Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Nyari Guru (Bagus) Itu Susah

29 Juni 2016   11:20 Diperbarui: 29 Juni 2016   12:13 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tiap baca kompasiana maupun media-media, selalu aja ada yang mengatakan:

“Kejahatan x, y, z terjadi karena kurangnya pendidikan x, y, z di sekolah-sekolah.”

“Negara kita ketinggalan di bidang a, b, c dari negara lain. Harusnya kompetensi a, b, c diajarkan di sekolah-sekolah.”

Hedeh… Pak, Bu. Bukannya kita guru-guru gak mengajarkan. Kita guru-guru juga udah mencoba. Saya itu berkali-kali nonton di youtube, gimana sih membuat kelas yang kreatif. Apa kurikulum kita yang jelek sehingga tiap 5 tahun harus ganti, apa buku/konten yang perlu diupgrade. Tapi ujung-ujungnya cuman satu, masalahnya ada di gurunya.

Saya gak bermaksud menghina guru-guru di Indonesia, lha wong saya ini juga guru. Saya juga sering baca guru-guru yang bersedia naik turun gunung lewati sungai dan lembah hanya untuk mengajar. Saya juga tidak menutup mata ada guru-guru yang begitu luar biasa menginspirasi murid-muridnya. Tapi kok saya bilang kualitasnya yang jelek?

Saya yakin anda semua juga setuju bahwa guru adalah pekerjaan yang mulia. Tapi sejujurnya, tanyakanlah hal ini pada para anak muda.

“Eh nak, loe mau jadi guru gak? Kerjaan mulia lho. Ntar loe disebut Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Mau gak?”

Sebagian besar gak mau, kenapa? Karena jadi guru bukan kerjaan yang bergengsi. Gajinya kecil, gak ada jenjang karir. Jujur, mana ada guru yang dapat fasilitas mobil dinas? Dapat fasilitas Sepeda Ontel Dinas saja belum tentu kan?

Saya pernah bertanya ke salah satu lulusan kampus ternama, kebetulan dia ambil bidang pendidikan. Saya tanya begini:

“Eh mbak, teman-teman mbak ada berapa orang di satu angkatan?”

“Kira-kira ada 120an pak.”, jawabnya.

“Trus, semua jadi guru? Pada ngelamar di sekolah apa saja?”, tanya saya penasaran.

“Nggak juga sih pak, sebagian besar malah gak jadi guru, mereka ada yang kerja di bank, ada yang kerja di industri.”

Lha ini lulusan pendidikan kok malah gak jadi guru, trus lulusan mana yang jadi guru?? Piye jal iki??

Pernah lagi saya dapat giliran wawancara guru baru, saya tanya begini:

“Pak, kenapa mau jadi guru?”

“Begini pak, saya sudah nglamar kerja sana sini tapi belum dipanggil. Kebetulan sekolah bapak buka lowongan, saya mencoba melamar disini.” (orangnya sih keliatan polos banget jawabnya)

“Lho, jadi anda rasa jadi guru mudah ya?” (saya sudah mulai jengkel didalam hati)

“Kan paling gitu-gitu aja kan pak kerjaannya. Kalau cuma pelajaran SD, saya sih bisa.”

Langsung saya coret lamarannya.

Dikiranya jadi guru itu hanya second rate job. “Kalau saya gak ketrima sana-sini, saya jadi guru aja deh.” Gileee benerrrr…..

Pengalaman lain lagi, saya tanya ke salah satu lulusan pendidikan.

“Dik, kok ambil pendidikan TIK? Kok gak ambil kuliah TIK saja?”

“Otak saya gak mampu di TIK pak, saya gak begitu bisa bikin program. Jadi saya ambil saja jurusan pendidikan TIK yang lebih mudah”

Hedeh… udah kerjaan guru dianggap second rate job, sekarang pengakuan lulusan pendidikan yang diharapkan jadi guru, ternyata alasannya karena kuliah pendidikan lebih mudah - yang penting dapat gelar Sarjana S1.

Saya mengalami bahwa nyari guru yang bagus betul-betul susahnya minta ampun. Nyari yang hatinya memang betul-betul terpanggil di dunia pendidikan, yang mau mencurahkan hidupnya untuk membentuk anak-anak bangsa ini.

Waktu saya kuliah, gak pernah tuh dosen saya bilang begini:

“Belajar yang baik, biar bisa jadi DOSEN kaya saya. Ntar ajarin adik-adikmu.”

Yang saya yakin terus didengungkan di kampus-kampus adalah ini:

“Belajar yang baik, biar bisa kerja di PERUSAHAAN TERKENAL. Ntar adik-adikmu diajak masuk ke PERUSAHAAN TERKENAL itu ya.”

Gimana bangsa ini mau berubah kalau pekerjaan di bidang pendidikan tidak dianggap kerjaan bagus untuk masa depan. Lama-lama guru-guru yang sudah berumur macam saya ini gak ada penggantinya, kalaupun ada kualitasnya juga belum tentu bagus. Makanya saya bilang, susah nyari guru bagus...

Hei, orang-orang di media yang bisanya kritik terus.. Lha mbok ya situ-situ sediakan SDM. Kasih sini orang-orang terbaik anda, masukkan mereka ke sekolah-sekolah. Perlengkapi kami, guru-guru, di sisi yang kami tidak mampu karena keterbatasan banyak hal. Kami ini bukan dewa yang menguasai semua ilmu. 

Bantu kami mendidik anak bangsa ini. Dana dan fasilitas yang anda-anda berikan memang membantu, tapi kami lebih butuh SDM yang berkualitas. Jangan main kasih sumbangan aja, kalau cuman ngasih duit, semua orang juga bisa. Kasih kami lulusan-lulusan terbaik, arahkan mereka untuk bekerja bersama kami, guru-guru, di bidang pendidikan.

Kan katanya mau membentuk manusia Indonesia yang cerdas dan ber-akhlak mulia yang sanggup bersaing di kancah Internasional? Nanti kami bagi deh, gelar Pahlawan Tanpa Tanda Jasa itu dengan anda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun