Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyoal Polemik Antara Anies Baswedan dengan Sri Mulyani Tentang Dana Bagi Hasil 5,1 Triliun

10 Mei 2020   14:30 Diperbarui: 10 Mei 2020   15:17 1319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyusul kemudian Undang-Undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Kenapa UU tersebut dibuat, itu sebagai payung hukum desentralisasi fiskal agar daerah mampu membiayai kehidupan mereka sendiri.

Namun faktanya ada daerah yang belum mampu mandiri, untuk itulah agar semua daerah bisa maju bersama dan untuk memastikan pemerataan maka dibuatlah skema perimbangan keuangan.

Nah skema perimbangan keuangan yang diatur dalam UU 33/2004 dikenal dengan istilah Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH).

Semua dana-dana tersebut sumbernya dari APBN, jadi mari kita lihat apakah benar DBH yang ditagih Anies Baswedan itu adalah utang Pemerintah Pusat yang seolah ditahan-tahan oleh Kemenkeu sebagai kasir negara.

DBH itu sumber dananya dari pajak dan sumberdaya alam. Pajak meliputi Pajak Bumi Bangunan (PBB), BHPT,PPh21, PPh25, dan Cukai Hasil Tembakau, sedangkan sumber daya mencakup Minerba dan Kehutanan.

DBH akan diberikan kepada daerah dengan memperhatikan penghasilan yang diperoleh dari daerah tersebut. Jadi lebih besar penghasilan daerah tersebut lebih besar pula porsi yang akan didapat daerah tersebut

Penyaluran DBH kepada daerah diatur dalam pasal 23 UU 33/2004, dengan prinsip berdasarkan penerimaan negara yang dibagihasilkan pada tahun anggaran berjalan. Permasalahannya realisasinya baru diketahui akhir tahun.

Karena daerah butuh dana, maka dibuatlah prognosa penerimaan pajak yang dibayarkan per 3 bulan. Jika nantinya hasil prognosa tersebut tak sesuai realisasi berdasarkan audit BPK, maka jika kurang akan dibayarkan pada tahun berikutnya.

Hal ini lah yang terjadi dalam DBH yang ditagih DKI Jakarta, hasil audit BPK  tahun 2018 baru selesai pertengahan 2019, maka realisasinya baru diketahui 2019.

Jika ada kurang bayar tahun 2018 maka akan dibayar tahun 2019 dan seterusnya.  Ini lah yang ditagih Anies, DKI punya hak atas kurang bayar DBH 2019 sebesar Rp. 5,1 triliun, tapi kondisinya audit BPK belum selesai.

Jadi kurang bayar tersebut baru diketahui jumlah pastinya setelah audit BPK selesai di pertengahan tahun 2020, dan biasanya DBH itu akan dibayarkan antara bulan Agustus hingga November.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun