Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyoal Polemik Antara Anies Baswedan dengan Sri Mulyani Tentang Dana Bagi Hasil 5,1 Triliun

10 Mei 2020   14:30 Diperbarui: 10 Mei 2020   15:17 1319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pak Anies minta dibayarkan duluan, biasa nunggu audit BPK jadi karena sekarang urgent jadi dibayar duluan", ujar Sri Mulyani.

Nah, untuk itu Kemenkeu kemudian membayarkan 50 persen DBH milik DKI sebesar Rp.2,6 triliun. Seharusnya ini bisa mendinginkan polemik tersebut, namun yang terjadi tidak demikian, ketika Sri Miulyani mengungkapkan DKI tak punya dana untuk mendukung pembagian bansos bagi 1,1 juta KK.

Ia kembali diserang, kali ini oleh Anggota DPRD DKI dari Partai Demokrat, Mujiono yang mengatakan bahwa kondisi tersebut tak lepas dari utang pemerintah pusat kepada pemprov DKI.

"Awalnya Rp 6 triliun lebih lalu rasionalisasi akhirnya jadi Rp 5,2 triliun. Ini ditagih pak gubernur (Anies Baswedan) ke menteri keuangan, dari situ disanggupi separuhnya saja, Rp2,6 triliun (diberikan pada 23 April 2020). Nah karena kondisi seperti ini, ya enggak cukup," kata Mujiyono, Kamis (07/05/2020) seperti yang dilansir CNBCIndonesia.Com.

Seiring dengan pernyataan ini, kenudian munculah tagar #JengSriBalikinDuitDKI dan sempat menjadi trending topik di platform medsos Twitter.

Tagar yang kelihatannya digeret oleh para pendukung Anies ini seolah tak mau mengakui kenyataan bahwa pengelolaan anggaran di DKI itu lemah, padahal daerah lain pun sebenarnya mengalami kondisi yang serupa namun mereka tak meributkan DBH.

Lantas bagaimana sih mekanisme pembayaran DBH dari Pemerintah Pusat ke Daerah ini ssbenarnya. Begini jika kita bicara DBH ini erat kaitannya dengan otonomi daerah atau otda.

Konsep otda sesuai mandat konsitusi yang diatur dalam Undang-Undang Dasar yang  memberikan kewenangan kepada daerah atau biasa disebut desentralisasi. 

Dengan otda ini daerah diberikan kewenangan yang sangat luas dan kuat. Pemerintah Pusat hanya ekonomi, hankam, urusan luar negeri dan beberapa hal lain.

Tentu saja dengan pelimpahan kewenangan harus diikuti dengan pelimpahan urusan fiskal untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah.

Maka pada tahun 2003 lahir lah Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang di dalamnya mengatur masalah keuangan daerah, cara-cara dan petunjuk penyusunan Anggaran Pedapatan dan Belanja Daerah (APBD)  beserta akuntabilitasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun