Ini adalah tulisan lama saya, sewaktu muncul keinginan pemerintahan SBY untuk menaikan harga BBM Subsidi, Premium dan Solar, pada february 2012.
Kebijakan menimbulkan pro kontra, tidak hanya ditengah masyarakat tapi juga di gedung Dewan. Dan pada masa itu PDIP dan PKS adalah fraksi yang paling keras menolak pengurangan subsidi BBM dengan menaikan harga BBM subsidi (baca salah satu beritanya disini).
Saat ini Jokowi, capres PDI-P, malah memiliki rencana jika terpilih jadi Presiden akan menaikan harga BBM Subsidi, dan dalam 4 tahun bertekad menghapus semua subsidi BBM (baca disini).
Mungkin tulisan lama ini bisa jadi bahan pertimbangan dan didiskusikan dampak penghapusan subsidi BBM baik dan buruk bagi masyarakat.
Selamat membaca
=============================
[caption id="attachment_305422" align="aligncenter" width="500" caption="Pom Bensin Pertamina"][/caption]
Subsidi BBM adalah salah satu langkah yang bisa di ambil pemerintah dalam tugas dan kewajibannya mencapai Tujuan bernegara, yaitu mewujudkan Masyarakat Sejahtera.
Mencabut subsidi memberi peluang berkurangnya kesejahteraan masyarakat, dan membuat pemerintah dalam posisi mengingkari tugas pokok dan kewajibannya.
Disisi lain dengan meroketnya harga Minyak Mentah dunia dan meningkatnya kebutuhan BBM dari tahun ketahun, menyebabkan pemerintah harus memikul beban Subsidi yang demikian besar, sehingga membebani kemampuan pemerintah disisi Anggaran (APBN), dan memperlemah kondisi keuangan negara untuk menjalankan tugas tugas nya dibidang yang lain; Pertahanan, kesehatan, pendidikan dan lainnya.
Dengan kondisi itulah, maka pemerintah berkeinginan menaikan harga BBM Bersubsidi atau dengan kata lain mengurangi jumlah Subsidi BBM, yang akan mulai diterapkan pada April-2012 ini. Dengan asumsi mencabut subsidi sebesar Rp1.000 untuk 1 liter BBM Bersubidi, dan jumlah pemakaian BBM yang diperkirakan sebesar 40 juta Kilo Liter pertahun, diharapkan dengan kebijakan pengurangan subsidi ini akan bisa dihemat anggaran negara sebesar 40 Trilyun pertahun.
Jika dilihat logika dan argumentasi yang dipakai Pemerintah adalah hubungan sebab akibat, input-output dari kondisi Minyak mentah dunia, kebutuhan BBM Bersubsidi dan besaran subsidi yang harus ditanggung. Dimana dengan input berupa meroketnya harga Minyak mentah dunia (per february 2012 ICP US$129,06 per barel), meningkatnya konsumsi BBM (tahun 2011 melewati target yang hanya Rp129 Trilyun menjadi Rp160 Trilyun), pemerintah harus mengeluarkan kebijakan "Menaikan Harga BBM bersubsidi" dan diharapkan akan dihasilkan output Pengurangan Pemakaian BBM Bersubsidi serta Turun nya Subsidi yang dikeluarkan negara.
Pertanyaanya, apakah solusi ini akan berhasil dan bisa permanen?
Saya meragukan ini, karena BBM Bersubsidi (ambil contoh premium) sudah berkali kali naik, dan faktanya jumlah Volume BBM bersubsidi tidak lah menurun, tapi terus naik volume nya (sumber migas ESDM), jumlah pemakai kendaraan tidak lah turun signifikan tapi tetap naik dari tahun ketahun (besarnya 10-15% pertahun, data Gaikindo).
Menaikan harga Premium agar subsidi berkurang hanya akan effektif jika jumlah pemakai BBM bersubsidi tetap dan akan sangat terasa penghematan subsidi nya jika Volume pemakai-annya juga ikut turun.
Tapi jika volume pemakai-annya terus naik, maka berapapun subsidi yang dikurangi tidak akan benar-benar berdampak "pengiritan" dari sisi anggaran Negara yang dikeluarkan.
Hemat saya,Kenaikan BBM Bersubsidi hanya ibarat "obat penahan rasa sakit" yang hanya bertahan sesaat mengurangi rasa sakit tapi tidak menghentikan atau menghapus sumber penyakitnya. Mengurangi subsidi ini hanya menunda sementara serangan penyakitnya, dan pada masa nya, penyakitnya akan muncul lagi dan dibutuhkan obat yang lebih "kuat lagi" untuk menahan perkembangan dan membunuh sumber penyakitnya.
Jadi apa solusinya? agar permasalahan atau penyakit BBM ini bisa diobati dengan tuntas dan cespleng?
Seperti yang saya tulis dibagian lain, bahwa kewajiban negara (dalam hal ini pemerintah) adalah mencapai tujuan bernegara yaitu masyarakat sejahtera, dan untuk mencapai tujuan tersebut ada 2 jalan yang bisa ditempuh yaitu;
1. Pemberian Subsidi atau
2. Meningkatkan Infrastruktur dan Fasilitas masyarakat
Jika subsidi akan dicabut pemerintah, maka jalan kedua harus ditempuh yaitu meningkatkan infrastruktur dan fasilitas pada rakyat.
Dalam hal BBM, mahal nya BBM bersubsidi (atau tidak ada sama sekali subsidi) akan membuat rakyat terbebani untuk menutupi kebutuhan BBM kendaraan mereka, dan dengan kondisi ini mereka harus mencari alternatif agar Biaya hidupnya tidak melonjak. Dan pilihannya adalah transportasi umum atau kendaraan irit energi. Maka disisi inilah pemerintah harus bergerak, yaitu meningkatkan jumlah transportasi umum dan penyediaan fasilitas yang memadai agar peralihan masyarakat dari kendaraan pribadi ke fasilitas umum bisa berjalan lancar, yang pada akhirnya akan menekan jumlah kendaraan yang beredar dijalanan dan menekan jumlah kendaraan yang dibeli oleh masyarakat.
Jika ini terjadi maka tentunya Volume BBM bersubsidi yang disalurkan jumlahnya juga akan tetap (atau bahkan turun) sehingga kebijakan menurunkan subsidi/menaikan harga BBM, akan signifikan dampaknya bagi keuangan negara, dan akan terjadi penghematan yang benar benar sesuai dengan harapan.
Mari kita berhitung dan mensimulasikan kondisi saat ini dengan jumlah kendaraan dan kebutuhan BBM yang ada.
Asumsi pemakaian BBM Bersubsidi tahun 2012 adalah 40juta Kilo liter.
Dengan pengurangan subsidi sebesar Rp1.000 diharapkan terjadi penghematan subsidi sebesar Rp40 Triyun pertahun.
Sekarang kita ambil sampling Kondisi Jakarta dan sekitarnya.
Jumlah kendaraan tahun 2011 di jakarta adalah 13.123.850 unit dan diperkirakan tahun 2012 jumlahnya menjadi 14juta kendaraan (sumber dirlantas polda metrojaya) dari jumlah itu 70% nya adalah kendaraan roda dua atau sepeda motor. Jumlah yang sangat luar biasa besarnya.
Kita asumsikan sepeda motor 9,8juta dan kendaraan roda empat ada 4.2jt
Sekarang mari kita lihat:
Dari jumlah Sepeda Motor yang ada di Jakarta (9,8juta), 90% sepeda motor itu hanya di isi satu orang.
Jika Rata-rata pemakain premium 1 liter per hari/motor, maka sudah 9,8juta liter/hari atau 3.528juta Liter/tahun setara dengan 3,5jt Kilo Liter/tahun atau 8.75% dari 40juta Kilo Liter kebutuhan nasional.
Andaikan 40% dari motor tersebut mau dan bisa berisi 2 Penumpang, maka akan berkurang sepeda motor yang beroperasi sebesar 3,92juta sepeda motor, atau akan terjadi penghematan 40% BBM dari 3,5jt Kilo liter yaitu sebesar 1,4Juta Kilo Liter.
Jika dibandingkan terkait keinginan pemerintah mengirit Rp1.000/liter subsidi,maka pengiritan dengan cara mengurangi motor dijalan itu sudah irit subsidi bisa mengirit konsumsi BBM sebesar Rp1,4Trilyun Pertahun. Rp 7 Trilyun (asusmsi bensin Rp5.000/liter)
Bagaimana caranya?
Pemerintah membangkitkan kesadaran bersama, dari pada iklan-iklan "Premium untuk orang miskin" lebih baik iklan "NAIKLAH MOTOR BERBONCENGAN"
Sekarang, bayangkan lagi jika dari sisa 5,9juta Motor tersebut (yang sudah berpenumpang dua), beralih naik BUS/Komuter/Kereta api sebesar 50% saja maka 2,95jt motor hilang dari jalanan, artinya 2,95juta liter/hari dihemat atau sama dengan 1.062juta liter dan setara dengan 1,1Juta Kilo liter pertahun. Jumlah 1.1juta Kilo Liter ini sama dengan pengiritan subsidi 1,1Trilyun/tahun. Rp5,5 Trilyun (asumsi BBM Rp5.000/ltr)
Caranya bagaimana?
Sediakan infrastruktur jalan, angkutan umum, dan fasilitas jalan lainnya yang memberikan kenyamanan dan keamanan buat rakyat kebanyakan, effisien dan tepat waktu..
Kalau itu dilakuan, sudah hampir Rp 2,5 Trilyun Rp12,5 Triyun di Jakarta saja subisidi bisa di hemat (asumsi BBM Rp5.000/liter)
Dan lihat Jalan Raya nya, menjadi lapang, karena sepeda motor sudah berkurang di jalan raya
[caption id="attachment_305423" align="aligncenter" width="499" caption="Simulasi pengurangan sepeda motor di jalan raya (by Ferry Koto)"]
Sekarang kita lihat mobil
Sekali lagi di Jakarta, ada 4,2Juta Kendaraan roda empat (tidak termasuk Angkutan umum).
Perhatikan, Rata-rata mobil tersebut adalah untuk 5 Penumpang, tapi hampir 70% hanya di isi 1-2 penumpang.
Bayangkan jika ada kesadaran untuk Mengisi bangku-bangku kosong itu maka akan hilang 2-3 mobil dari jalan raya atau anggaplah cara ini menghilangkan mobil 50% saja. Jika bensin rata perhari 10 liter per mobil, maka sudah dilakukan pengiritan 2,1juta kendaraan kali 10 liter atau 21 juta liter/hari atau 7.560 juta liter pertahun dan setara dengan 7,6juta Kilo Liter. Pengiritan 7,6Juta Kilo Liter ini sama dengan 19% Kebutuhan BBM bersubsidi yang besarnya 40juta Kilo Liter seluruh Indonesia.
Penghematan 7,6Juta Kilo Liter ini setara dengan penghematan subidi Rp7,6Trilyun/tahun (asumsi penghapusan Rp1.000 subsidi). Rp38 Trilyun/Tahun (asumsi bensi Rp5.000/liter)
Bayangkan lagi jika kemudian dengan Infrastruktur komuter yang baik, Bus yang bersih, jalan yg mulus, sungai yang bersih dilalui kapal, berapa banyak lagi mobil yg akan di "kandangkan" ?
Sekarang coba lihat jalan-jalan yang lapang karena kendaraan berkurang, yang tadinya harus menghabiskan 5 liter (asumsi) untuk "ongkos macet", sekarang semua lancar sehingga 5 liter permobil yg dibakar sia-sia itu tidak perlu disubsidi lagi, dan itu sama dengan pengiritan 5 liter x 2,1 Juta Kendaraan atau 10,5 juta liter perhari atau 3.780 juta liter pertahun atau setara 3.9juta Kilo Liter pertahun dan ini sama saja dengan penghematan Rp3.9 Trilyun pertahun (dari hanya 50% mobil -yg sudah berpenumpang 4) Rp19.5 Trilyun (asumsi bensi Rp5.000/liter)
Sekali lagi itu baru jakarta !
Dan mari kita lihat jumlah volume BBM yang diirit
Sepeda motor dari satu penumpang ke dua penumpang menghemat 1,4juta Kilo Liter/tahun
Sepeda motor yang beralih naik angkutan umum menghemat 1,1juta Kilo Liter/tahun
Mobil berpenumpang 3-4 orang menghemat 7,6juta Kilo Liter/tahun
Penghematan karena hilangnya kemacetan mobil dijalan 3,9juta Kilo Liter/tahun
Total ada 14juta Kilo Liter pertahun dapat di hemat (35% dari asumsi 40juta Kilo liter)
dan berapa potensi penghematannya? itu sama dengan 14Trilyun 70 Triyun Rupiah (asumsi Bensin Rp5.000/ltr) jika tujuannya pemerintah ingin menghemat Rp1.000 perliter BBM bersubsidi .
Bandingkan dengan tujuan pemerintah mencabut subsidi yang hanya Rp40 Trilyun nasional, jauh lebih menghemat program pengurangan volume ini kan ?
Dan ingat, itu baru di Jakarta saja !!
Andai itu bisa dilakukan setidaknya Rp70 Trilyun bisa di hemat, jalanan menjadi lapang, polusi berkurang, dan masyarakat sejahtera..
Bagaimana kalau di Surabaya, Medan, Denpasar, Bandung, Jogja...juga dilakukan???
Dan bayangkan lagi, jika semua kendaraan tersebut, sudah melaju kencang dijalan karena tidak terjebak macet, ditambahkan lagi teknology pengirit bahan bakar... brapa lagi pengiritannya???
Kalau ini dilakukan, maka efektnya permanen, kita tidak perlu lagi dipusing dengan harga Minyak Mentah dunia yang naik-turun, langka, atau apalah karena sudah terkendali komsumsi BBM bersubsidinya, dan sudah sadar akan mahal nya BBM serta bertranformasinya masyarakat menjadi lebih Logis dan effisien, memakai angkutan umum, memakai kendaraan secara efektif.
Mungkin ini mimpi dan sulit diwujudkan,tapi jika dimulai dari kesadaran bersama, bahwa sudah semakin terbatas nya BBM, sudah semakin buruknya environment, rasanya tidak sulit untuk kita bersama mencoba dan melakukan.
Sadar saat ke kantor hanya naik motor sendirian, janjian dengan teman, berboncengan dengan yang searah, atau naik angkutan umum.
Sadar naik mobil hanya sendirian ke kantor, kontak kawan searah atau beralih naik motor, atau naik angkuta umum.
Disisi lain Pemerintah menyadari bahwa tanggung jawab nya adalah men-sejahtera-kan rakyak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H