Mengacu pada amar putusan, Hakim sepertinya meyakini bahwa air yang disiramkan ke wajah Novel tersebut adalah air aki yang telah dicampur air bukan air keras seperti yang disebutkan oleh banyak pihak termasuk oleh Novel Baswedan.
Dengan dicampur air artinya mengurangi kepekatan air aki maka Hakim meyakini bahwa kedua terdakwa memang benar tak bermaksud mencederai korban secara parah.
Pikiran Majelis Hakim ini rupanya sejalan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU)
Vonis yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim itu bisa disebut memenuhi azas keadilan atau bisa juga tidak. Tergantung dari sudut pandang masing-masing. Namun secara kuantitas memang tak memenuhi rasa keadilan jika dibandingkan dengan dampak yang dialami Novel Baswedan.
Sebagai bahan perbandingan dalam beberapa kasus penganiyaan berat dengan menggunakan air keras sebagai alatnya, vonis yang dijatuhkan pada para pelakunya sangat berat jauh di atas vonis hakim apalagi tuntutan JPU.
Di Bengkulu seperti dilansir oleh Tribunnews.com terdapat dua kasus penyiraman air keras, pertama Hariyanto yang menyiramkan air keras ke tubuh istrimya Yati Mulyati di hukum 20 tahun penjara di Pengadilan Negeri Bengkulu pada 2020 ini.
Kemudian, Rika Sonata seorang wanita yang menyuruh preman untuk menyiramkan air keras ke tubuh suaminya Ronaldo, pada 2018 dihukum 12 tahun penjara.
Sebelumnya  Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut dua terdakwa kasus penyiraman air keras ke wajah Novel yang membuat mata kirinya tak berfungsi sama sekali dan mata kanannya hanya berfungsi minimal.
Rahmat Kadir dan Rony Bugis yang merupakan 2 anggota polisi aktif yang bertugas di Brigade Mobil (Brimob) dituntut sangat rendah oleh JPU, keduanya hanya dituntut 1 tahun penjara saja.
Tak sebanding dengan kejahatan yang telah diperbuatnya, akibat kejahatan yang dilakukan oleh kedua terdakwa tersebut, Novel Baswedan alias korban menjadi cacat permanen.
JPU menyebut bahwa tindakan yang dilakukan oleh dua terdakwa tersebut tak sengaja dilakukan mereka berdua hanya ingin memberi pelajaran kepada Novel.