Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pak Anies, Praktik Bansos Terbukti Banyak Salah Sasaran

17 April 2020   12:07 Diperbarui: 17 April 2020   12:37 718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berkali-kali saya menulis kekhawatiran Bantuan Sosial (Bansos) yang di kucurkan pemerintah untuk mengurangi dampak ekonomi pandemu Covid-19 berpotensi salah sasaran di Kompasiana ini.

Kini setelah bansos itu mulai dibagikan kekhawatiran itu mulai menjadi kenyataan. Salah satunya terjadi di Kelapa Gading Barat, masyarakat di wilayah tersebut beramai-ramai mengembalikan 22 paket sembako karena mereka merasa tak berhak mendapatkan bantuan tersebut.

Fakta ini dibenarkan oleh Camat Kelapa Gading, Hermawan seperti yang dilansir Media Indonesia, 

"Ada 22 paket sembako yang dikembalikan oleh warga yang tinggal di RW 07 Kelurahan Kelapa Gading Barat. Bukan penolakan, mereka merasa bilangnya masih ada warga yang lebih pantas menerima sembako," ujarnya di Jakarta, Kamis (16/04/20).

Wilayah tersebut menurut salah satu Anggota DPRD DKI Jakarta  dari Fraksi PDIP Gilbert Simanjuntak merupakan kawasan dengan masyarakat "the have", rumahnya saja rata-rata berharga Rp.7 miliar per unit.

Padahal sebelumnya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meyakinkan masyarakatnya bahwa bansos khusus  ini akan tepat sasaran. 

Untung saja warga Kelapa Gading tersebut sadar dan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kondisi bangsa yang kini tengah susah, dengan mengembalikan seluruh paket bansos teesebut.

Sebenarnya dari awal situasi seperti ini sudah bisa diprediksi, selain karena akurasi data kependudukan yang masih jauh dari kata presisi.

Saya melihat ada kemalasan dari para aparat untuk memperbaharaui kembali data yang ada dengan cara mendata ulang door to door.

Memang dalam situasi darurat seperti ini dibutuhkan kecepatan dalam penyaluran bansos, namun kurasi data dan transparansi  menjadi hal yang sangat penting, tak boleh diabaikan.

Apalagi di DKI Jakarta, aturan pembagian Bansos disebutkan tak jelas, karena Gubernur Anies, belum jua menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) terkait program ini sesuai dengan Pergub tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Hingga saat ini SK Gubernur penerima bansos belum keluar, sesuai Pergub 33 2020 Pasal 21 Ayat 3," tutur Gilbert, Kamis (16/04/20) seperti yang saya kutip dari Suara.Com.

Terlepas dari urusan administrasi sebetulnya yang paling penting adalah cek dan re-cek kembali data yang sudah ada dalam administrasi kependudukan di Kelurahan.

Permasalahan dalam.pembagian Bansos itu sejak jaman baheula kan itu-itu saja sebenarnya, ketidak akuratan data dan ada potensi morald hazard di dalamnya, yang sebetulnya bisa diantispasi  untuk di minimalisasi dengan pengawasan dan trasnparansi.

Terkait morald hazard biasanya ada 3 modus  dana bantuan yang disampaikan ke masyarakat dikurangi nilainya, nepotisme, dan data masyarakat penerima bansos fiktif.

Situasi yang terungkap di Kelapa Gading sangat mungkin terjadi pula di wilayah-wilayaj lain, mungkin yang terungkap jauh lebih kecil dibanding yang terjadi di lapangan.

Jangan main-main dana Rp 110 triliun itu sangat besar, makanya, sekali lagi akurasi data dan transparansi menjadi sangat-sangat penting. 

Umumkan secara berkala siapa saja yang berhak menerima bansos agar ada koreksi dari masyarakat, karena mereka lah yang sebenar tahu kondisi diwilayahnya.

Kemudian bagi pekerja informal seperti ojol atau para penjaja tranaportasi umum lain seperti angkot, minta data dari aplikator atau pengurusnya.

Dan jangan lupa buka juga registrasi mandiri bagi siapa saja yang benar-benar terdampak pandemi ini, yang kemudian diverifikasi.

Caranya ya bisa saja pemerintah bekerjasama dengan operator telekomunikasi untuk menyebarkan SMS notifikasi program BLT. SMS notifikasi berisi informasi tentang program, kriteria penerima, dan proses registrasi. 

Proses registrasi bisa lewat saluran: aplikasi, SMS, atau datang ke tempat yang ditentukan. Agar tidak tumpang tindih, perlu ada mekanisme verifikasi. Memakai NIK di KTP misal.

Ini harus benar-benar disikapi dengan serous, jangan cuma retorika tetapi ujung-ujungnya salah sasaran bahkan tidak terealisasi seperti yang diharapkan masyarakat.

Jika tak tersaluran dengan tepat bansos ini bisa menjadi bumerang bagi pemerintah dan masyarakat yang sangat membutuhkan bantuan berpotensi marah dan kemudian mengabaikan kebijakan PSBB seperti aturan pemerintah.

Pemerintah sendiri dalam melakukan pendataan menggunakan  Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai acuan menyiapkan anggaran dan bansos ini.

Sementara untuk mendapatkan data para pelerja yang terkena PHK dan masyarakat yang sebelumnya tidak miskin, karena pandemi ini menjadi miskin pemerintah pusat bekerjasama dengan pemerintah daerah. Jadi sinkronisasi  data itu menjadi penting.

Bansos ini sangat penting tersalurkan secara tepat, agar masyarakat bisa melanjutkan hidupnya sesuai dengan anjuran pemerintah untuk tetap dirumah dan melaksanakan physical distancing, dan program PSBB bisa berlanngsung sesuai harapan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun