Secara formal semua orang tahu dan paham di mana posisi KH Ma'ruf Amin dalam struktur Pemerintahan Presiden Jokowi di periodenya yang ke II ini.
Ma'ruf  Amin secara struktur adalah Wakil Presiden Republik Indonesia untuk periode 2019 hingga 2024. Menurut Undang-Undang  tugas Wakil Presiden adalah jabatan setingkat dibawah Presiden.
Tugas utamanya adalah membantu Presiden dalam menjalankan tugasnya sebagai Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan.
Namun ketika berbicara masalah urusan harian tugas kenegaraan dan pemerintahan, Â dalam memecahkan berbagai masalah yang kini dihadapi Indonesia, Ma'ruf Amin seperti tak ada dalam struktur tersebut.
Saya tidak tahu apakah memang Presiden Jokowi sengaja tak melibatkannya, dilibatkan tapi tak terlalu dalam.
Atau dilibatkan secara menyeluruh, namun karena Ma'ruf Amin sebagai Wakil Presiden, maka ia bergerak di belakang layar.
Seperti yang pernah ia ungkapkan dalam menanggapi penilaian sebagian pihak bahwa ia tak banyak berbuat dalam 100 hari kerjanya yang pertama.Â
"Kalau wakil presidennya menonjol nanti ada matahari kembar, tapi sebagai wapres saya menjalankan tugas-tugas saya," kata dia, beberapa waktu lalu seperti yang dilansir Kompas.com.
Namun sangat jelas terlihat perbedaan dengan pemerintahan Jokowi jilid pertama, saat Wakil Presidennya di jabat oleh Jusuf Kalla (JK).
JK tampak sangat aktif ikut memecahan persoalan yang dihadapi pemerintahan saat itu. Pembagian tugasnya sangat jelas terlihat.
JK pun kerap kali tampil di depan publik menjabarkan posisi pemerintah dalam menghadapi sebuah masalah. Dan penjelasannya sangat aplicable, praktis, strategis dan akurat.
Dalam tugas keseharian JK lebih sering mewakili Jokowi dalam berbagai tugas ke luar negeri misalnya konferensi internasional masalah ekonomi seperti berangkat ke Davos Swiss untuk mengikuti Forum ekonomi dunia, G-20.
Jokowi terlihat nyaman berkonsentrasi mengurusi permasalahan dalam negeri, karena ia meyakini JK mampu menangani masalah luar negeri dengan sangat baik.
Berbeda sekali dengan Ma'ruf Amin, untuk masalah-masalah terkini saja, seperti menyikapi kasus Virus Corona misalnya.
Beberapa kali komentar Wapres di depan publik malah menjadi blunder, yang berpotensi memantik kontroversi berkepanjangan.
Tentunya kita masih ingat ketika ia menyatakan akan memberlakukan sertifikat bebas virus corona bagi warga negara asing dan warga negara Indonesia yang baru tiba di Indonesia, saat awal-awal COVID 19 positif terkonfirmasi di Indonesia.
Ia beralasan, bahwa dengan sertifikat tersebut penyebaran virus corona akan lebih mudah diatasi, melengkapi pencegahan yang selama ini telah dilakukan.
Sontak saja, pernyataan Wapres tersebut menuai reaksi negatif dari berbagai pihak, termasuk dari Kementerian Kesehatan.Â
Kemenkes menganggap pernyataan tersebut akan menambah kepanikan masyarakat.
Sebelumnya, masih terkait Virus Corona ia berujar doa Qunut dapat membuat Indonesia terbebas dari penyebaran virus corona.
Secara spritual itu tak ada yang salah, dan bisa jadi benar. Namun ia lupa, dirinya sekarang Wapres yang setiap perkataannya dapat bermakna lebih dahsyat, bagi masyarakat.
Terbaru masalah susu kuda liar yang disebutkan mampu menyembuhkan infeksi virus corona, meskipun ia hanya mengutip dari ucapan Gubernur NTB.
Tapi sekali lagi ia lupa, perkataan Wapres itu bobotnya sangat tinggi dibanding masyarakat kebanyakan.
Saya teringat perkataan Djayadi Hanan, Direktur Executive Sjaiful Mujani Political Research, pada sebuah Seminar yang diadakan oleh Price Waterhouse Cooper (PWC) beberapa saat setelah kemenangan Jokowi -Ma'ruf Amin resmi diumumkan.
Djayadi mengatakan saat itu, bahwa tugas KH. Ma'ruf Amin sebagai Wakil Presiden sudah selesai saat pasangan tersebut memenangi pemilihan presiden tahun 2019 lalu.
Karena sejatinya, fungsi Ma'ruf Amin hanya diharapkan saat pemilihan  presiden dilangsungkan. Untuk meminimalkan isu-isu anti islam yang dijual oleh kubu Prabowo -Sandi saat itu.
"Di sinilah fungsi Ma'ruf Amin berada untuk menangkal keberadaan isu anti Islam, masa wakilnya ulama kok anti Islam," ujar Djayadi saat itu.
Bisa jadi mungkin perkataan Djayadi Hanan ini benar, jika kita menilai kiprah Ma'ruf Amin sebagai Wapres di awal Pemerintahan Jokowi yang sudah berlangsung selama 5 bulan ini.
Survey yang dilakukan Indobarometer  yang dirilis ke publik tanggal 17 Februari 2020 lalu, menunjukan hal yang serupa.
Tingkat kepuasaan masyarakat terhadap kinerja Ma'ruf Amin hanya 49,6 persen saja.
Angka ini masih di bawah JK saat ia jadi Wapres yang angkanya mencapai 53,3 persen.
Namun menurut Fahri Hamzah mantan politikus PKS, fungsi Wakil Presiden memang seperti itu, dalam demokrasi kita fungsi Wapres itu hanya ban serep.
"Ma'ruf Amin  hanya fungsional kalau difungsikan. Kalau tidak difungsikan dia simbolik aja. Tapi jangan lupa, dia adalah orang yang tidak bisa diganti karena dia dipilih oleh rakyat," katanya kepada wartawan, di Jakarta, Senin (17/2/2020) seperti yang dilansir Wartaekonomi.com.
Meskipun demikian posisi Ma'ruf Amin sangat kuat karena dipilih oleh rakyat dan tak bisa diganti begitu saja.
Ma'ruf Amin merupakan simbol rekonsiliasi, yang harus tetap dipertahankan keberadaannya. Meskipun tak perlu dilibatkan terlalu banyak dalam urusan pemerintahan sehari-hari.
Selain itu, saya sih berharap Ma'ruf Amin bisa tampil dengan pernyataan -pernyataan yang menyejukan.Â
Kita semua menunggu pemikirannya yang bernas dan bijaksana demi menghadapi permasalah bangsa Indonesia yang kian berat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H