Lantas bagaimana bagi golongan ekonomi bawah golongan "the have not" seperti kebanyakan masyarakat, tentu saja akan sangat berat.
Hal ini bisa berpotensi meresahkan masyarakat dan ujungnya bisa menimbul situasi chaos.
Jika kita mengacu pada saat Provinsi Hubei di lockdown oleh pemerintah China, memang terlihat berhasil. Namun ada biaya ekonomi yang sangat besar ketika itu dilakukan. Belum lagi efek psikologis yang harus ditanggung oleh warga Kota Wuhan dan Hubei.
Secara ekonomi tindakan Lockdown akan berpengaruh sangat besar. Karena biasanya ini juga disertai dengan penghentian ssbagian besar para pekerja.
Memang teknologi saat ini memungkinkan karyawan bekerja dari rumah atau Work from Home (WFH). Tetapi faktanya 80 persen aktivitas pekerjaan membutuhkan mobilitas manusia.
Apalagi Jakarta sumbangannya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 25 persen dan pemgaruhnya terhadap besaran ekonomi nasional sebanyak 60 persen.
Secara nasional jika kita hitung dengan asumsi  75 persen kegiatan pelaku ekonomi dan karyawan akan dihentikan.
Ini sama dengan 45 persen  kegiatan ekonomi nasional, karena posisi Jakarta bagi perekonomian nasional sangat besar.
Jika dilakukan secara nasional, lockdown selama 1 bulan berpotensi mengurangi pertumbuhan ekonomi ssbesar 0,5 persen hingga 1 persen.
Nah ini pun hitung-hitungan berdasarkan sektor riil saja tanpa menghitung  dampak keuangan. Jika itu dihitung dampaknya akan sangat besar terhadap perekonomian nasional.
Pasar keuangan sudah dapat dipastikan akan merespon negatif, terhadap lockdown.  Apalagi jika kita menghitung juga dampak distribusi  dari tindakan ini.