dari pihak yang memberatkan maupun yang meringankan.

Mengacu pada amar putusan, Hakim sepertinya meyakini bahwa air yang disiramkan ke wajah Novel tersebut adalah air aki yang telah dicampur air bukan air keras seperti yang disebutkan oleh banyak pihak termasuk oleh Novel Baswedan.

Dengan dicampur air artinya mengurangi kepekatan air aki maka Hakim meyakini bahwa kedua terdakwa memang benar tak bermaksud mencederai korban secara parah.

Pikiran Majelis Hakim ini rupanya sejalan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU)

Vonis yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim itu bisa disebut memenuhi azas keadilan atau bisa juga tidak. Tergantung dari sudut pandang masing-masing. Namun secara kuantitas memang tak memenuhi rasa keadilan jika dibandingkan dengan dampak yang dialami Novel Baswedan.

Sebagai bahan perbandingan dalam beberapa kasus penganiyaan berat dengan menggunakan air keras sebagai alatnya, vonis yang dijatuhkan pada para pelakunya sangat berat jauh di atas vonis hakim apalagi tuntutan JPU.

Di Bengkulu seperti dilansir oleh Tribunnews.com terdapat dua kasus penyiraman air keras, pertama Hariyanto yang menyiramkan air keras ke tubuh istrimya Yati Mulyati di hukum 20 tahun penjara di Pengadilan Negeri Bengkulu pada 2020 ini.

Kemudian, Rika Sonata seorang wanita yang menyuruh preman untuk menyiramkan air keras ke tubuh suaminya Ronaldo, pada 2018 dihukum 12 tahun penjara.

Sebelumnya  Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut dua terdakwa kasus penyiraman air keras ke wajah Novel yang membuat mata kirinya tak berfungsi sama sekali dan mata kanannya hanya berfungsi minimal.

Rahmat Kadir dan Rony Bugis yang merupakan 2 anggota polisi aktif yang bertugas di Brigade Mobil (Brimob) dituntut sangat rendah oleh JPU, keduanya hanya dituntut 1 tahun penjara saja.

Tak sebanding dengan kejahatan yang telah diperbuatnya, akibat kejahatan yang dilakukan oleh kedua terdakwa tersebut, Novel Baswedan alias korban menjadi cacat permanen.

JPU menyebut bahwa tindakan yang dilakukan oleh dua terdakwa tersebut tak sengaja dilakukan mereka berdua hanya ingin memberi pelajaran kepada Novel.

Karena sebenarnya ia hanya bermaksud menyiramkan air keras tersebut kebagian badan dan kaki Novel Baswedan saja.

Sontak saja tuntutan ringan JPU  dan alasan ketidak sengajaan ini ditanggapi caci maki oleh publik. Novel Baswedan  mengatakan bahwa dirinya tak terkejut juga mendengar tuntutan ringan JPU, mengingat sejak awal sidang ini dilakukan sudah banyak sekali kejanggalan.

Melalui akun media sosial Twitter miliknya  seperti yang dilansir oleh Kompas.com, Novel mengungkapkan kekecewaan dan kegeramannya.

"Keterlaluan memang, sehari-hari bertugas memberantas mafia hukum dengan UU Tipikor tetapi jadi korban praktek lucu begini, lebih rendah dari orang menghina. Pak @jokowi , selamat atas prestasi aparat bapak. Mengagumkan...," tulis Novel.

Kekecewaan serupa  diungkapkan oleh Tim Advokasi Novel, yang menyatakan seluruh peradilan dan penyelidikan kasus penyiraman air keras ke wajah Novel Baswedan  itu hanya "sandiwara hukum".

Seperti diketahui kasus ini sebenarnya adalah kasus yang sudah berlangsung cukup lama. Hanya saja Polisi baru mampu mengungkap kasus ini  2,5 tahun setelah kejadian itu terjadi.

Itu pun setelah Presiden Jokowi memberikan ultimatum selama 3 bulam untuk segera mengungkap kasus ini kepada Kapolri yang saat itu masih di jabat oleh Jenderal Pol Tito Karnavian.

Namun sampai Tito berganti jlabatan menjadi Menteri Dalam Negeri, kasus ini belum terungkap. Padahal saat itu Tito sempat membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta yang anggotanya lintas institusi dan anggotanya merupakan orang-orang yang dianggap memiliki pengalaman hukum yang cukup dan berintegritas.

Namun tim bentukan Tito ini tak berhasil mengungkap kasus tersebut.  Baru setelah Jenderal Pol Idham Aziz menjabat Kapolri, tiba-tiba seperti jatuh dari langit pada 26 Desember 2019 2 orang polisi yang kini sudah dijatuhi vonis tersebut tertangkap.

Kemudian setelah dilakukan pemerikasaan kedua terdakwa menyebutkan bahwa motif penyiraman air keras ke wajah Novel Baswedan adalah motif pribadi, karena ia beranggapan Novel seperti lupa kacang pada kulitnya, dibesarkan oleh Polri malah mengobok-ngobok institusi yang membesarkannya.

Tentu saja alasan ini jauh berbeda dari anggapan bahwa kejahatan yang dilakukan terhadap Novel tersebut ada kaitannya dengan kasus korupsi besar yang tengah diselidiki oleh Novel.

Terlepas dari itu semua, vonis yang telah dijatuhkan oleh Hakim yang memimpin persidangan kasus Novel ini sudah mencederai rasa keadilan, meskipun diatas tuntutan JPU.

Agak sulit untuk tidak mengatakan, bahwa pengungkapan kasus Novel Baswedan dan pengadilannya di tingkat pertama ini hanya merupakan sandiwara belaka.

Agar pemerintah tak terus ditekan oleh publik untuk menuntaskan kasus Novel Baswedan, jadi ini hanya asal saja menuntaskan kasus.

Sinyalemen ini sebenarnya sudah dirasakan Novel jelang sidang vonis dilaksanakan, ia menganggap peradilan yang kini telah berakhir ini hanya merupakan  sandiwara saja yang memang dirancang untuk gagal.

"Saya tidak taruh harapan apapun, sekalipun dihukum berat apalagi dihukum ringan karena peradilan ini sudah didesain untuk gagal, seperti peradilan sandiwara," kata Novel, Kamis (16/07/2020), seperti yamg dilansir Kompas.com

Penanganan dan Peradilan kasus kejahatan yang dilakukan oleh penegak hukum dengan cara seperti  ini bisa saja menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun