Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Berdamai dengan Covid-19, Bukan Berarti Strategi Herd Immunity

13 Mei 2020   07:59 Diperbarui: 13 Mei 2020   16:40 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kata "Herd Immunity" kembali mencuat ke permukaan setelah Presiden Jokowi berujar bahwa kita harus mulai berdamai dengan virus pembawa Covid-19.

Dalam sebuah kesempatan melalui Channel Youtube milik Sekretariat Presiden, Jokowi menyatakan kondisi terkini terkait penanganan Covid-19 yang jumlah kasusnya akan naik turun. Belum ada tanda-tanda terus melandai sampai akhirnya nol.

Ditambah dengan belum ditemukannya vaksin yang dedicated buat memerangi virus SARS NCov-2, maka kita harus mulai berdamai dengan virus ini.

"Artinya sampai ditemukannya vaksin yang efektif kita harus hidup berdamai dengan Covid untu beberapa waktu ke depan," kata Jokowi, Kamis (07/05/20).

Tentunya sekilas saja kita bisa memahami bahwa maksud kalimat Jokowi  "berdamai dengan Covid" bukan berarti pemerintah akan membiarkan semua mobilitas warga normal seperti pra Covid-19.

Namun kita akan ada dalam situasi kenormalan baru atau "the new normal", artinya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masih akan tetap ditegakan namun juga sambil memperhatikan aspek-aspek lain yang berhubungan dengan hajat hidup masyarakat luas, terutama masalah ekonomi.

Tetap menjaga jarak, memakai masker, jaga kebersihan dan imunitas diri, jika memang tak ada pilihan lain kecuali melakukan mobiltas untuk kepentingan pekerjaan atau untuk pemenuhan kebutuhan pokok yang memang diizinkan dalam PSBB.

Namun entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba kalimat berdamai dengan Covid itu digiring seolah menjadi sebuah strategi yang disebut "Herd Immunity". 

Apalagi sebelumnya  ada statement dari Menteri Kordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopulhukam) bahwa PSBB yang kini sedang berjalan aturannya akan dilonggarkan.

Tambah menguat pula isu strategi herd immunity akan dipakai untuk mengatasi Covid-19. Herd Immunity atau kekebalan komunal adalah sebuah kondisi dimana dalam suatu populasi memiliki kekebalan terhadap infeksi sehingga secara efektif dapat menghentikan penyebaran infeksi virus tersebut.

Kondisi ini bisa tercapai manakala vaksin untuk virus tersebut telah ditemukan dan terbukti efektif. Namun jika kondisinya seperti saat ini, dimana Vaksin Covid-19 belum ditemukan.

Herd Immunity bisa berarti membiarkan orang-orang terpapar virus, sehingga populasi yang terpapar cukup, agar virus itu tak mampu lagi menyebarkan penyakitnya karena sebagian besar masyarakat sudah terinfeksi, jumlahnya bisa 60,70 atau 80 persen dari jumlah populasi yang ada, dibiarkan terpapar virus tersebut.

Jadi kasarnya memakai prinsip survival  of the fittest, yang paling kuatlah yang akan bertahan. Katakanlah jumlah penduduk Indonesia 270 juta, untuk mencapai kondisi Herd Immunity 70 persen diantara penduduk itu harus terpapar artinya 189 juta penduduk Indonesia harus positif terinfeksi.

Jika kita mengacu pada tingkat rata-rata kematian yang terjadi saat ini di Indonesia yang mencapai 9 persenan, maka angka kematian yang akan terjadi akibat Herd Immunity ini, bisa mencapai 18 juta jiwa .

Mengerikan sekali kalau itu harus terjadi, jumlah yang sangat besar dan sudah dapat dipastikan ini akan menjadi sebuah tragedi besar dalam sejarah kemanusiaan manapun.

Itu bukan strategi yang kini sedang terjadi, jika strategi itu memang terjadi tak akan ada upaya apapun untuk menahan laju penyebaran virus.

Seperti yang kini tengah dilakukan oleh pemerintah seperti testing, tracing, dan isolasi. Pembatasan sosial dan mobilitas, perubahan perilaku sampai vaksin ditemukan.

Walaupun memang benar upaya-upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia saat ini masih jauh dari sempurna. PSBB yang jadi dasar kebijakan penanganan Covid-19 tak dilakukan secara maksimal, upaya testing pun masih jauh dari yang diharapkan.

Terkait kebijakan PSBB pemerintah seperti kebingungan karena tak ada data yang jelas dan terukur terkait penerapannya,pelanggarannya dan ukuran jika dilanggar akan memberi efek berapa banyak terhadap peningkatan jumlah terinfeksi. Semua belum jelas.

Namun jelas langkah-langkah itu ada dan terus menerus dievaluasi agar bisa diterapkan dengan lebih baik. 

Pemerintah sendiri sebetulnya agak gamang dan terlihat bingung, karena mereka juga harus memikirkan aspek lain yang tak kalah penting, yakni ekonomi warganya dan ekonomi nasional sscara keseluruhan.

Karena jika PSBB dijalankan dengan benar-benar ketat layaknya Lockdown, ekonomi warga akan luluh lantak. Rakyat mungkin akan banyak yang kelaparan karena mereka tak memiliki cukup uang untuk membeli bahan pokok.

Sementara di pihak lain jaring pengaman sosial berupa bantuan sosial yang disiapkan tak cukup untuk menutupi seluruh masyarakat terdampak.

Secara fiskal pemerintah tak cukup untuk membiayai bahkan hanya untuk 50 persen dari jumlah penduduk Indonesia.

Pemerintah kapasitasnya hanya mampu menutup kelompok miskin terbawah, itu pun datanya amburadul. Karena data kependudukan kita pada dasarnya memang amburadul juga.

Jadi pemerintah kemudian mencoba mengambil jalan tengah dengan hidup dalam kondisi "the new normal"tadi, berdamai dengan Covid-19.

Artinya pergerakan warga tetap dibatasi namun mereka bisa beraktivitas untuk mengais rezeki dengan protokol kesehatan yang ketat.

Kondisi ini memang jauh dari ideal untuk memutus mata rantai penyebaran secara cepat dan efektif, tapi mungkin ini pilihan yang sejauh ini paling baik. Belum lagi jika kita kaitkan dengan kedisplinan masyarakat.

Dilarang mudik saja susahnya setengah mati, mereka terus saja berusaha dengan berbagai cara untuk mudik. Sebetulnya jika physical distancing dan berbagai protokol kesehatan lain dipraktekkan secara disiplin oleh masyarakat kurva landai akan cepat didapat.

Artinya harus ada sinergi yang kuat dari semua lapisan masyarakat, mulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dari lapis teratas hingga terbawah dan seluruh rakyat Indonesia, agar pandemi ini bisa mencapai trend penurunan terinfeksi yang konsisten.

Walaupun saya sih sangat yakin tak akan sampai nol secara permanen hingga vaksinnya ditemukan. Wuhan aja yang selama sebulan penambahan kasus baru ya nol kini mulai ada kasus baru lagi, setelah lockdown dicabut.

Jadi benar apa yang dikatakan Jokowi, kita harus berdamai dengan Covid, caranya patuhi semua rule of the game-nya. Kita harus mulai membiasakan diri hidup dalam kondisi kenormalan yang baru.

Dan itu bukan strategi Herd Immunity.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun