Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Helmy Yahya Gugat Dewas TVRI ke PTUN

29 Januari 2020   08:12 Diperbarui: 29 Januari 2020   08:26 1439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Babak baru kisruh pemecatan Helmy Yahya sebagai Direktur Utama TVRI  oleh Dewan pengawas TVRI segera menjelang.

Tanda-tanda itu terlihat setelah Helmy menyatakan akan terus melawan pemberhentian dirinya sebagai Dirut Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia (LPP-TVRI) melalui gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Hal tersebut dinyatakan Helmy dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dirinya dengan Komisi I DPR-RI. Ia merasa dirinya harus melakukan gugatan tersebut, untuk mempertahankan kehormatannya.

"Saya tidak tahu, tahu-tahu saya resmi diberhentikan jadi Dirut. Saya akan melakukan gugatan ke pengadilan, PTUN atau apa nanti. Tujuan saya membela adalah membela nama baik saya," kata Helmy  di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (28/01/20) seperti yang saya kutip dari tagar.id.

Helmy merasa alasan pemberhentian dirinya yang disampaikan oleh Dewas itu mengada-ada. Secara hukum memang kewenangan pemberhentian ada ditangan Dewas sesuai  Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005 pasal 24.

Namun seperti dalam pasal 24 ada kondisi-kondisi tertentu untuk dapat memberhentikan Dewan Direksi sebelum masa jabatannya berakhir yakni. 

Apabila tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,atau terlibat dalam tindakan yang merugikan Lembaga.

Sebab lainnya, apabila direksi melakukan tindak pidana yang kemudian dinyatakan bersalah dan sudah dinyatakan  berkekuatan hukum tetap oleh pengadilan.

Jika mengacu pada Pasal tersebut, Helmy Yahya yang masa baktinya baru habis tahun 2022 meyakini bahwa dirinya tak memenuhi satu syarat pun sebagai dasar pemecatan sesuai aturan tersebut

Untuk itu lah dirinya mengajukan gugatan karena nama baiknya sedang dipertaruhkan. Ia akan membela nama baiknya sampai dimanapun.

Selain itu, alasan mengajukan gugatan itu dilayangkan agar ke depan tak ada direksi-direksi TVRI lain yang dipecat dengan alasan yang tak jelas.

Ia pun meyakini tindakanya menggugat ke PTUN demi karyawan TVRI yang berjumlah 4800 orang yang sudah berjuang sangat keras selama 2 tahun untuk merevitalisasi TVRI agar kondisinya lebih baik , yang saat dirinya masuk dalam kondisi nadir.

Sebelum Helmy Yahya, DPR telah memanggil Dewas yang kemudian memaparkan alasan-alasan mereka memecat Helmy.

Diantaramya masalah keberadaan hak siar liga Inggris, dan banyaknya konten-konten asing di jam  siar TVRI.

Dewas pun menyoroti masalah siaran jati diri bangsa yang terkesan sangat absurd. Banyak pihak yang meyakini ada kepentingan lain terkait pemecatan ini.

Karena apa yang diungkapkan Dewas itu sangat berlainan dengan fakta kasat mata yang dilihat dan dirasakan masyarakat.

Saat ini TVRI sedang dalam kondisi naik daun, sharenya yang dulu terbenam dibawah 1 persen, kini, dibawah Helmy naik menjadi rata-rata 1,59 persen.

Bahkan dalam beberapa kesempatan angka sharenya menurut AC Nielsen jauh melebihi TV-TV Swasta.

Ada pihak yang menyatakan bahwa pemecatan Helmy ini, merupakan bentuk ketakutan TV-TV swasta terhadap prestasi terkini TVRI.

Ya, mereka menggunakan Dewas sebagai tool untuk menghentikannya, walaupun ini belum dapat dipastikan kebenarannya tapi masuk akal juga.

Mengingat TVRI sebenarnya memiliki infrastruktur penyiaran hingga pelosok-pesolok Indonesia, dengan coverage yang sedemikian jika kontennya mantap dan layak tonton potensi share TV swasta tergerus sangat besar.

Komisi I DPR pun sempat meradang, saat Dewas dipanggil RDP tersebut, mereka mengancam akan memecat  balik jajaran Dewas yang diketuai oleh Arief Hidayat Thamrin ini.

Jika mereka tak mampu membuktikan tuduhan-tuduhan yang  menjadi dasar pemecatan  Helmy sebagai leader  jajaran direksi TVRI.

Tuduhan-tuduhan yang dilancarkan Dewas kemudian dimentahkan oleh Dewan direksi TVRI yang  Selasa 28 Januari 2020 kemarin hadir dalam RDP bersama DPR.

Misalnya masalah Hak Siar Liga Inggris, yang menjadi salah satu dasar pemberhentian Helmy yang tercantum dalam Surat Pemberhentian yang dirilis tanggal 16 Januari 2020, ternyata tak ada dalam Surat Pemberitahuan Rencana Pemberhentian (SPRP) bulan Desember 2019 lalu.

Kemudian secara administratif pun  pengajuan untuk mendapatkan  anggaran hak siar tersebut pun sudah melakukan dengan tertib sesuai aturan yang ada.

Pernyataan dari salah satu Dewas yang menyatakan bahwa Helmy sudah berbohong, bahwa hak siar itu gratis.

Dibantah direksi, yang menyatkan bahwa yang dimaksud gratis itu ya free to air, artinya masyarakat bisa menonton Liga Inggris tanpa harus membayar.

Tak seperti sebelumnya hanya pelanggan TV berbayar saja yang dapat menikmati siaran Liga Inggris.

Ya, benar saya rasakan sekali hal itu, dulu saya harus berlangganan Nexmedia untuk dapat menonton Premier League.

Setelah jatuh ke pihak TVRIhak siarnya, seluruh pelosok Indonesia dapat menyaksikan tayangan bola tersebut secara gratis.

Lantas Dewas pun menuduh dimasa Helmy, konten asing mendominasi program acara siaran di TVRI. Discovery Channel (DC) sebagai contohnya.

Faktanya, menurut Apni Jaya Putra, Direktur Pemberitaan dan Penyiaran TVRI, sepanjang 2019 porsi konten asing di TVRI hanya  0,06 persen dari seluruh jam siar TVRI.

"Tahun 2019, jumlah program asing yang tayang hanya 478 jam atau hanya 0,06 persen dari jumlah jam tayang TVRI, yaitu 7.847 jam setahun atau kira-kira 8.000 jam per tahun," ujar Apni dalam RDP di DPR, Senayan.  Seperti yang dilansir Kompas.com.

Mereka mendapatkan konten asing itu tak terlalu mahal hanya US 200 dollar atau senilai Rp.2,8 juta untuk 1 jam tayang, masih di bawah pagu anggaran siaran TVRI per Program.

Kemudian TVRI juga melakukan tukar konten siaran dengan pihak asing untuk mengurangi jumlah siaran ulang atau Re-run. Yang saat sebelum Helmy masuk porsinya 55 persen dari seluruh siaran TVRI.

Setelah Helmy masuk, tahun 2018 rerun menurun jadi 50 persen, tahun 2019 menjadi 45 persen. Masyarakat luas pun mulai menikmati TVRI, itu fakta yang terjadi di lapangan.

Begitupun pegawai, sekarang mereka bangga mengenakan seragam baru TVRI setelah Helmy masuk kinerja mereka terus membaik.

Jadi saat Helmy dipecat Dewas, hampir semua pihak beramai-ramai membelanya. Netizen bahkan mulai mengutik-ngutik  akun medsos para Dewas terutama sang ketua.

Dengan bertebarannya fakta-fakta tersebut sulit untuk tidak mengatakan ada kepentingan pribadi atau pihak dalam pemecatan Helmy ini.

Dewas entah mewakili siapa dalam hal ini, semoga semuanya bisa terkuak seiring waktu dan upaya hukum yang dilakukan Helmy Yahya.

Sumber: [1] [2]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun