Sementara di pihak lain jaring pengaman sosial berupa bantuan sosial yang disiapkan tak cukup untuk menutupi seluruh masyarakat terdampak.
Secara fiskal pemerintah tak cukup untuk membiayai bahkan hanya untuk 50 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
Pemerintah kapasitasnya hanya mampu menutup kelompok miskin terbawah, itu pun datanya amburadul. Karena data kependudukan kita pada dasarnya memang amburadul juga.
Jadi pemerintah kemudian mencoba mengambil jalan tengah dengan hidup dalam kondisi "the new normal"tadi, berdamai dengan Covid-19.
Artinya pergerakan warga tetap dibatasi namun mereka bisa beraktivitas untuk mengais rezeki dengan protokol kesehatan yang ketat.
Kondisi ini memang jauh dari ideal untuk memutus mata rantai penyebaran secara cepat dan efektif, tapi mungkin ini pilihan yang sejauh ini paling baik. Belum lagi jika kita kaitkan dengan kedisplinan masyarakat.
Dilarang mudik saja susahnya setengah mati, mereka terus saja berusaha dengan berbagai cara untuk mudik. Sebetulnya jika physical distancing dan berbagai protokol kesehatan lain dipraktekkan secara disiplin oleh masyarakat kurva landai akan cepat didapat.
Artinya harus ada sinergi yang kuat dari semua lapisan masyarakat, mulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dari lapis teratas hingga terbawah dan seluruh rakyat Indonesia, agar pandemi ini bisa mencapai trend penurunan terinfeksi yang konsisten.
Walaupun saya sih sangat yakin tak akan sampai nol secara permanen hingga vaksinnya ditemukan. Wuhan aja yang selama sebulan penambahan kasus baru ya nol kini mulai ada kasus baru lagi, setelah lockdown dicabut.
Jadi benar apa yang dikatakan Jokowi, kita harus berdamai dengan Covid, caranya patuhi semua rule of the game-nya. Kita harus mulai membiasakan diri hidup dalam kondisi kenormalan yang baru.
Dan itu bukan strategi Herd Immunity.