Bentuknya pun tak terbatas pada keuntungan finansial, namun juga melingkupi keuntungan non-finansial seperti informasi program pemerintah, promosi nama perusahaan, penambahan pengguna jasa atau data publik.
Nah itu lah yang biasa disebut intangible asset atau aset tak berwujud yang merupakan nilai terpenting bagi sebuah perusahaan start-up
Atas dasar ini potensi konflik kepentingan dalam masalah Belvara dan Andi Taufan ada dalam bentuk materi maupun non materi.
Meskipun awalnya berniat untuk kepentingan sosial akhirnya tetap saja akan ada keuntungan karena bagaimanapun mereka itu perusahaan komersial.
Pencegahan adanya Konflik kepentingan sebenarnya merupakan bagian dari Good Corporate Governance, bahkan menurut La Ode M Syarif mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut sebagai pintu masuk untuk melakukan korupsi.
Pejabat publik seharusnya sebisa mungkin harus menghindari situasi seperti ini, agar budaya mementingkan kepentingan publik menjadi hal yang paling utama.
Sayangnya aturan tentang konflik kepentingan di Indonesia hanya mengatur pada pengadaan barang dan jasa saja, seharusnya terus diperluas agar ada standar dasar yang membuat pejabat publik tahu batasannya.
Sebenarnya ada upaya yang paling sederhana untuk mencegah konflik kepentingan ini, pejabat publik yang dipilih untuk memegang jabatan publik harus mundur dari berbagai jabatan yang dipegangnya baik itu di perusahaan milik pribadi maupun organisasi lainnya.
Sebenarnya isu konflik kepentingan dalam pemerintahan Jokowi jilid II ini tak hanya terjadi pada dua orang staf khususnya saja.Â
Mungkin kita masih ingat ketika Yasonna Laoly melakukan konferensi pers mengatasnamakan PDIP dalam kasus Harun Masiku beberapa waktu lalu.
Akan lebih baik jika kasus dua orang stafsus ini menjadi pembelajaran agar para pejabat publik mundur dari jabatan lain yang di jabatnya, seperti saat Jokowi memimpin Indonesia di periodenya yang pertama.