"Hingga saat ini SK Gubernur penerima bansos belum keluar, sesuai Pergub 33 2020 Pasal 21 Ayat 3," tutur Gilbert, Kamis (16/04/20) seperti yang saya kutip dari Suara.Com.
Terlepas dari urusan administrasi sebetulnya yang paling penting adalah cek dan re-cek kembali data yang sudah ada dalam administrasi kependudukan di Kelurahan.
Permasalahan dalam.pembagian Bansos itu sejak jaman baheula kan itu-itu saja sebenarnya, ketidak akuratan data dan ada potensi morald hazard di dalamnya, yang sebetulnya bisa diantispasi  untuk di minimalisasi dengan pengawasan dan trasnparansi.
Terkait morald hazard biasanya ada 3 modus  dana bantuan yang disampaikan ke masyarakat dikurangi nilainya, nepotisme, dan data masyarakat penerima bansos fiktif.
Situasi yang terungkap di Kelapa Gading sangat mungkin terjadi pula di wilayah-wilayaj lain, mungkin yang terungkap jauh lebih kecil dibanding yang terjadi di lapangan.
Jangan main-main dana Rp 110 triliun itu sangat besar, makanya, sekali lagi akurasi data dan transparansi menjadi sangat-sangat penting.Â
Umumkan secara berkala siapa saja yang berhak menerima bansos agar ada koreksi dari masyarakat, karena mereka lah yang sebenar tahu kondisi diwilayahnya.
Kemudian bagi pekerja informal seperti ojol atau para penjaja tranaportasi umum lain seperti angkot, minta data dari aplikator atau pengurusnya.
Dan jangan lupa buka juga registrasi mandiri bagi siapa saja yang benar-benar terdampak pandemi ini, yang kemudian diverifikasi.
Caranya ya bisa saja pemerintah bekerjasama dengan operator telekomunikasi untuk menyebarkan SMS notifikasi program BLT. SMS notifikasi berisi informasi tentang program, kriteria penerima, dan proses registrasi.Â
Proses registrasi bisa lewat saluran: aplikasi, SMS, atau datang ke tempat yang ditentukan. Agar tidak tumpang tindih, perlu ada mekanisme verifikasi. Memakai NIK di KTP misal.